[2] Saranghae..

Ebby’s Stories Line :

 

            – Saranghae.. –

 

 

Hangeng menyerahkan beberapa kantung yang dipegangnya kepada yeoja yang berdiri di depannya. “Ini sudah semua..” katanya tersenyum lembut.

 

Gomawo.” Balas Eunsun juga tersenyum.

 

Dianggukkan kepalanya. “Kalau begitu, aku pulang. Annyeong..” Hangeng membungkukkan badannya sedikit yang dibalas anggukan kepala Eunsun.

 

Setelah menyempatkan mengusap puncak kepala yeoja itu sembari memamerkan senyum manisnya, Hangeng melangkahkan kakinya meninggalkan Eunsun. Yeoja ini menghela napasnya pelan, matanya memandang punggung Hangeng yang makin lama makin jauh. Sungguh baik. Dia membalikkan badannya, memegang handle pintu dan mendorongnya yang kebetulan tak terkunci kemudian masuk ke dalamnya.

 

Eunsun meletakkan barang-barang belanjaannya di atas meja yang berada di ruang tamu. Didudukkan dirinya di atas sofa, memandangi semua kantung itu. Semua yang berada di dalam kantung dibeli tidak menggunakan uangnya, melainkan uang Hangeng. Padahal Eunsun sudah melarang, tapi namja itu tetap memaksa sampai ia tidak bisa menolak. Eunsun tahu kalau Hangeng menaruh hati padanya, tapi sayangnya dia tidak bisa memberikan hatinya pada orang lain. Pintu hatinya sudah ia tutup rapat-rapat tak akan membiarkan siapapun untuk memasukinya lagi.

 

Dia tak mau kejadian menyakitkan itu terulang menyebabkan luka yang lebih perih. Perhatian Hangeng hampir sama dengan orang itu, cuma caranya berbeda. Hangeng menunjukkan sisi lembutnya dan memberikan perhatian yang mampu membuat yeoja manapun langsung jatuh hati tanpa pikir panjang. Namun tidak untuk Eunsun. Ia masih mengingat dengan jelas perlakuan seseorang yang dulu dia cintai mencampakkannya begitu saja, meninggalkannya sebelum ia sempat memberitahukan hal yang sangat penting.

 

Perlahan tangan kanannya mengusap perutnya yang sudah sangat besar. Hampir memasuki bulan ke delepan, berarti sebentar lagi akan lahir. Eunsun pernah berpikir untuk menggugurkan kandungannya–bahkan sudah di dukung oleh Ibunya–tapi diurungkan niatnya. Biar bagaimana pun janin di dalam perutnya adalah anaknya, meski yang membuatnya ada tidak akan tahu. Dia sudah memutuskan untuk melahirkan bayinya dan membesarkannya seorang diri. Itu jauh lebih baik.

 

Eonni sudah pulang?”

 

Sontak Eunsun menolehkan kepalanya karena mendengar pertanyaan barusan. Matanya menangkap seorang yeoja yang umurnya masih belasan tahun berdiri di dekat sofa yang didudukinya. “Ah, ye..” jawabnya sambil tersenyum.

 

“Apa eonni sudah makan?” tanyanya lagi.

 

Eunsun mengangguk. “Tadi bersama rekan kerjaku. Kau sendiri?”

 

Dareum tidak menjawab, malah menundukkan kepalanya. Melihat sikap yeoja yang sudah beberapa bulan ini tinggal bersamanya, Eunsun tahu jawabannya. Memang kebiasaan mereka makan bersama, tapi bukan berarti ketika ia pulang terlambat, Dareum juga tidak makan malam. Eunsun menghembuskan napasnya. “Aku membawamu bukan untuk dijadikan budak. Hajimara.. arraseo?”

 

Ne..” jawab Dareum pelan.

 

“Ya sudah, aku ingin mandi. Kau makanlah lalu istrirahat, ne?” Eunsun bangkit dari duduknya sedikit susah karena beban pada perutnya. Disentuhnya pundak Dareum dan melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

 

Kim Dareum. Eunsun menemukannya ketika ia kembali ke tempat yang pernah ia tinggali di pinggiran kota Seoul bermaksud mengambil semua barang-barangnya. Waktu itu Dareum menangis di dekat sebuah rumah yang sudah tak berpenghuni. Karena kasihan Eunsun menghampirinya dan bertanya apa yang terjadi, mengapa sendirian, dimana orang tuanya serta pertanyaan-pertanyaan lain. Jawaban Dareum sungguh membuatnya terkejut.

 

Anak itu dijual oleh keluarganya kepada orang yang akan menjadikannya pemain dalam blue film. Dia berhasil kabur, tapi tak tahu harus kemana. Tak mungkin kembali pada orang tuanya yang sudah menjualnya, bisa-bisa ia dikembalikan pada mereka yang telah membelinya. Karena kasihan, akhirnya Eunsun membawa Dareum bersamanya. Setelah mendapat persetujuan dari Ibu dan Ayahnya, Eunsun mengajak Dareum tinggal di sebuah apartmen. Selama Eunsun bekerja, yeoja itu akan melakukan pekerjaan rumah sebagai balas budinya.

 

Sebenarnya Eunsun berniat menyekolahkan Dareum, tapi anak itu menolaknya. Katanya kalau dia bersekolah maka akan sangat mudah menemukannya dari orang-orang yang pasti mencarinya. Oleh sebab itu, Eunsun pun sesekali memanggil guru privat untuk mengajari Dareum. Bagaimana pun Dareum masihlah anak di bawah umur yang memerlukan pendidikan. Hubungan mereka makin dekat dan Dareum sendiri menganggap Eunsun sebagai kakaknya.

 

Setelah mengambil pakaiannya dari lemari dan hendak berjalan ke arah kamar mandi yang berada di dalam kamarnya, mata Eunsun tak sengaja melihat sesuatu yang berada di atas lemari kecil di samping tempat tidurnya. Dia duduk di pinggir ranjang sambil memperhatikan kertas itu. Kertas yang dikirim oleh seseorang yang sangat ia sayangi dan sudah dianggapnya keluarga. Tangannya meraih kertas tersebut, melihatnya saksama, membaca setiap tulisan yang tertera di sana.

 

Lee Hyukjae dan Choi Heejin. Kedua orang itu akan melangsungkan acara pertunangan. Rupanya hubungan mereka makin serius. Seulas senyum terpatri di bibir Eunsun. Dia ikut senang mengetahui berita bahagia ini dan mendoakan semoga pasangan itu langgeng sampai ke jenjang pernikahan. Dihelanya napasnya sebentar lalu meletakkan undangan tersebut ke tempat semula dan beranjak dari duduknya. Acaranya beberapa minggu lagi.

 

**

 

Eunsun memijit kepalanya yang terasa berat akibat tumpukan kertas yang berada di atas mejanya. Hampir semua kertas itu adalah surat yang meminta persetujuan melakukan kerja sama dengan perusahaan yang ia pimpin. Bukan cuma surat persetujuan, tetapi mengenai perencanaan iklan dan biaya dari iklan yang akan di buat. Hah.. seharusnya ia tak melakukan ini. Bekerja itu memang melelahkan, apalagi dengan kondisinya yang tengah hamil tua. Disandarkan punggungnya pada sandaran kursi untuk beristirahat sebentar.

 

Tok. Tok. Tok. Pintu ruang kerjanya di ketuk. Dibuka matanya dan melihat seseorang masuk ke dalam ruang ini. Eunsun segera memperbaiki posisi duduknya. “Ada apa?” tanyanya pada salah satu asistennya itu.

 

Namja berpakaian rapi ini menundukkan kepalanya. “Aku hanya ingin memberitahu ada pertemuan dengan perwakilan perusahaan Cho Coorp. Presdir diminta datang ke perusahaan mereka.”

 

Eunsun menatap namja di depannya. Pertemuan dengan perwakilan perusahaan Cho Coorp? Dia sudah tahu siapa yang akan ditemuinya. Apa ini ulah orang itu? Entahlah. Dianggukkan kepalanya. “Baiklah..” katanya.

 

Setelah mendengar konfirmasi dari atasannya, dia membungkukkan badannya kemudian keluar dari ruangan ini. Sepeninggal asistennya, Eunsun kembali menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Harus bertatap muka lagi. Apa yang direncanakan orang itu? Apakah ingin mengecek keadaannya sekarang? Bukannya sudah melihatnya yang membawa perut besar di meeting sebelumnya. Atau pertemuan kali ini hanya supaya orang itu bisa menemuinya? Cara klasik yang tidak elit.

 

Tapi tak bisa dielaknya perasaan gelisah yang perlahan merasukinya. Sungguh, Eunsun tidak mau melihat wajah perwakilan dari perusahaan Cho Coorp yang hanya akan menambah goresan luka di dinding hatinya. Di pertemuan waktu itu saja, dia berusaha mati-matian tidak memperdulikan keberadaan orang itu yang dengan jelas-jelas menunjukkan muka kagetnya juga terus menatapinya dengan tatapan tak percaya. Sakit ketika pikirannya kembali membayangkan masa lalu yang harusnya sudah ia tutup rapat.

 

Dendam? Mungkin. Tapi bukan itu. Bukannya orang itu sendiri yang mengatakan supaya mereka menganggap tidak pernah saling mengenal. Eunsun cuma ingin melakukannya, walau dadanya serasa ditusuk beribu-ribu belati. Dihela napasnya berusaha menenangkan dirinya. Tidak! Lupakan semuanya yang pernah terjadi. Tidak boleh mengingatnya lagi. Dirinya yang sekarang bukan Kim Eunsun yang lemah dan kekanakan. Dia sudah cukup banyak belajar dari pengalaman menyakitkan dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.

 

Eunsun memantabkan hatinya. Dibereskan kertas-kertas yang menumpuk itu, nanti saja ia mempelajarinya. Disambarnya tasnya yang ia letakkan di bawah meja dan beranjak dari duduknya. Berjalan menuju pintu kemudian membukanya. Sewaktu keluar dari ruang kerjanya, Eunsun dikagetkan dengan kemunculan Hangeng yang ternyata baru akan mengetuk pintu. Namja keturunan China itu langsung menyapanya dengan seulas senyum.

 

“Kau mau pergi?” tanya Hangeng melihat tas yang ada di tangan Eunsun. Yah, dia sudah paham kebiasaan si presdir ini. Kalau tidak keluar dari perusahaan ia tak akan menenteng tasnya.

 

Eunsun mengangguk. “Cho Cooperation.”

 

“Mau ku temani? Kebetulan aku juga ingin mencari makan di luar. Eottae?” tawarnya.

 

Lengkungan tercipta di bibir Eunsun. Dia tidak bisa menolak sebab Hangeng sudah berada di hadapannya. Kalau ajakannya melalui telepon, dia dapat menolaknya. Senyum Hangeng makin lebar, mereka pun berjalan beriringan keluar dari perusahaan Blue Shappire yang didirikan oleh ayah si presdir. Secara tidak langsung menjadi kepunyaan Eunsun juga.

 

**

 

Hangeng memaksa untuk mengikuti Eunsun memasuki sebuah gedung mewah berlabelkan Cho Cooperation. Dia tak membiarkan yeoja itu berjalan sendirian, takut kejadian ‘penyenggolan’ mengenai Eunsun lagi. Apalagi banyak orang yang berlalu lalang di dalam sini. Sambil berjalan, keduanya sibuk memperhatikan sekeliling mereka. Para staff di perusahaan ini tampaknya memiliki selera yang tinggi terbukti dari pakaian mereka dan Eunsun bisa tahu merk pakaian yang mereka kenakan, merk terkenal.

 

Tak cuma para staffnya, gedung ini pun sepertinya di rancang oleh seorang aksitektur yang ahli. Interiornya yang menggunakan bahan-bahan terbaik lalu di dekor sedemikian rupa. Yah, orang yang membuatnya memang kaya dan terkenal di seluruh Seoul. Bibirnya membentuk senyuman sinis yang tipis. Selamat datang di tempat yang selama satu tahun tak boleh kau injak, Kim Eunsun.

 

Saat sedang asik memandang ke sana dan kemari, pandangan matanya bertemu dengan pandangan seseorang yang rupanya berjalan berlawanan arah dengannya. Orang itu menghentikan langkahnya, begitu pula dengan Eunsun. Mereka saling bertatapan. Hangeng yang sadar Eunsun berhenti ikut-ikutan, sama halnya dengan si asisten setia–Jaeyoon–berdiri di sebelah Kyuhyun. Hangeng dan Jaeyoon saling melempar senyum menyapa, berbeda dengan dua orang di sebelah mereka.

 

Bukan direncanakan, memang wajah Eunsun langsung berubah datar ketika menemukan Kyuhyun di depannya. Sedangkan namja yang menjabat sebagai direktur Cho Coorp itu memperlihatkan raut terkejutnya. Dia tak menyangka kalau Eunsun akan datang ke perusahaannya, Jaeyoon tak memberitahu apa-apa padanya. Dipandangi sosok yeoja yang menjadi mimpi buruknya belakangan ini. Ekspresi datar itu sangat melukai perasaannya, juga tatapannya yang terkesan melemparkan es batu ke arahnya.

 

Seolah membuka bekas luka yang hampir mengering, sakit dan perih. Itu yang keduanya rasakan, namun mereka tak memancarkannya. Eunsun mempertahankan tatapan dinginnya, tidak mau terlarut oleh sorotan tajam yang dulu sempat menjatuhkannya ke dalam pelukan lelaki itu. Kilasan-kilasan kebersamaan ia dan Kyuhyun terbayang bagaikan film hitam-putih di depan matanya merasakan hatinya sengaja ditaburi bunga lalu dihempaskan ke lumpur. Tawa, senyum dan rasa bahagia yang kini terasa seperti bumbu pahit dikehidupannya membuat Eunsun harus bersusah payah menahan cairan bening yang mulai menumpuk di kantung matanya.

 

Tidak boleh! Hapus semua kenangan buruk itu, pekiknya dalam hati. Perutnya terasa sedikit sakit karena pergerakan bayi yang dikandungnya sehingga refleks tangannya menyentuh permukaan perutnya. Mengapa disaat seperti ini, bayinya malah bereaksi? Tidak mungkin bayinya mencoba memberitahunya kalau ia ingin berdekatan dengan orang yang membuatnya ada. Huh? Eunsun menepis pikiran anehnya itu.

 

Kyuhyun sendiri berusaha menormalkan raut wajahnya. Tak ingin menunjukkan betapa sakit hatinya kini. Kenapa jadinya begini? Kenapa mereka harus terpisah jauh sementara jarak sebenarnya hanya beberapa meter saja? Seperti ada dinding kuat yang menyatakan mereka tak boleh saling mendekat. Padahal keinginan terbesarnya adalah berlari lalu memeluk yeoja itu dan mengatakan semua penyesalannya. Tapi tidak.. tak akan ada yang mengijinkannya melakukan itu.

 

Mereka terdiam cukup lama mengabaikan keberadaan Hangeng dan Jaeyoon yang sejak tadi menatap aneh. Meski tidak mengerti, tapi kedua namja itu tetap tenang. Sampai akhirnya terdengar helaan napas Eunsun yang mengakhiri tatap menatap yang dilakukannya dengan Kyuhyun. Ditolehkannya kepala melihat Hangeng yang juga melihatnya. Eunsun tersenyum tipis.

 

Gwenchana..” bisiknya pelan.

 

“Um.. presdir Kim. Kau datang untuk menghadiri pertemuan membicarakan mengenai iklan itu?” tanya Jaeyoon langsung setelah merasa suasana diantara mereka sedikit mencair.

 

Kyuhyun yang mendengarnya menatap Jaeyoon bingung, sementara si asisten cuma membalasnya dengan senyum. Kenapa Jaeyoon tak memberitahunya? Bukankah proyek iklan itu Kyuhyun yang menanganinya? Pertemuan yang dimaksudkan Jaeyoon tadi apa? Berbagai pertanyaan mulai berterbangan dalam kepala Kyuhyun. Eunsun menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan si asisten.

 

Geureom, kita langsung ke ruangan saja.” Ajak namja manis ini sembari memutar sedikit tubuhnya. Eunsun mengangguk lagi dan berjalan bersama Hangeng menghampiri Jaeyoon.

 

Kyuhyun mengerutkan keningnya tidak mengerti. “Jamsiman.” Serunya. Ditatapnya Jaeyoon tajam yang di balas dengan pandangan yang seolah bertanya apa-kau-lupa? Walau belum paham, Kyuhyun mendeham pelan. “Aku ingin ke kamar kecil dulu.”

 

Jaeyoon menganggukkan kepalanya. “Ne. Aku akan mengajak presdir Kim ke ruanganmu.”

 

**

 

Kyuhyun menutup pintu toilet dengan kasar lalu berlari ke arah wastafel dan melihat wajahnya dari cermin yang berada di atas wastafel. Napasnya sedikit tersendat. Buru-buru dinyalakannya keran air kemudian membasuh mukanya sehingga cipratan air mengenai permukaan cermin. Diangkat lagi kepalanya melihat pantulan dirinya. Mukanya yang kelihatan tidak baik, matanya yang merah dan rambutnya sedikit berantakan–Kyuhyun sempat menjambak rambutnya sendiri sebelum masuk ke dalam toilet.

 

Tangannya bergerak menyentuh dadanya yang naik-turun karena napasnya yang belum stabil. Dapat dirasakannya detakan jantungnya tidak normal, berdetak lebih keras dan cepat. Sakit. Dadanya nyeri. Kenapa rasa sakit ini tidak hilang? Kenapa harus kembali dirasakannya? Wajah itu.. tatapannya.. ingin sekali Kyuhyun menyentuhnya dan membuat lengkungan di bibir tipis itu. Tapi tentu saja ia tak bisa.

 

Dipejamkannya matanya sambil mengatur napasnya, membiarkan suara aliran air mendengung di telinganya berupaya mengalihkan pikirannya. Tidak Cho Kyuhyun! Dia seperti itu karena salahmu! Kau sendiri yang membuatnya begitu! Wajar hatimu sakit, wajar kau sekarat. Ini karena perbuatanmu sendiri. Sudah.. tenanglah.. tenangkan dirimu, batinnya. Menunjukkan penyeselasan sepertinya percuma. Kyuhyun menghembuskan napasnya.

 

Perlahan dibukanya matanya, menatap dirinya sendiri di cermin. Orang ini pelakunya. Anggap saja kita tidak pernah saling mengenal. Kalimat itu terngiang-ngiang di telinganya. Menari-nari dalam pikirannya kembali mengingatkannya akan sesuatu yang telah dilakukannya beberapa bulan lalu. Dirinya sendirilah yang mengatakannya. Setelah kalimat tersebut terlontar, tak mungkin ia langsung menunjukkan wajah penuh penyesalannya dan meminta yeoja itu kembali padanya. Walau memang itu yang diinginkannya.

 

Kyuhyun menghembuskan napasnya perlahan. Untuk sekarang yang harus dilakukannya adalah bersikap seperti biasa. Bukan cuma ia yang terluka, tetapi orang yang dikasihinya juga merasakan hal yang sama. Ditenangkannya dirinya. Ini bukan waktu yang tepat untuk menyesali semuanya.. yah, dia harus mengendalikan dirinya. Kyuhyun memantabkan dirinya kemudian berdiri tegap. Dia harus kembali bekerja. Dimatikannya keran air lalu mengeringkan tangan serta wajahnya menggunakan tisu yang tersedia di atas wastafel.

 

Tak perlu waktu lama untuknya kembali karena ada fasilitas lift. Sekarang Kyuhyun berjalan menuju sebuah ruangan yang menjadi miliknya, dikhususkan untuknya. Yah, mengingat jabatannya yang adalah seorang direktur, tentu ia mempunyai ruangan sendiri. Sesampainya di depan pintu, diputarnya handle pintu lalu mendorongnya. Masuk ke dalam ruangan dan menutupnya lagi.

 

Matanya melihat si presdir dan Jaeyoon sudah menempati sofa yang ada di dalam ruangan. Kedua orang itu cuma menoleh sekilas kemudian kembali pada kegiatannya membaca tulisan yang tertera di kertas yang mereka pegang. Kemana namja yang bersama presdir? Kenapa tak ikut pertemuan ini? Bersamaan munculnya pertanyaan itu, Kyuhyun mendudukkan dirinya di sebelah Jaeyoon yang berhadapan dengan presdir Kim.

 

Diperhatikannya presdir Kim tengah asik memperhatikan kertas yang dipegangnya, Kyuhyun mencondongkan tubuhnya ke arah Jaeyoon. “Geu namja eodiesseoyo?” tanyanya berbisik.

 

Walau bisikan tapi Eunsun dapat mendengarnya dengan jelas. Dihentikannya kegiatannya membaca ulasan mengenai perencanaan pembuatan iklan dalam genggamannya kemudian mengarahkan pandangannya pada dua namja di hadapannya. “Dia pergi ke kantin untuk membeli makanan sambil menunggu.”

 

Mendengar kata-kata yang menjawab pertanyaannya dari Eunsun, Kyuhyun membenarkan duduknya. Dilihatnya Jaeyoon menganggukkan kepalanya membenarkan jawaban tadi. Kyuhyun memandang Eunsun sambil tersenyum kaku. Setelahnya Eunsun kembali sibuk dengan benda di tangannya. Kyuhyun mencelos dalam hati. Dia harus menebalkan wajahnya ketika bertemu dengan yeoja yang duduk di hadapannya, harus bisa menahan dirinya agar tidak mengatakan sesuatu yang dapat merusak hubungannya dengan Eunsun. Meski kini hubungan mereka hanya rekan kerja, tapi setidaknya itu lebih baik.

 

**

 

Setelah menutup pintu kamarnya, Kyuhyun melepaskan jas yang dikenakannya, melemparkan ke atas ranjang kemudian duduk di tepi tempat tidur miliknya. Kepalanya menunduk, kedua tangannya saling bertautan. Dia menghela napas sebentar. Hari ini sungguh sangat melelahkan. Bukan cuma karena pekerjaaannya yang sebagai direktur harus mengurus hampir semua proyek perusahaan yang dilimpahkan padanya tetapi karena pertemuan dadakan tadi siang. Ternyata pertemuan itu sudah direncanakan.. dia saja yang tak mendengar Jaeyoon memberitahukannya.

 

Kejadian itu terbayang lagi dalam benaknya. Saat pertama kali bertemu dengan Eunsun setelah berbulan-bulan berpisah dan pertemuannya tadi. Hebat sekali yeoja itu menyembunyikan semuanya sehingga tak terlihat di wajahnya. Tidak menunjukkan muka terkejutnya juga mampu bersikap biasa saja seolah tak pernah terjadi apapun diantara mereka, memperlihatkan muka datarnya bahkan bicara hanya seperlunya. Kyuhyun tertawa lirih mengingatnya. Luka sayatan di hatinya bertambah banyak.

 

Sekali lagi dihela napasnya sembari memandang kosong langit-langit kamarnya. Penyesalan yang dirasakannya makin meningkat menekan dadanya. Tidak ingin keadaannya seperti ini. Kyuhyun ingin semuanya kembali. Hari-hari dimana ia bisa bercanda tawa, bermain, berbagi kasih dan melakukan apa yang menyenangkan bersama dengan orang yang dicintainya, bukannya tersiksa batin begini. Apa yang harus dilakukannya agar semuanya kembali? Mendatangi Eunsun kemudian menjelaskan semuanya? Seakan masalah ini cuma masalah kecil, tidak mungkin. Pasti yeoja itu makin terluka karena tindakan bodohnya itu.

 

Kyuhyun sadar bahwa cintanya belum berakhir, belum habis, belum termakan waktu, belum mengendap di dasar hatinya. Cintanya masih utuh yang hanya dikhususkan untuk satu orang. Satu orang yang kini memandangnya dengan tatapan dingin yang tak menyiratkan apapun. Yah, dia tidak membunuh hatinya sendiri.. hanya waktu yang berlalu. Dia masih Kyuhyun yang dulu, mencintai seorang Kim Eunsun.

 

Kriet..

 

“Kyuhyun-ie..”

 

Kyuhyun menengadahkan kepalanya. “Ah, nuna..”

 

Ahra tersenyum sejenak lalu masuk ke dalam kamar sambil menutup pintu. Didekatinya adik kesayangannya itu lalu duduk di sebelah Kyuhyun. Ahra memperhatikan wajah Kyuhyun yang sekarang kelihatan tak bersemangat, tampak lelah, tidak seperti biasanya. Walau lelah adiknya ini tetap akan tersenyum padanya. “Waeyo? Kuperhatikan beberapa hari ini kau sedikit aneh. Pulang bekerja langsung masuk ke kamar dan lagi.. aku sempat mendengar kau membanting pintu. Ada apa?” tanyanya perhatian.

 

Kyuhyun menatap mata Ahra lekat-lekat lalu mengalihkan pandangannya. Ditariknya napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya kuat. “Aku mencintainya. Jeongmalya.”

 

“Huh? Nuguya? Hyunhee-ssi?”

 

Anira.. Hyunhee aniya.” Kyuhyun menggeleng. “Geunyeneun Eunsun-ieyo. Kim Eunsun.”

 

Ahra tidak menyahut. Dia sedang memikirkan nama yang disebut Kyuhyun. Rasanya cukup familiar di telinganya. Sepertinya dia tahu yeoja bernama Kim Eunsun itu, tapi siapa? Apa pernah bertemu dengannya? Entahlah. Dia tak ingat sama sekali. Dilihatnya Kyuhyun yang wajahnya semakin muram. Ada apa dengan adiknya itu? Adakah hubungannya dengan yeoja bernama Kim Eunsun? Mungkin. Ahra menebak-nebak dalam hatinya.

 

“Sudah.. kau istirahatlah dulu. Sepertinya kau sangat lelah.” Katanya sambil menyentuh pundak Kyuhyun.

 

“Ye nuna. Gomawo sudah mau mendengarku.” Balasnya lalu membaringkan tubuhnya.

 

Ahra mengangguk sebentar dan bangkit dari duduknya. Dia keluar dari kamar Kyuhyun, tapi belum beranjak dari depan pintu yang baru saja dia tutup. Masih memikirkan mengenai perkataan Kyuhyun tadi. Adiknya itu mencintai yeoja bernama Kim Eunsun, sangat mencintainya. Pasti. Walau Kyuhyun gampang sekali tertarik dengan yeoja yang dilihatnya, tapi tak akan mengaku cinta kalau tidak benar-benar mencintai yeoja itu. Apa ada masalah sebelumnya?

 

“Kim Eunsun..” gumamnya. Segera dilangkahkan kakinya meninggalkan pintu kamar Kyuhyun. Dia terus bertanya-tanya siapa Kim Eunsun itu dalam pikirannya. Sampai Ahra di ruang keluarga dan melihat Ibunya sedang duduk sambil membaca sebuah majalah. Tanpa pikir panjang langsung saja Ahra duduk di sebelah Nyonya Cho. “Eomma..”

 

“Hmm..” sahut Nyonya Cho karena asik dengan majalah yang dibacanya tak terlalu memperdulikan anaknya yang duduk di sampingnya.

 

“Aku ingin bertanya sesuatu.” Ucap Ahra langsung. Ibunya diam saja. “Kim Eunsun.. nuguseo?”

 

Pertanyaan Ahra membuat Nyonya Cho tersentak. Diturunkannya majalah yang di bacanya dan meletakkannya di atas meja di hadapan mereka. Dipandanginya anaknya yang menatapnya meminta penjelasan. Kenapa nama itu harus disebutkan lagi? Dirinya sudah berusaha melupakan kejadian dulu yang sangat membuatnya marah sampai mengusir anak lelakinya, kenapa kini Ahra menanyakannya? Mau tak mau Nyonya Cho ingat bagaimana ia bertengkar hebat dengan Kyuhyun yang membela seorang yeoja.

 

Waeyo eomma?” tanya Ahra bingung melihat reaksi Ibunya yang aneh. Diam sambil menatapnya.

 

Wae? Darimana kau tahu nama itu?” balas Nyonya Cho menahan amarahnya.

 

Ahra mengerucutkan mulutnya. “Aku cuma ingin tahu siapa Kim Eunsun itu. Kenapa reaksi eomma sangat berlebihan? Hah.. akan kucari tahu sendiri.” Katanya sembari berdiri dari duduknya dan berlalu meninggalkan sang eomma. Meski terkesan tidak sopan, tapi Ahra tidak ingin memperpanjang pertanyaan Ibunya. Kalau reaksi Ibunya begitu, berarti memang terjadi sesuatu yang tidak diketahuinya.

 

Sementara itu Nyonya Cho masih duduk terdiam di sofa. Beliau cukup terkejut mendengar Ahra menanyakan nama seseorang yang membuat hubungannya dengan Kyuhyun sangat renggang. Hanya karena yeoja bernama Kim Eunsun itu, Kyuhyun rela meninggalkan keluarganya dan pergi entah kemana. Yeoja bermarga Kim tersebut adalah musuh besarnya dan ia sangat membencinya. Mungkinkah Kyuhyun yang menyebutkan nama itu kepada Ahra? Pikirnya.

 

**

 

Nuna.. aku pergi!” seru Eunsun sambil menutup pintu rumah.

 

“Ya! Sekali lagi kau panggil aku ‘nuna’, tak akan kubiarkan kau masuk!” jerit Heejin dari dalam rumah kedengaran sangat kesal. Eunsun tertawa geli seraya berjalan meninggalkan rumah yang ia tempati bersama Heejin. Dia suka menggoda Heejin dengan memanggilnya ‘nuna’, yah panggilan itu hanya untuk bercanda. Heejin pun tak pernah benar-benar marah.

 

Heejin dan Eunsun memang tinggal di sebuah rumah di daerah Samsan. Bukan karena tak memiliki orang tua, tapi keduanya ingin hidup mandiri. Heejin yang kini adalah seorang mahasiswi di Seoul National University sementara Eunsun berstatuskan murid SMA. Mereka adalah sunbae dan hoobae sewaktu Heejin masih menjadi murid di sekolah tempat Eunsun menuntut ilmu sekarang, makanya memutuskan tinggal bersama. Sewa rumah mereka tanggung bersama menggunakan uang yang dikirimkan oleh orang tua masing-masing.

 

Setelah melewati pagar menuju jalan raya, Eunsun dikejutkan dengan seseorang yang rupanya tengah berdiri menyandarkan punggungnya di tembok–membuatnya terpaksa berhenti dan memandangi orang itu. “Oppa.. kau membuatku terkejut.” Kata Eunsun. “Wae geurae?”

 

“Ah.. kau sudah keluar.” Kata Kyuhyun–orang yang bersandar pada tembok–sambil menegapkan tubuhnya. “Aniya. Tadi tak sengaja aku lewat jalan ini dan ingat kau tinggal di dekat sini. Jadi aku menunggumu. Kau mau berangkat bersama?” tanyanya disertai seulas senyum tipis yang sangat manis. Membuatnya terlihat semakin tampan.

 

Yeoja berseragam ini termangu sebentar setelah mendengar perkataan Kyuhyun dan melihat senyum manis itu terlukis indah di wajah tampannya. Tanpa memikirkan apapun lagi, Eunsun langsung menganggukkan kepalanya sembari tersenyum lebar. Tak ada salahnya menerima ajakan Kyuhyun ‘kan? Dia sering berangkat ke sekolah sendirian. Kyuhyun pun bersorak dalam hati karena bisa bersama Eunsun pagi ini walau dengan judul ‘berangkat bersama’.

 

Mereka mulai menyusuri jalanan yang dikhususkan untuk pejalan. Berjalan berdampingan, bersebelahan. Senyum belum pudar di wajah keduanya, malah semakin mengembang lebar. Sesekali Kyuhyun menyempatkan dirinya melirik Eunsun yang berjalan di sampingnya, wajah itu dipenuhi senyuman membuat hatinya bagai ditumbuhi bunga mawar yang harum. Melihat senyum orang yang disukai di pagi hari memang membangkitkan semangat, itu yang dirasakannya.

 

Keduanya tak banyak bicara, hanya terkadang Kyuhyun menanyakan perihal sekolah Eunsun, begitu pula sebaliknya. Hanya topik formal saja yang mereka bicarakan. Kyuhyun masih belum berani menanyakan hal-hal pribadi, sebab biar bagaimanapun mereka baru berteman. Baru beberapa kali bertemu, itu pun karena ulah Eunhyuk dan Heejin yang seakan ingin mereka bersama. Dalam hati Kyuhyun juga berharap demikian, tapi apa boleh buat, keadaan belum mendukung.

 

Hingga perjalanan berdampingan selama setengah jam ini berakhir di depan gerbang sekolah Eunsun. Kyuhyun harus merelakan yeoja itu masuk sekolah, tak mungkin mengajaknya membolos. Dia bukan orang yang seperti itu. Mereka berdiri di berhadapan di gerbang sekolah dengan Eunsun yang kelihatannya agak malu-malu. Beberapa murid sekolah yang lewat ingin masuk ke area sekolah yang melihat mereka berbisik-bisik, mungkin mempertanyakan Kyuhyun–namja setampan itu–mengapa berada di depan sekolah bersama dengan Eunsun.

 

Gamsahamnida..” Eunsun membungkukkan badannya sedikit. Dilihatnya Kyuhyun yang sedang menatapnya saksama membuat degupan jantungnya yang sejak perjalanan menuju sekolah sangat cepat makin tak karuan.

 

Kyuhyun mengangguk. “Ye.. um.. jam berapa kau pulang?”

 

“Hari ini ada ekskul, mungkin aku pulang terlambat.” Jawab Eunsun berusaha menyembunyikan raut terpesonanya dengan menatap Kyuhyun seperti biasa ia menatap orang lain, selayaknya melihat teman atau sahabat.

 

Lagi, Kyuhyun menganggukkan kepalanya. “Belajarlah dengan giat. Geureom kalkke..” katanya.

 

Eunsun mengangguk–mengijinkan–sambil mengembangkan senyumnya. Kyuhyun juga tersenyum lalu membalikkan badannya berjalan meninggalkan Eunsun yang masih berdiri di depan gerbang sekolahnya. Punggung Kyuhyun makin jauh. Yeoja ini menghembuskan napasnya yang sejak tadi tertahan karena bersama Kyuhyun. Entahlah, dia tidak mengerti kenapa seluruh tubuhnya bereaksi aneh ketika berdekatan dengan Kyuhyun.

 

**

 

Matanya terpejam dan mulutnya melengkungkan senyuman tipis. Kyuhyun sedang menikmati lantunan lagu yang diputar oleh MP3 player miliknya melalui headseat. Lagu yang pelan namun manis yang bercerita mengenai perasaan suka terhadap seseorang seperti yang dialaminya sekarang. Suasana di sekitarnya pun sangat mendukung–taman kampus–menambah feel dari lagu yang didengarnya. Lagu itu benar-benar mencerminkan bagaimana isi hatinya.

 

Seorang namja yang berjalan di koridor tak sengaja melihat Kyuhyun yang duduk di salah satu bangku di taman, keningnya mengerut. Disipitkan matanya supaya bisa melihat dengan jelas. Benar Kyuhyun. Segera saja dilangkahkan kakinya untuk menghampiri sahabatnya itu. Eunhyuk duduk di sebelah Kyuhyun lalu melingkarkan lengannya di bahu namja itu membuatnya tersentak kaget dan membuka matanya.

 

“Ya.. Kyunie, kenapa kau ada di sini?” tanya Eunhyuk masih merangkul bahu Kyuhyun. “Bukankah kau tidak ada jadwal kuliah hari ini?” tanyanya lagi.

 

Kyuhyun melepaskan headseat dari telinganya. Tanpa memandang Eunhyuk dia menjawab, “Hanya ingin datang saja. Apa tak boleh?”

 

Isanghae.. biasanya kau paling malas kalau memang tidak ada kelas.”

 

Kyuhyun tidak menyahut, malah mengangkat tangan kirinya dan melihat jam yang melingkari pergelangan tangannya. Sudah hampir jam tiga. Dimasukkan MP3 player miliknya ke dalam tas beserta headseat kemudian bangkit dari duduknya. “Aku pergi dulu.” Katanya dan berlalu dari hadapan Eunhyuk.

 

Apa-apaan itu? Benar-benar aneh. Mata Eunhyuk mengikuti Kyuhyun yang berjalan meninggalkannya. Ada apa dengan sahabat baiknya itu? Demam? Tidak biasanya Kyuhyun bersikap begitu. Apalagi datang ke kampus di saat tak memiliki jadwal kelas. Sepertinya terjadi sesuatu. Hah.. entahlah, dia malas berpikir karena otaknya sudah disuruh bekerja keras selama kelas statistik yang baru saja di lewatinya.

 

**

 

Dimainkan kakinya–menggerak-gerakkan di atas aspal–sambil menyandarkan punggungnya pada tembok pagar sebuah gedung. Walau benci yang namanya menunggu, tapi Kyuhyun tetap melakukannya. Karena yang ditunggunya bukan teman, melainkan orang yang ia sukai, jadi tak masalah asal nanti bisa melihatnya. Dimasukkan kedua tangannya ke dalam saku hoodie biru yang melekat pada tubuhnya. Hampir jam empat, kenapa belum terlihat tanda-tanda para murid akan keluar?

 

Kyuhyun menghembuskan napasnya. Memperhatikan keadaan sekitarnya–jalan raya dilalui banyak kendaraan dan orang-orang yang berjalan di jalanan khusus pejalan kaki. Tangan kanannya merogoh saku celananya mengambil sebuah benda kecil berbentuk persegi panjang yang tersambung dengan kabel lumayan panjang. MP3 Player. Dipasangnya headseat yang sudah tersambung pada MP3 di telinganya kemudian memutar sebuah lagu. Lagu manis yang ia dengarkan sewaktu di kampus tadi.

 

Tanpa sadar bibirnya melengkung mendengarkan lagu itu. Kalau saja ia punya keberanian lebih.. akan dinyanyikannya lagu tersebut di depan yeoja yang ia sukai. Tapi rasanya tak mungkin mengingat jumlah pertemuan mereka baru beberapa kali dalam sebulan ini. Kyuhyun sibuk dengan jadwal kuliahnya, sementara si yeoja bersama jadwal sekolah. Sekali lagi Kyuhyun menghela napasnya dan memperbaiki posisi berdirinya yang menyandar–lama-lama punggungnya sakit. Karena telinganya tersumbat headseat, jadinya tak menyadari bel tanda jam sekolah berakhir berbunyi lima menit lalu.

 

Para murid sekolah berbondong-bondong keluar dari gerbang dan menyebar di sekitar gedung sekolah. Ada yang menyetop taksi, berjalan kaki dan bercengkrama di depan gerbang. Kyuhyun sendiri dibuat kaget karena sebuah tepukan cukup keras mendarat di pundak kanannya, sebab sejak mendengar lagu ia menutup matanya. Melihat seorang yeoja berseragam berdiri di sebelahnya dengan seulas senyum buru-buru dimatikan MP3 Player miliknya dan melepaskan headseat dari kedua telinganya.

 

Oppa menungguku?” tanya Eunsun menunjukkan muka menyelidik membuat namja di depannya ini sedikit salah tingkah dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal lalu menunjukkan senyum kikuk.

 

Kyuhyun yang berusaha menghindari tatapan Eunsun tak sengaja melihat pakaian yang dikenakan yeoja itu. Memakai celana training lalu rok sekolah? Apa yang dilakukannya? Pikir Kyuhyun. “Kau habis melakukan apa? Kenapa memakai celana?” tanyanya mengabaikan pertanyaan Eunsun barusan.

 

Eunsun menundukkan kepalanya melihat bagian kakinya. “Ah.. ne~ tadi aku bermain volley bersama teman-teman.”

 

“Kau bisa bermain volley?”

 

Yeoja ini menunjukkan cengirannya kemudian menggeleng. “Aninde.”

 

Hampir saja Kyuhyun jatuh terjungkal karena mendengar jawaban jujur Eunsun. Ikut memainkan volley tapi tak bisa bermain. Ya ampun.. ingin sekali Kyuhyun tertawa terbahak-bahak sambil memukul perutnya yang mulai terasa sakit. Ah, tapi tidak, itu sama saja mempermalukan Eunsun. Sekuat mungkin ia menahan tawanya, apalagi melihat eskpresi muka Eunsun. Bibirnya sedikit dimajukan, cemberut.

 

Daripada memikirkan tawanya yang bisa meledak kapan saja, Kyuhyun memiliki ide lain. Diraihnya tangan Eunsun lalu mengajak yeoja itu berjalan bersama di jalan khusus pejalan kaki. Mereka bergandengan tangan. Mata Eunsun mengerjap beberapa kali melihat tangannya yang kini digenggam oleh Kyuhyun. Jantungnya mulai berpacu dengan cepat, berdetak-detak tak karuan. Malu, Eunsun menundukkan kepalanya dan mengikuti langkah Kyuhyun di depannya. Ini pertama kali ia bergandengan tangan dengan seorang namja yang membuat dadanya bergemuruh.

 

**

 

Kyuhyun meletakkan tasnya di atas sebuah bangku bersamaan dengan tas milik Eunsun. Ditangannya terdapat sebuah bola berwarna putih yang ia beli di toko olahraga sebelum sampai di taman. Yah, sekarang Kyuhyun dan Eunsun berada di taman. Niat Kyuhyun ingin mengajari yeoja berseragam itu bermain volley, paling tidak teknik dasarnya terlebih dahulu. Dia berjalan menghampiri Eunsun yang berdiri tak jauh dari bangku kemudian melempar bola yang dipegangnya ke arah Eunsun yang refleks langsung menangkapnya.

 

Johta.” Kata Kyuhyun. “Kau punya refleksi yang bagus. Pertama-tama pashing atas. Ini cukup mudah.” Kyuhyun mendekati Eunsun. “Angkat tanganmu ke atas, lemparkan bola lalu tangkap. Lakukan tanpa jeda. Arra?”

 

Eunsun mengangguk mengikuti instruksi Kyuhyun. Ia melempar bola ke atas–tidak terlalu kuat–dan menangkapnya. Memang tidak terlalu sulit, tapi harus menahan sakit di leher karena harus terus mendonggakkan kepala. Beberapa kali Eunsun tidak dapat menangkap bola karena arah lemparannya tidak lurus ke atas, malah melambung dan jatuh dekat bangku dimana tas mereka diletakkan. Sekitar setengah jam melakukan pashing atas, Eunsun mulai bisa melakukannya dengan baik. Bola tidak melambung lagi dan tangannya cukup terbiasa menekuk sembilan puluh derajat untuk melempar bola.

 

Charanande[bagus], kau sudah bisa.” Kata Kyuhyun seraya menangkap bola yang Eunsun lempar ke atas.

 

Yeoja berseragam ini melompat-lompat kegirangan. “Yay! Aku bisa!”

 

Terlihat seperti anak kecil, tapi Kyuhyun suka melihatnya. Ia menggulum senyum. Ini seperti kencan, walau sebenarnya tidak. Banyak yeoja cantik yang Kyuhyun kenal, tapi yeoja di depannya itu sedikit berbeda. Polos, manis dan bersikap apa adanya. Lihat saja, kini Eunsun sedang berjoget-joget layaknya menari hula-hula disertai raut senangnya. Mau tak mau Kyuhyun tertawa melihat tingkah yeoja itu. Benar-benar manis.

 

“Aku bisa! Aku bisa! Hah.. tak boleh ada yang meremehkan Kim Eunsun!” sorak Eunsun yang tidak sadar mendapat perhatian dari Kyuhyun juga orang-orang di sekitar mereka. Bahkan Kyuhyun sampai menutup mulutnya supaya suara tawanya tidak keluar, tapi ia puas sekali bisa mendapatkan tontonan menyenangkan begini.

 

Lagi-lagi namja tampan berkulit putih pucat itu menahan tawanya. Ia tak boleh menertawai yeoja yang ia sukai. Kyuhyun mendeham keras untuk menetralisir keadaannya lalu menghampiri Eunsun yang berputar-putar di dekat bangku. Seketika Eunsun menghentikan kegiatan memalukannya, baru sadar kalau dari tadi ia bertingkah yang tidak-tidak dan menarik perhatian orang di sekelilingnya. Ditundukkan kepalanya, tak berani menatap Kyuhyun langsung.

 

Mianhae..” ujar Eunsun nyaris tak terdengar.

 

Gwenchanayo.” Tadi kau terlihat manis sekali, sambung Kyuhyun dalam hati. “Sekarang pashing bawah. Kau tahu cara melakukannya?”

 

Eunsun menengadahkan kepalanya. Bibirnya mengerucut lucu dengan muka tak enak. Bukan hanya mempermalukan diri sendiri, tetapi juga Kyuhyun yang bersamanya. Kim Eunsun, kau bodoh sekali. Dianggukkan kepalanya beberapa kali. Eunsun menggenggam kedua tangannya sendiri sehingga pergelangan tangannya berdempet. Walaupun tak tahu cara memainkan bola volley, tapi ia sedikit tahu mengenai tehnik-tehnik bermain volley. Kyuhyun dengan cepat melemparkan bola.

 

‘Duk’

 

‘Buagh!’

 

“AAAA~~!”

 

“Huwaaaa..!!” buru-buru Eunsun berlari menghampiri Kyuhyun yang terduduk di rerumputan sembari memegangi kepalanya yang terkena bola akibat pukulan Eunsun yang terlalu kencang. Bola dengan kekuatan penuh menghantam kepala Kyuhyun. “O-oppa.. gwenchanayo? Neomu appha?” tanyanya sembari memeriksa kepala Kyuhyun.

 

“Ssshh..” Kyuhyun meringis. Itu sakit sekali. Bola yang sangat keras memukul kepalamu, apa tidak sakit? Kyuhyun tidak menjawab pertanyaan Eunsun, hanya rintihan yang keluar dari mulutnya membuat Eunsun semakin merasa bersalah. Untungnya Kyuhyun bukan namja yang lemah, sakit ini bisa ia tahan. Setelah rasa sakitnya mulai berkurang, dijauhkan tangannya dan mendongakkan kepalanya.

 

Mata bulat hitamnya bertemu dengan sepasang intan bening cantik yang memancarkan kekhawatiran. Rasa sakit tadi seolah menghilang dan Kyuhyun tak merasakan apa-apa. Cuma sesuatu dalam dadanya bergemuruh. Ia terpesona dengan mata berwarna coklat bening itu. Indah, satu kata yang dipikirkan oleh otaknya. Biarpun banyak pasang mata yang pernah ia lihat, mata coklat bening yang bagaikan batu intan itulah yang paling sempurna menurutnya. Seakan tersihir untuk terus menatapnya.

 

Gwenchana, oppa? Apa masih sakit? Apa kita perlu ke rumah sakit untuk memeriksakan kepalamu?” runtun Eunsun karena tak mendapatkan respon dari Kyuhyun. “Oppa?” tangannya melambai di depan wajah Kyuhyun.

 

“A-ah.. ye? Kau bilang apa?”

 

Eunsun duduk di samping Kyuhyun sembari menghela napasnya. “Gwenchana? Mianhae.. aku terlalu kuat memukul bolanya tadi.”

 

Gwe-gwenchana.. sudah tidak apa-apa. Aku baik-baik saja.” Jawab Kyuhyun kikuk karena baru sadar dari lamunannya. Melihat raut kecemasan di wajah Eunsun, bibirnya sedikit melengkung. Membuktikan kalau yeoja itu perduli padanya. Kyuhyun menghela napas sebentar lalu membaringkan tubuhnya menatap langit yang mulai kemerahan. Berarti hampir senja. Hari yang cukup melelahkan.

 

**

 

Dengan terpaksa Eunsun membiarkan Kyuhyun mengantarkannya pulang, padahal ia bisa pulang sendiri menggunakan bus atau taksi atau berjalan kaki walau jarak taman dan rumahnya tidak terbilang dekat. Lagipula ini sudah malam, Kyuhyun pasti dicari oleh keluarganya. Sedangkan Eunsun? Satu-satunya orang yang menunggunya adalah kakak yang tinggal bersamanya. Memang Heejin menunggu, tapi tidak akan terlalu karena sibuk dengan kegiatannya. Tugas kuliah, pekerjaan rumah dan bermesraan dengan namjachingunya. Eunsun pun sudah terbiasa. Mandiri.

 

Eunsun merasakan genggaman di tangannya mengerat. Otomatis ia menunduk, melihat tangannya yang bertautan dengan tangan Kyuhyun. Pipinya menggembung lalu tersenyum. Seperti sepasang kekasih. Jujur, ia menyukai Kyuhyun. Memang pertemuan mereka sangat singkat, tapi tak ada salahnya menyukai namja itu ‘kan? Toh Eunsun sendiri belum yakin apakah perasaannya akan berkembang atau tidak. Ia hanya menyukai Kyuhyun. Siapa yang tidak menyukai namja berwajah tampan seperti Kyuhyun?

 

“Hari yang sangat menyenangkan.”

 

Sontak Eunsun mengangkat kepalanya dan menatap Kyuhyun yang sedang tersenyum. Tidak hanya tampan tetapi juga manis. Beruntung sekali bila ada yang berhasil memikat hati Kyuhyun dan menjadikan namja itu miliknya. Eunsun sendiri tidak berani berpikir ia dapat memiliki Kyuhyun untuk dirinya sendiri. Ia cuma gadis biasa yang tak mempunyai kelebihan istimewa. Tapi dengan begini saja.. rasanya sudah cukup. Tangan yang saling berpegangan, lebih dari cukup. Eunsun mengalihkan perhatiannya dan menatap ke depan. Yah, tidak mendapat yang lebih lagi pun tak masalah. Ia sudah sangat senang sekarang.

 

Johaneunde..”

 

Yeoja berseragam ini tersentak. Pegangan tangannya pada Kyuhyun terlepas dan ia berhenti melangkah. Apa yang barusan didengarnya benar? Telinganya belum rusak, jadi ia benar-benar mendengarnya. Satu kalimat yang langsung membuat jantungnya beroperasi lebih cepat dari semestinya. Kepalanya menunduk, memikirkan kata yang baru ia dengar.

 

Sedangkan Kyuhyun yang tahu Eunsun melepaskan tautan tangan mereka cuma berdiri di depan yeoja itu. Dia sadar baru mengucapkan satu kalimat yang menciptakan kecanggungan luar biasa diantara mereka. Kyuhyun sendiri sebenarnya tidak sengaja mengucapkannya. Karena terlalu senang maka kata itu keluar begitu saja dari mulutnya. Bagaimana ini? Bagaimana reaksi Eunsun? Kenapa yeoja itu melepaskan tangannya? Terkejut? Atau tidak bisa menerima? Kyuhyun sudah gelisah duluan.

 

Lama mereka berdiri diam di tengah jalan yang dilalui orang-orang. Tak perduli waktu yang terus berjalan dan orang yang lewat memandang aneh. Keduanya sibuk dengan pikiran dan hati masing-masing. Eunsun yang tidak percaya dengan pendengarannya, Kyuhyun yang merutuki kebodohannya mengucapkan satu kalimat yang tak seharusnya ia ucapkan sekarang.

 

Na-nado johayo..” ujar Eunsun terbata-bata dengan suara amat kecil.

 

Kyuhyun memutar tubuhnya menatap Eunsun yang kepalanya tertunduk. “Ye? Kau bilang apa?”

 

“A-ah.. aniyo. Lupakan saja. Aku tidak bilang apa-apa.” Sangkalnya sambil menggerakkan kedua tangannya menyatakan tidak. Ia berharap Kyuhyun tidak mendengar apa yang dikatakannya tadi. Memalukan. Mungkin kata ‘joha’ yang diucapkan Kyuhyun bermaksud tentang hari ini, sebab sebelumnya Kyuhyun mengatakan ‘Hari yang sangat menyenangkan’.

 

Kyuhyun memiringkan kepalanya bingung. Eunsun berlalu dari hadapan Kyuhyun menyembunyikan wajahnya–tidak mau melihat Kyuhyun dan berjalan duluan. Melihat yeoja yang ia sukai pergi–tak rela–refleks tangan Kyuhyun menarik kuat tangan Eunsun sehingga tubuh yeoja itu berputar ke arahnya dan jatuh ke dalam pelukannya. Tak hanya itu, ia juga sukses mendaratkan bibirnya di permukaan bibir Eunsun. Kedua tangan Kyuhyun melingkari tubuh kecil Eunsun, mendekapnya erat seolah tak akan membiarkan lepas.

 

Shock, kaget, Eunsun tidak tahu mesti berbuat apa. Sesuatu yang berada di atas bibirnya membuatnya tak mampu bergerak. Perlahan tangannya merayap di punggung Kyuhyun, balas memeluk namja itu. Apa perasaan sukanya terbalas? Apa pernyataan suka yang Kyuhyun lontarkan memaksudkan perasaan namja itu juga? Entahlah.. Eunsun tidak mau memikirkannya. Ditutup kedua kelopak matanya, meresapi sentuhan lembut di bibirnya.

 

Memang diluar dugaan, tapi tidak apa-apa ‘kan? Pelukan tangan Eunsun menjadi buktinya. Kyuhyun tersenyum dalam hati. Ketidaksengajaannya menghasilkan sesuatu yang membuatnya sangat bahagia. Dipereratnya pelukannya pada tubuh kecil dalam dekapannya. Miliknya dan tak akan ia biarkan lepas dari genggamannya. Kyuhyun mendengarnya dengan jelas perkataan Eunsun yang menyahuti kata ‘suka’nya.

 

 

***

[1] Saranghae..

Ebby’s Stories Line :

– Saranghae.. –

“Hari ini kita ada pertemuan dengan presdir dari perusahaan iklan Blue Shappire.” Beritahu Jaeyoon mengecek buku kecil yang selalu ia bawa-bawa sembari mengikuti langkah seorang namja di depannya. “Sebelum jam makan siang.” Lanjutnya kemudian menutup bukunya dan memasukkannya ke dalam saku di balik jasnya.

“Blue Shappire?” ulang Kyuhyun memastikan pendengarannya baik-baik saja. Aneh, perusahaan bernama Blue Shappire. Walau tak dipungkirinya beberapa bulan terakhir ia cukup sering mendengar nama itu disebut-sebut karena keberhasilannya membuat iklan terkenal yang bahkan satu detiknya bisa menghasilkan uang jutaan won.

Jaeyoon menganggukkan kepalanya biarpun tak dilihat Kyuhyun. “Mungkin pendirinya menyukai warna biru.”

“Yah..” sahut Kyuhyun. Tak berniat melanjutkan pembicaraan ini.

“Tapi.. kudengar presdirnya seorang yeoja yang sedang hamil tua.” Kata Jaeyoon yang langsung membuat Kyuhyun menolehkan kepalanya menatap namja ini dengan kening mengerut. Tentu saja, pernyataan Jaeyoon barusan menimbulkan banyak pertanyaan dalam benak Kyuhyun.

Bagaimana seorang yeoja sedang hamil tua mengawasi perusahaan? Ayolah.. biasanya ibu hamil lebih memilih berdiam diri di rumah bukan bekerja. Atau mungkin karena tak ada orang lain yang bisa ditunjuk untuk mengurus perusaan sampai seorang yeoja hamil menanganinya? Benar-benar menggelikan. Dalam dunia bisnis, baru kali ini dia menemukan kasus begini.

Jaeyoon mengangguk-anggukkan kepalanya membenarkan apa yang dikatakannya tadi. “Dan.. rumor lainnya yang kudengar, presdir belum menikah.”

“Mwo?!” Kyuhyun makin tak percaya mendengarnya. Apa ini sebuah lelucon? Kalau iya, sungguh tak lucu. Ada yang begitu? Membiarkan yeoja hamil yang belum menikah memimpin perusahaan. Tidakkah itu memperburuk citra perusahaan? Orang jaman sekarang memang aneh.

Kyuhyun jadi membayangkan seperti apa orang yang tengah ia bicarakan dengan asisten pribadinya, Jaeyoon–yang lebih muda darinya. Apa bisa seorang yeoja hamil mengikuti pertemuan nanti? Dia makin penasaran. Sebuah smirk mengerikan terukir di bibirnya. Orang seperti itu tak layak menduduki kursi presdir, lebih baik beristirahat di rumah. Akan dibuatnya si presdir meyesal karena berani memimpin suatu perusahaan dengan keadaan yang membuat orang lain berpikir ratusan kali untuk bekerja sama dengan perusahaannya.

**

Kyuhyun memutar-mutar ponsel yang berada di tangannya. Sepuluh menit lagi jam makan siang, tapi si presdir Blue Shappire belum muncul-muncul. Ruang pertemuan ini sudah dipenuhi oleh orang-orang dari perusahaan lain. Dia pun sudah setengah jam duduk di kursinya. Cih, kemana sebenarnya si presdir? Apa memang suka mengulur waktu membuat kliennya menunggu? Menyebalkan. Benar-benar tak pantas duduk di kursi presdir. Dilihatnya Jaeyoon yang sepertinya sibuk menulis di buku agendanya. Mungkin sedikit merubah jadwal hari ini. sebenarnya kemana si presdir hamil itu?

Krieett.. suara deritan pintu terdengar cukup jelas di ruang ini. Melihat yang lainnya berdiri, Kyuhyun ikut bangkit dari kursinya. Ditolehkannya kepalanya melihat orang yang menjadi objek perhatian yang baru masuk ke dalam ruangan. Matanya menangkap sesosok yeoja berjalan membelakanginya menuju kursi yang telah di siapkan untuk presdir. Sengaja diperhatikannya bentuk tubuh yeoja itu. Benar saja, perutnya besar sekali. Yang dikatakan Jaeyoon memang betul. Smirk itu terlihat lagi di bibirnya.

Saat presdir sampai di kursinya, seorang namja yang tampaknya adalah asistennya menggeser kursi itu ke belakang. Presdir memutar tubuhnya sehingga berhadapan dengan para tamunya. Wajahnya datar dan dia kelihatan tenang. Kyuhyun yang tadi memasang smirk dan bersiap untuk menyudutkan si presdir membelalakkan matanya lebar-lebar dengan mulut terbuka. Mengetahui ternyata presdir adalah orang yang sangat ia kenali, Kyuhyun sangat terkejut.

Wajah itu.. mata, hidung, bibir dan lengkungan semyumnya, masih menempel dalam ingatannya. Tak akan mudah dilupakannya, meski telah lama berlalu. Bagaimana bisa bertemu lagi? Kyuhyun tidak mengharapkannya dan tak pernah dibayangkannya hari ini akan datang. Dan lagi, presdir? Oh tidak! Bahkan sebelumnya Kyuhyun mengejeknya. Dia menyesal sudah menghinanya, walau itu dalam hati. Matanya masih fokus mengawasi si presdir dengan muka terkejutnya.

“Jweisonghamnida..” ujarnya membungkukkan sedikit tubuhnya disambut bungkukkan juga dari yang lain–kecuali Kyuhyun. “Aku ada sedikit urusan, makanya terlambat.” Imbuhnya mengumbar senyum.

Gesturnya terlihat sangat sopan. Tapi, senyum itu.. Kyuhyun tahu, itu bukanlah sebuah senyum yang tulus. Hanya senyum palsu yang biasa digunakan orang-orang supaya apa yang ada dalam dirinya tidak diketahui orang lain. Senyum yang dulu selalu ia lihat terpatri di bibir itu berbeda, menampilkan aura yang dapat membuatnya merasa nyaman, senyuman yang terasa meringankan bebannya, mengalirkan kehangatan dalam dadanya dan ikut menyebabkan bibirnya mengembangkan senyuman. Kemana perginya senyum itu? Apa sudah hilang?

Pandangan mereka beradu–Kyuhyun dan si presdir–namun yang ia dapatkan dari sorotan matanya adalah kekosongan. Tak tersirat apapun disana, cuma menampilkan sepasang mata yang cantik. Berwarna coklat bening. Jangan lupakan wajah datar yang belum menunjukkan ekspresi apapun. Kyuhyun bagaikan dihempaskan dari tebing yang sangat tinggi dan ia mendarat ditumpukan batu, meremukkan tubuhnya juga meretakkan tulang-tulangnya. Rasanya dadanya penuh, sesak, napasnya sedikit tersendat mengalami kenyataan yang tak pernah diharapkannya.

Presdir mengalihkan pandangannya lalu duduk di kursinya diikuti oleh yang lain, begitu pula dengan Kyuhyun–tapi matanya tetap fokus pada si presdir yang sama sekali tidak memperdulikannya. Namja berpakaian rapi di belakang presdir meletakkan sebuah map yang tentu berisi berkas-berkas di atas meja di hadapan yeoja itu yang langsung membukanya. Melihatnya, Kyuhyun merasa lebih baik dia mati ketika terjatuh.

“Baik, ayo dimulai.” Kata presdir memulai rapat mereka. Para perwakilan dari beberapa perusahaan tersebut menganggukkan kepalanya dan membuka map yang mereka bawa masing-masing.

Meeting dengan pembahasan proyek iklan yang melibatkan suatu produk yang sebenarnya sudah sangat terkenal di Seoul. Tapi karena produk itu akan di pasarkan ke luar negeri, makanya memerlukan iklan. Sewaktu semuanya sudah sibuk dengan berkas-berkasnya, Jaeyoon malah sibuk menoel-noel tangan Kyuhyun yang terletak di atas meja. Atasannya itu sama sekali tak bergerak, hanya memfokuskan tatapannya pada si presdir membuat Jaeyoon kelimpungan untuk menyadarkannya.

“Sajangnim..” desis Jaeyoon. Bahkan kakinya ikut berpartisipasi di bawah meja panjang ini. menendang-nendang kaki Kyuhyun agar menoleh kepadanya. Namun hasilnya nihil, tetap saja namja yang sudah menjadi hyungnya itu tak menggerakkan badannya. Jaeyoon semakin panik. Apa yang harus dilakukannya? Kenapa pula Kyuhyun bersikap begitu? Tidak biasanya. Secepat kilat, disambarnya map yang berada di hadapan Kyuhyun dan mulai membacanya.

Kenapa? Bagai ada ribuan pedang dalam dadanya yang berusaha mengoyakkan tubuhnya. Sakit, perih, pedih bercampur meningkatkan suatu rasa yang dulu mati-matian ia kubur dalam hatinya. Ditatapnya intens presdir yang tampak berkutat dengan kertas-kertas yang di pegangnya. Mengapa senyum palsu tadi terasa sangat menyakitkan.. dan tatapan kosong itu seolah mengiris kulitnya sedikit demi sedikit. Rasanya Kyuhyun ingin segera pergi dari tempat ini, tapi bahkan tubuhnya tak mau menuruti kemauannya. Dia tidak kuat. Kenangan di masa lampau terbayang di benaknya yang menyuruhnya mengingat kembali detik-detik yang ia lalui dengan perasaan bahagia yang melimpah ruah.

Bukan kenangan indah bila diingat di keadaan seperti ini, malah menjadi bayangan yang ingin ia lemparkan jauh-jauh. Sorot matanya yang biasa menatap tajam setiap orang kini terlihat sayu.. memancarkan sesuatu yang perlahan bangkit dari dasar hatinya. Kenapa hari ini harus ada? Kenapa dia harus melihatnya? Melihatnya dengan keadaan berbeda, dengan ekspresi begitu. Padahal dia sudah berdoa agar tidak dipertemukan lagi. Apa mereka memang ditakdirkan bersama? Kyuhyun menekan pikiran itu. Tidak. Dari awal sudah banyak yang tidak menyukainya, jadi tidak mungkin.

**

Pertemuan–meeting–ini berjalan cukup lancar bila melupakan Kyuhyun yang tiba-tiba menjadi patung di dalam ruangan, sampai Jaeyoon mengambil alih pekerjaannya yang seharusnya memberikan pendapat dan menyetujui iklan yang akan mereka buat. Untungnya tidak ada yang menyadari keanehan perwakilan dari Cho Corp. itu. Jaeyoon membereskan kertas dalam mapnya kemudian berdiri dan menghampiri Kyuhyun yang ikut berdiri ketika presdir beranjak dari kursinya. Hal tersebut membuat dahi Jaeyoon berkerut-kerut heran.

Presdir berjalan menuju pintu di buntuti beberapa orang di belakangnya yang mencoba mengajaknya mengobrol. Yah, tentunya melakukan pendekatan supaya bisa bekerja sama lagi di lain waktu. Presdir menyadari tatapan Kyuhyun yang tak lepas darinya semenjak masuk ke dalam ruangan ini. Sengaja dilirikkannya matanya ke arah Kyuhyun. Menatapnya sebentar seakan memberi sapaan dan berlalu begitu saja.

“Ah, meetingnya sudah selesai?” suara halus yang berasal dari depan pintu menghentikan langkah mereka yang ingin keluar ruangan. Tampak seorang namja bertubuh tinggi dengan senyum manisnya berdiri di dekat pintu sambil melemparkan tatapannya pada presdir.

Presdir terlihat sedikit kaget. “Yogi issoseo?”

Yang lainnya cuma membungkukkan badan sedikit memberi sapaan walau tak tahu siapa namja itu yang kelihatannya saling mengenal dengan presdir. Mereka berpamitan pada presdir dengan kode anggukan kepala yang tentu di balas presdir dan keluar dari ruangan.

Si pria manis melebarkan senyumnya sembari menganggukkan kepalanya. “Menunggumu..” katanya. “Ya, ibu hamil tidak boleh terlalu lelah. Kajja ku antar ke kantormu.” Diulurkannya tangannya.

Presdir tersenyum lembut dan menyambut uluran tangan di depannya. “Gomawo..”

Sakit. Seperti ada batu-batu runcing berterbangan dalam ruang hatinya dan membentur setiap dinding yang telah terluka. Melihat kedua tangan itu saling bergandengan dan berjalan beriringan keluar dari ruangan meeting ini. Air muka Kyuhyun sangat berbeda, Jaeyoon yang melihatnya tidak mampu mengucapkan apapun karena tidak mengerti apa yang terjadi pada atasannya itu. Salah-salah ia yang dimarahi oleh namja itu. Jaeyoon tak mau mengambil resiko berat, dimarahi sama dengan menjalani hukuman menjadi budak Kyuhyun selama seminggu. Begitu peraturan yang mereka buat.

Tangan kanan Kyuhyun bergerak ke arah depan dadanya kemudian memukul-mukulnya sendiri. Desisan keluar dari mulutnya disertai cairan bening yang menetes tanpa komando. Jaeyoon terperangah melihatnya. Kyuhyun menangis? Wae? Seumur hidupnya baru kali ini ia melihat Kyuhyun mengeluarkan air matanya tanpa sebab ditambah dengan reaksinya yang layaknya orang frustasi. Kyuhyun terus memukuli dadanya ingin mengalihkan rasa sakit di hatinya ke sakit pukulannya, namun tentu saja percuma.

“Kenapa rasanya sakit sekali?” gumamnya dibarengi cairan bening lain yang meluncur bebas dari sudut mata kirinya.

Meski tak tahu–benar-benar tidak tahu–Jaeyoon tidak tega melihat Kyuhyun seperti itu. Dipegangnya lengan kiri Kyuhyun yang berjuntai lemas. Memandangnya juga sedih. “Hyung..” ujarnya pelan. Dia berani memanggil Kyuhyun dengan sebutan ‘hyung’ karena cuma mereka yang ada di dalam ruangan.

**

Kyuhyun membuka mulutnya lebar-lebar lalu menguap sambil merentangkan kedua tangannya kemudian menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan guna merilekskan otot-otot sendinya yang terasa kaku. Ditutupnya laptopnya yang terbuka dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Tangannya memanjang meraih sebuah mug lalu mengambilnya. Saat akan meminum isinya, matanya melihat bahwa mug itu sudah kosong. Ah, dia kehabisan minumannya. Di perhatikannya sekitarnya yang ramai. Sepertinya para pelayan sedang sibuk. Diletakkannya lagi gelasnya di atas meja.

Ditolehkannya kepalanya ke sebelahnya melihat seorang namja yang sejak dua jam lalu menemaninya duduk di dalam café ini. Namja itu baru saja menutup laptopnya, sama seperti yang dilakukan Kyuhyun tadi. Disandarkannya punggungnya pada sandaran kursi kemudian menolehkan kepalanya sehingga tatapannya dan Kyuhyun beradu.

“Apa kau sudah selesai?” tanya Eunhyuk sambil menguap. “Haah.. melelahkan sekali.” Katanya mengangkat tangannya tinggi-tinggi ke atas dan mengerang pelan saat merelaksasikan sendinya yang lumayan pegal. Dihembuskannya napasnya dengan kasar setelah menurunkan kedua tangannya.

“Tugas kali ini benar-benar menguras tenaga. Kenapa harus menyiapkan makalah sebanyak seratus halaman! Bagi yang tidak mengerjakannya tidak akan mendapatkan nilai kelulusan darinya. Huh, apa-apaan itu?!” marah Kyuhyun sambil mengepalkan kedua tangannya. Dia sempat mengeram serta menggertakkan giginya.

“Yah! Tugas ini selesai, aku tak mau masuk ke dalam kelasnya!” Eunhyuk ikut berkomentar mengenai tugas dan kyusungnim yang menjadi topik pembicaraannya bersama Kyuhyun. “Ah, aku mau ke toilet dulu.” Katanya kemudian bangkit dari duduknya.

Tepat setelah Eunhyuk mendorong kursinya ke belakang dan baru beranjak satu langkah dia di tubruk seseorang dari depan yang sukses membuatnya terhuyung ke belakang. Eunhyuk tidak jatuh, tapi orang yang menubruknya yang jatuh menimbulkan bunyi debuman yang tak terlalu keras. Kyuhyun berdiri melihat insiden kecil itu dan Eunhyuk yang berhasil mengendalikan tubuhnya segera mendekati seseorang yang terduduk di lantai dengan kepala tertunduk.

“Gwenchana?” tanya Eunhyuk mencoba melihat keadaan si penubruk, tapi karena rambutnya yang sangat panjang menutupi seluruh wajahnya jadinya ia hanya melihat warna hitam di depannya. Diraihnya tangan kecil itu dan membantunya berdiri. “Gwenchanayo?” tanyanya lagi.

Yeoja–yang menubruk Eunhyuk–mengangkat kepalanya lalu merapikan rambutnya yang berantakan sehingga memperlihatkan keseluruhan wajahnya yang tadinya ditutupi rambut. Wajah kecil yang memiliki sepasang mata cantik, hidung kecil dan bibir yang tipis juga kulitnya yang putih langsung menghipnotis Eunhyuk di tempat. Matanya mengerjap beberapa kali membuat yang melihatnya akan mengatakan dia baru saja melakukan aegyo yang paling imut.

“Jweisonghamnida..” ujarnya seraya membungkukkan badannya beberapa kali. “Aku tidak melihat jalan karena asik dengan ponselku. Jweisongeyo..” lanjutnya.

“Aniya. Gwenchana..” balas Eunhyuk tersenyum memperlihatkan gusinya yang berwarna pink. “Berhati-hatilah..” pesannya pada yeoja yang berdiri di depannya.

Dia mengangguk. “Ye, sekali lagi maaf.”

Giliran Eunhyuk yang mengangguk. Yeoja itu pun berlalu meninggalkan Eunhyuk diikuti mata Kyuhyun yang entah mengapa ingin melihatnya. Eunhyuk menoleh dan mendapati Kyuhyun tengah memperhatikan ke arah yeoja yang tadi bertabrakan dengannya. Ia terkekeh pelan melihat reaksi teman sekaligus dongsaengnya itu.

“Ya!” seru Eunhyuk tepat di telinga Kyuhyun yang diam.

Kyuhyun kaget dan sontak menoleh. “Eh? Wae?”

“Ha ha..” Eunhyuk tertawa. “Sehabis aku dari toilet kita pulang, ne? Aku ingin istirahat.” Katanya.

Kyuhyun cuma mengangguk tanpa membalas perkataan Eunhyuk. Setelahnya namja berlesung pipi kecil di sudut bibir kirinya itu melangkahkan kakinya meninggalkan Kyuhyun yang sudah mendudukkan kembali dirinya di kursi. Aneh, kenapa aku ingin melihatnya wajahnya lagi? Kyuhyun menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan mencari objek yang ingin dilihatnya. Ah, sudahlah.. tidak penting. Dia pun membereskan barang-barangnya yang berserakan di atas meja.

**

Jam pelajaran sudah berakhir sepuluh menit lalu dan beberapa mahasiswa maupun mahasiswi banyak yang keluar kelas untuk melanjutkan kelas selanjutnya atau mampir ke kantin. Sedangkan Kyuhyun menikmati waktu istirahatnya ini dengan mendengar lagu. Selesai menyambungkan MP3nya pada headseat, dipasangkannya kedua ujung headseat ke telinganya kemudian memutarkan lagu. Sambil mendengarkan lagu dimasukkannya tangannya ke dalam tasnya dan mengambil sebuah buku dari dalamnya. Yah, membaca sambil mendengarkan lagu adalah kebiasaan rutin seorang Cho Kyuhyun.

Belum lama Kyuhyun membolak-balikkan halaman bukunya, di depan matanya muncul sesuatu yang menarik perhatiannya. Sebuah kertas dengan gambar yang err~ agak menyeramkan menurutnya. Bukan menyeramkan dalam artian sebenarnya–menyeramkan karena ia tidak bisa mendeskripsikannya dengan baik dan hanya menemukan kata ‘seram’. Dipicingkannya matanya dan mengangkat kepalanya melihat siapa dalang yang menyodorkan gambar-gambar itu padanya.

“Kau membeli DVD yadong baru?” sambarnya yang melihat Eunhyuk tersenyum lebar di depannya. Dia sudah berteman dengan Eunhyuk selama dua tahun dan itu membuatnya mengenal tabiat buruk sahabatnya itu. Kyuhyun menutup bukunya malas lalu melepas headseat yang dipakainya dan mematikan MP3 Playernya.

Eunhyuk duduk di kursi yang sudah di putarnya menghadap Kyuhyun. “Ini bukan DVD, tapi ini game..” katanya sedikit berbisik–takut-takut mahasiswa yang masih berdiam di kelas mendengar ocehannya yang bisa membangkitkan rasa ingin tahu mereka.

“Mwo? Game?!” mata Kyuhyun melotot dengan raut muka kagetnya. Eunhyuk harus menahan tawanya agar tidak meledak dan memuncratkan hujan lokal di depan muka Kyuhyun melihat ekspresi namja itu yang sangat lucu menurutnya.

Dia mengangguk dengan senyum sumringahnya. “Ne. Aku ingin mencobanya. Eottae?”

“Ash! Biar aku tahu yadong, aku tak mau memainkan permainan itu!” hentaknya kesal. Mengerucutkan bibirnya membuatnya terlihat imut. Kalau saja Kyuhyun perempuan, Eunhyuk pasti sudah memacarinya sejak pertama bertemu. Dia mempunyai perpaduan wajah cantik dan tampan.

“Kau mencari Lee Hyukjae? Dia ada di dalam.”

Mendengar namanya disebut, Eunhyuk memalingkan wajahnya dan melihat ke arah pintu. Begitu pula dengan Kyuhyun. Penglihatan mereka menemukan seorang yeoja berseragam masuk ke dalam kelas melongokkan kepalanya ke sana kemari melihat seisi kelas. Eunhyuk berdiri dari kursinya dan menghampiri yeoja yang mencarinya itu.

“Kau mencariku?” tanya Eunhyuk setelah berada di dekat si yeoja berseragam. Ia merasa familiar dengan wajahnya. Tapi tak ingat pernah bertemu dimana.

“Hyukjae-ieyo?” tanya memastikan namja yang berdiri di depannya adalah orang yang ia cari.

Eunhyuk mengangguk. “Ye, Hyukjae imnida.”

“Ah.. ige. Heejin eonni menyuruhku memberikan ini padamu.” Disodorkannya kotak berwarna pink yang sejak tadi berada dalam genggamannya. Ragu-ragu Eunhyuk menerimanya. Nama Heejin sudah tak asing lagi ditelinganya dan ia mengenal betul siapa yeoja itu.

“Gomawo..” ucap Eunhyuk sambil membungkukkan sedikit badannya. Yeoja berseragam tersebut ikut membungkukkan badannya kemudian bersiap berbalik. Melihat rambut panjangnya yang bergerak membuat ingatan Eunhyuk kembali pada kejadian beberapa hari dalam café saat ia ingin pergi ke toilet. Ah, dia ingat. “Jamsimaneyo!”

Si yeoja berseragam menghentikan langkahnya kemudian membalikkan badannya. “Ye?”

“Kau yang waktu itu ‘kan? Café.”

Yeoja ini tampak mengingat-ingat apa yang dikatakan Eunhyuk. Tak berapa lama ia mengembangkan senyumnya dan mengangguk. “Ne. Kim Eunsun imnida. Banggapseumnida.” Katanya bersemangat sambil membungkukkan badannya hormat.

“Ye, banggapta.” Balas Eunhyuk juga tersenyum.

Yeoja yang mengaku bernama Eunsun itu membungkuk lagi dan benar-benar keluar dari dalam kelas. Setelah memastikan Eunsun keluar, barulah Eunhyuk kembali ke tempat duduk yang tadi ia duduki. Diletakkannya kado yang ia dapat di atas meja dan memperhatikannya. Kotak kecil dilapisi kertas kado berwarna pink dengan motif love. Dia menyunggingkan senyumannya. Manis sekali, pikirnya.

“Mwoya?” tanya Kyuhyun yang melihat Eunyuk tersenyum sendiri saat memperhatikan kotak kecil itu.

Eunhyuk mengangkat kepalanya. “Molla.”

“Heejin, nuguya?” tanya Kyuhyun lagi.

Eunhyuk melirik Kyuhyun yang memperlihatkan muka ingin tahunya. Dia menghela napas sebentar. “Ya! Apa kau lupa? Heejin itu yeojachinguku!”

“Eh? Jinca? Lalu kenapa bukan dia yang datang? Kenapa harus yeoja tadi?” rentetnya minta di jawab. Lagi, Eunhyuk menghela napas. Sepertinya Kyuhyun harus sering makan obat supaya tidak cepat amnesia dadakan.

Hampir saja Eunhyuk melayangkan jitakan di kepala Kyuhyun kalau saja tidak melihat tampang polos namja itu. “Heejin itu pemalu.” Katanya menahan rasa kesal dan bersikap pura-pura manis pada Kyuhyun. Mendengar penjelasan singkat Eunhyuk, Kyuhyun hanya menganggukkan kepalanya sembari mulutnya menyimbolkan huruf ‘O’ membuat Eunhyuk kembali mengelus dada.

**

To : Changmin

Ye, sebentar lagi aku sampai.

Kyuhyun membuka aplikasi game pada ponselnya setelah membalas pesan dari salah satu teman kampusnya yang bernama Changmin. Dia ada janji bertemu dengan namja pecinta makanan itu untuk membantunya menyelesaikan suatu tugas yang diberikan oleh kyusungnim–karena Kyuhyun satu kelompok bersama Changmin. Menemukan satu game yang sering dimainkannya, segera saja dibukanya. Kyuhyun menyandarkan puntggungnya ke sandaran kursi untuk menyamankan posisi duduknya.

“Kyu..”

“Hm..” deham Kyuhyun. Perhatiannya ia fokuskan pada ponsel di tangannya.

“Apa kau yakin akan bekerja di perusahaan appa?” sesekali Ahra–kakak perempuan Kyuhyun yang tengah menyetir–melirik adik kesayangannya itu yang tetap memperhatikan ponselnya. “Kau ‘kan masih mudah.” Sambungnya.

Kyuhyun menghembuskan napasnya, mepause gamenya dan menurunkan tangannya yang terangkat. Ditolehkannya kepalanya melihat Ahra yang kini menatap jalanan di depan mereka. Wajar saja, nunanya itu bertanya padanya sebab tahu ia akan menggantikan posisi nunanya membantu ayah mereka mengelola perusahaan. Biar masih muda dan tercatat sebagai mahasiswa di Kyunghee University, Kyuhyun tak keberatan. Dia senang melakukannya. Ditariknya kedua ujung bibirnya, tersenyum tipis.

“Aku yakin!” jawab Kyuhyun mantab. “Jadi, nuna harus menyelesaikan study dengan nilai terbaik. Gwenchana, geokjeongmal.”

Terlihat lengkukan di bibir Ahra. Yah, dia tak perlu khawatir dengan adiknya itu. Juga Kyuhyun termasuk anak yang pintar, terbukti namja itu berhasil membawa piala sewaktu mengikuti olimpiade matematika. Dia bisa percaya pada Kyuhyun. “Arraseo. Aku cuma khawatir dengan pergaulanmu. Kau akan jauh dari teman-temanmu karena terlalu sibuk.”

“Aku masih bisa bertemu mereka di kampus atau mungkin mengajak mereka berkunjung ke perusahaan..” Kyuhyun melebarkan senyumnya. Diperhatikannya jalanan yang mereka lewati. Gamenya sudah ia matikan dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya, tak berminat bermain lagi.

Hening. Ahra tidak berbicara lagi begitu pula Kyuhyun. Bukan ingin me-kikukkan suasana, tapi karena memang tak ada yang harus dibicarakan lagi. Yeoja itu sudah cukup puas mendengar perkataan Kyuhyun. Sebenarnya, adiknya juga pendiam dan jarang bergaul, jadi tak akan ada masalah. Sedangkan Kyuhyun menikmati pemandangan di luar yang ia lewati.

“Ah, nuna berhenti di sini!” seru Kyuhyun tiba-tiba.

Ahra yang mempunyai gerakan gesit langsung menepikan mobilnya. Setelah Ahra membuka kunci pada mobil, langsung Kyuhyun mendorong pintunya dan turun. Dia sengaja tidak menutup pintunya dulu. Dilongokkannya kepalanya ke dalam mobil melihat nunanya.

“Gomawo nuna.. josimhae.” Kata Kyuhyun bermaksud berpamitan pada kakaknya.

Ahra memamerkan senyumnya. “Ne. Apa nanti perlu ku jemput?”

“Aniya, aku minta diantar Changmin saja.” Sahut Kyuhyun menggelengkan kepalanya.

“Baiklah.. aku pulang. Kalke~”

Kyuhyun mengangguk kemudian menutup pintu mobilnya. Setelah memastikan mobil nunanya melaju di jalanan, ia baru membalikkan badannya melihat sebuah café di depannya. Tempat ia berjanji bertemu dengan Changmin. Segera Kyuhyun melangkahkan kakinya menuju café itu. Dipegangnya handle pada pintu masuk café lalu mendorongnya untuk membukanya.

Sret.

‘Duk’.

“Aw..”

Eh? Diarahkannya pandangannya pada sesuatu di balik pintu. Tepat di hadapannya ada seseorang berdiri sambil memegangi keningnya yang barusan terantuk ketika Kyuhyun mendorong pintu. Dia mengusap-usap keningnya sembari menggerutu tak jelas. Suaranya sangat kecil sehingga yang terdengar seperti bisik-bisik, Kyuhyun pun tak mengerti apa yang dikatakannya. Setelah sakit di keningnya berkurang, diangkatnya kepalanya dan melihat Kyuhyun yang tampaknya masih sedikit terkejut.

Melihat wajahnya, Kyuhyun mengenali yeoja yang berdiri di depannya. Dia.. adalah yeoja yang menubruk Eunhyuk dan yang mengantarkan hadiah kecil dari yeojachingu namja pervert itu. Tak akan mudah Kyuhyun melupakan wajah seseorang yang–mungkin–sudah masuk ke dalam ruang hatinya. Yeoja itu kelihatan mengerjapkan matanya beberapa kali.

“Jweisongeyo..” ujarnya sopan dan membungkukkan badannya sebagai permintaan maafnya karena sudah mengganggu namja itu masuk ke dalam café. Kenapa akhir-akhir ini dia sering sekali menabrak orang? Di dalam tadi pun ia hampir menjungkir balikkan pelayan café. Kemudian menyingkir dari pintu lalu berjalan meninggalkan Kyuhyun yang mengikuti pergerakannya.

“Jamsiman!” panggil Kyuhyun sedikit berteriak. Yeoja itu berhenti dan memutar tubuhnya, memandang Kyuhyun tidak mengerti. “Neo.. Heejin chingu-eyo?”

Dimiringkannya kepalanya terlihat berpikir sejenak. Dia kenal Heejin eonni? Mungkin temannya. “Ye, nuguseo?”

“Naneun Hyukjae chingu.. Cho Kyuhyun imnida.” Kyuhyun membungkukkan badannya.

Dia menganggukkan kepalanya kemudian mengukir senyum. “Kim Eunsun-ieyo. Eung, aku harus pulang. Bangapseumnida Kyuhyun-ssi.” Pamitnya sambil menundukkan kepalanya sebentar.

Kyuhyun balas mengangguk. Dilihatnya Eunsun berlalu meninggalkannya. Ah, hatinya terasa seperti dipenuhi oleh bunga-bunga yang baru bermekaran. Senang sekali. Entah sejak kapan senyum itu mengembang di bibirnya, Kyuhyun menikmatinya. Setelah punggung Eunsun tak terlihat lagi, dia pun masuk ke dalam café. Mencari-cari sosok Changmin yang sudah terlebih dahulu sampai di dalamnya.

Changmin duduk di sudut café tengah memelototi laptopnya. Tanpa pikir panjang, langsung dihampirinya namja itu dan duduk di kursi yang berada di hadapannya. Menyadari kehadiran seseorang di dekatnya, Changmin buru-buru mengalihkan pandangannya dan mendapati Kyuhyun sudah duduk di kursi di depannya. Dia tersenyum lega melihat temannya yang jenius sudah datang.

“Ah.. syukurlah kau datang!” seru Changmin sambil mendesah lega kemudian menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Kyuhyun meliriknya sebentar dan mengeluarkan laptop miliknya yang ia simpan dalam tas selempangnya. Meletakkannya di atas meja dan menghidupkannya.

“Kau sudah sampai dimana?” tanya Kyuhyun tak mau membuang waktu banyak untuk mengerjakan tugas mereka. Dia sibuk mencari-cari file yang ia kerjakan semalam dalam folder tugasnya. Ketemu! Langsung dibukanya.

“Aku baru membuat kata pengantarnya.” Jawab Changmin malas.

Kyuhyun langsung melotot ke arah Changmin. “Mwo?!”

**

Diletakkannya tasnya ke atas meja yang ia tempati dan duduk di kursi. Di sampingnya Eunhyuk tanpa berkonsentrasi pada benda kecil di tangannya, memperhatikan layarnya saksama sambil tersenyum dan terkikik sendiri. Kedua alis Kyuhyun bertaut melihat sahabatnya itu. Aneh sekali. Pagui-pagi sudah bertingkah layaknya orang gila. Diangkatnya kepalanya sedikit dan mengintip apa yang sedang dilihatnya Eunhyuk sampai tersenyum-senyum seperti orang gila.

Di layar ponsel Eunhyuk terpampang sebuah pict yang menjadi objek penglihatannya. Di pict itu terlihat dua orang yeoja tersenyum senang dengan background taman bermain. Mungkin habis bermain. Yang satu tersenyum sambil menggembungkan pipinya sehingga terlihat menggemaskan sedangkan yang satu lagi tersenyum dengan gaya tangan membentuk huruf V membuatnya terlihat manis. Bukan hal luar biasa, namun Eunhyuk senang sekali melihat wajah kekasihnya terlihat ceria.

Kening Kyuhyun mengerut melihat yeoja yang tersenyum dengan gaya huruf V-nya. Itu.. yeoja yang kemarin di temuinya sewaktu akan masuk ke dalam café juga yang mengantarkan bingkisan untuk Eunhyuk. Berarti di sebelahnya adalah Heejin, yeojachingu Eunhyuk? Jadi mereka memang berteman. Tanpa sadar, Kyuhyun ikut tersenyum melihat pict itu.

“Ah..” Eunhyuk merubah posisi duduknya. Menyadari ini, dengan sigap Kyuhyun menjauhkan diri dari sahabatnya dan berpura-pura sibuk dengan tasnya. Eunhyuk melihat Kyuhyun, dia tekekeh pelan. “Kyunie, coba lihat ini.” diperlihatkannya ponselnya pada Kyuhyun.

Kyuhyun memperhatikan sebentar. “Yeppeo..”

“Mullonijyo, yeojaku memang neomu-neomu yeppeo.” Kata Eunhyuk bangga dan melihat ponselnya lagi.

Kyuhyun mendecih pelan. Maksud dari kata ‘yeppeo’ tadi ia tujukan bukan untuk yeojachingu Eunhyuk, melainkan yeoja di sebelah Heejin. Yah, walau tersenyum biasa saja, yeoja itu terlihat manis. Manis natural, begitu menurutnya.

“Eunhyuk-ah!”

Eunhyuk menengadahkan kepalanya mencari orang yang memanggilnya. Buru-buru diberikannya ponselnya pada Kyuhyun dan beranjak dari duduknya. “Pegang sebentar..” lalu berlari menuju ke pintu kelas.

Tak tahu siapa yang memanggil Eunhyuk karena Kyuhyun tak melihatnya. Dipegangnya ponsel Eunhyuk, mengamatinya. Fokusnya cuma tertuju pada yeoja di sebelah Heejin. Diakuinya Heejin juga manis, tapi yang menarik perhatiannya adalah temannya. Karena tersenyum matanya terlihat seperti bulat sabit. Eye smile, banyak orang menyebutnya. Lagi-lagi senyum Kyuhyun mengembang. Ah, pict ini seakan mengisi baterainya yang baru berkurang satu.

Sementara Eunhyuk yang berada di luar kelas mengumpat pada temannya yang memamerkan kertas ulangan kemarin dimana Eunhyuk mendapat nilai E. Disergapnya temannya dan menguncinya diantara tangan dan rusuknya, mengapitnya kuat-kuat sehingga temannya merintih kesakitan. Eunhyuk langsung mengambil kertas itu dari tangan temannya kemudian menyimpannya. Dilepaskannya temannya dan menjulurkan lidah, bermaksud mengejek. Sebal sekali hasil ulangan jelek malah dipamerkan. Huh..

Sekembalinya ke dalam kelas, sambil berjalan menghampiri Kyuhyun, diperhatikannya namja itu tengah tersenyum memandangi ponselnya. Apa yang Kyuhyun lihat? Diponselnya tak tersimpan hal-hal lucu. Ah, Eunhyuk ingat. Dia memampangkan pict yeojachingunya di layar ponselnya. Apa itu yang membuat Kyuhyun tersenyum? Ingatan Eunhyuk pun kembali pada saat ia ditubruk seseorang di café. Dia memergoki Kyuhyun melihat yeoja yang menubruknya. Apa mungkin yang dilihat Kyuhyun adalah teman yeojachingunya? Mungkin saja.

Eunhyuk duduk di kursinya lalu merebut ponselnya dari tangan Kyuhyun membuat namja di sebelahnya itu hampir jantungan dan terjatuh karena kaget. Ditatapnya Kyuhyun memberikan deathglare pura-pura kemudian memainkan jarinya di ponselnya. Kyuhyun jadi salah tingkah karena tertangkap basah. Digaruknya kepalanya yang tak gatal. Pasti Eunhyuk berpikir yang aneh-aneh, batinnya.

“Yeoboseo..” sapa Eunhyuk begitu teleponnya tersambung. “Mianhae.. aku cuma ingin mengajakmu keluar. Apa kau ada waktu? Eum.. baiklah. Ah ya, ajak Eunsun juga, ne.”

“Eunsun-ie?” terdengar suara dari seberang telepon, bertanya.

Kyuhyun yang mendengar perkataan Eunhyuk langsung menatap Eunhyuk dengan kerutan keningnya yang berlipat-lipat. Apa maksudnya mengajak yeoja bernama Eunsun?

“Ye~. Eum? Aniya. Ne.. annyeong.” Eunhyuk menutup teleponnya, meletakkan ponselnya di atas meja. Dilihatnya Kyuhyun yang masih menatapnya. Dia tersenyum kemudian menuding-nuding wajah Kyuhyun dengan tulunjuknya. Kyuhyun makin tak mengerti apa yang sedang dilakukan sahabatnya ini.

**

Seperti perjanjiannya, Eunhyuk mengajak Heejin bertemu di tempat biasa mereka berkencan. Lotte World yang selalu ramai dipadati pengunjung. Namun hari ini, Eunhyuk tak sendirian menunggu yeojachingunya muncul. Di sampingnya ada Kyuhyun dengan muka ditekuk dan dari tadi bersungut-sungut. Mengajak keluar di hari yang sedingin ini. Lebih baik dia menyembunyikan dirinya di bawah selimut tebal miliknya. Tapi karena namja itu datang ke rumahnya dan langsung menyeretnya, makanya Kyuhyun tak bisa berbuat apa-apa. Eunhyuk sendiri tak memperdulikan ocehan Kyuhyun.

Dilihatnya Kyuhyun masih sibuk mengomel, wajahnya memerah karena hawa yang dingin membuat Kyuhyun makin kelihatan manis. Ingin sekali Eunhyuk mengolesi madu ke wajah namja itu biar lebih manis lagi. Dalam hati ia tertawa, setelah ini Kyuhyun pasti akan langsung diam, tak berani membuka mulutnya. Diangkatnya tangannya yang dilingkari jam tangan. Sebentar lagi. Dimasukkannya kedua tangannya ke dalam saku mantel panjang yang dikenakannya.

Tak jauh dari tempatnya berdiri, penglihatannya menemukan dua orang dibaluti pakaian tebal berjalan ke arahnya sembari melambaikan tangan. Senyum Eunhyuk mengembang. Orang yang ditunggunya akhirnya datang. Diangkatnya tangannya membalas lambaian yeojachingu bersama temannya. Sedangkan Kyuhyun yang asik merungut dan bersumpah serapah dalam hati yang ditujukan pada Eunhyuk, tak tahu kalau di hadapannya sudah muncul dua orang yang ditunggu oleh sahabatnya itu.

“Annyeong, apa kalian menunggu lama?” tanya Heejin sambil memperbaiki syal biru yang melingkar di lehernya. Ia juga merapikan mantel Eunhyuk yang sedikit kusut. Sementara Eunsun memamerkan senyumnya setelah membungkukkan badannya sopan.

Mendengar suara yang berbeda dari suara Eunhyuk, Kyuhyun menolehkan kepalanya. Bibirnya yang sejak tadi bergerak untuk memaki Eunhyuk dengan suara kecil seketika menganga disertai matanya yang melebar. Apa dia sedang berhalusinasi melihat seseorang yang menjadi objek senyumnya akhir-akhir ini berdiri di hadapannya? Senyum lembutnya menghiasi retina mata Kyuhyun.

Sebelum menjawab pertanyaan Heejin, Eunhyuk menyempatkan dirinya melirik keadaan Kyuhyun. Benar dugaannya, namja itu akan langsung diam. Dia berusaha menahan tawanya agar tidak meledak. “Ani. Kami pun baru sampai.” Katanya.

Heejin dan Eunsun mengangguk bersamaan.

“Ah.. Hyukjae oppa–”

“Panggil Eunhyuk saja..” potongnya sebelum Eunsun menyelesaikan kalimatnya.

Eunsun mengangguk lagi. “Eunhyuk oppa, ternyata mengajak Kyuhyun-ssi juga..”

‘Tuk’. Heejin menjitak kepala Eunsun. “Panggil ‘oppa’, mereka lebih tua daripada kita.” Katanya membuat Eunhyuk tertawa pelan.

Eunsun mempoutkan bibirnya sembari mengusap kepalanya yang dijitak Heejin. “Ye.. Kyuhyun oppa.”

“Sudah.. kenapa kalian malah bertengkar? Kajja.” Eunhyuk mengapit lengan Heejin. “Aku akan pergi bersama Heejin, kau jaga Eunsun ya Kyunie..” katanya kemudian mengajak Heejin menjauh.

Heejin melambaikan tangannya sambil tersenyum kepada Eunsun dan berjalan beriringan bersama namjachingunya. Tanpa sepengetahuan Kyuhyun dan Eunsun, pasangan itu tertawa terbahak-bahak seraya berjalan. Melihat eskpresi bodoh Kyuhyun juga tampang polos Eunsun yang seperti anak-anak. Keduanya hampir tak bisa menahan diri. Beruntung Eunhyuk cepat menarik Heejin menjauh. Ini memang sudah direncanakan oleh mereka.

Tinggallah dua orang yang baru kenal itu. Eunsun memajukan bibirnya yang mengerucut setelah ditinggal Eunhyuk dan Heejin. Sedangkan Kyuhyun mulai merasakan kaku di seluruh tubuhnya. Dia baru ingat, waktu itu.. kelainan yang ditunjukkan Eunhyuk sehabis menelepon yeojachingunya mengajak bertemu. Sepertinya sahabatnya sukses besar menjebaknya hari ini. Apa yang harus dia lakukan? Kyuhyun tak punya rencana apa-apa, bahkan mereka pernah mengobrol cuma satu kali. Itu juga karena Kyuhyun bertanya pada Eunsun.

Eunsun menghela napasnya. Tampak kepulan uap keluar dari mulutnya. “Mereka jahat sekali.”

Kyuhyun menolehkan kepalanya, menatap yeoja di sebelahnya yang sama sekali tidak terpengaruh dengan atmosfer yang berada diantara mereka–suasana canggung. Tiba-tiba saja Eunsun menengadahkan wajahnya berakibat pandangannya bertemu dengan pandangan Kyuhyun sehingga mereka saling bertatapan. Kyuhyun langsung spot jantung menerima tatapan polos itu. Dadanya bergemuruh seperti ada kilat yang menyambar-nyambar.

Kepala Eunsun memiring. Memperhatikan Kyuhyun intens. Walau di dalamnya benaknya tak terpikirkan apapun, berbeda dengan Kyuhyun yang terkena serangan jantung mendadak. Mata berwarna coklat bening itu, dilihat dari dekat begini kelihatan sangat cantik. Tampak polos hanya dari sorotan mata.

Eunsun sedikit memunyungkan mulutnya. Satu tangannya memegang ujung mantel hitam Kyuhyun. “Kajja, kita juga bermain.” Bibirnya mengumbar senyum ceria membuat debaran di dada Kyuhyun makin tak normal. Tanpa menunggu persetujuan namja itu, Eunsun menarik mantel Kyuhyun yang dipegangnya.

**

Wajah, caranya tersenyum, tingkah kekanakannya, semuanya selalu mampu membuat Kyuhyun tersenyum juga tertawa. Hingga rasa cinta itu hadir dalam hatinya. Rasa yang menggebu-gebu, terus ingin bertemu dengan orang yang terus menggetarkan jantungnya, mendekapnya, menghangatkan dadanya dan berbagi kasih. Ia mencintainya tulus.. mencintai dari dalam hatinya, perasaan ingin memiliki pun kian menguat semakin lama mereka menjalin hubungan kasih. Tak dipungkirinya jika rasa itu masih ada hingga sekarang.

Yah, bagaimana bisa dia melupakan kenangan itu cuma dalam waktu hitungan bulan? Tidak mungkin. Bahkan masih segar dalam ingatannya, bagaimana ia mengenal yeoja itu, saat mereka masih bersama dan canda tawa yang menghiasi hubungan mereka. Walau sempat mengalami yang namanya kesusahan hidup, Kyuhyun tak pernah berpikir untuk mengakhiri hubungan mereka. Dia juga rela meninggalkan semua miliknya supaya bisa bersama kekasihnya. Tapi.. semuanya hancur hanya karena perkataan seseorang yang ia hormati, orang yang ternyata mengenalnya juga keluarganya.

Penyesalan selalu datang terlambat, bukan? Kyuhyun merasakannya, sungguh-sungguh! Tak pernah ia merasa semenyesal itu sebelumnya, namun ia berusaha mematikannya. Dia sudah mengambil keputusan–walau dalam keadaan emosi yang memuncak. Beberapa minggu ia mengurung diri di kamar, membiarkan air mata terus membanjiri wajahnya, menusuk-nusuk hatinya yang terluka sebagai balasan atas kejahatannya. Kejahatan? Yah, bisa disebut begitu karena meninggalkan orang yang ia cintai sendirian.

Kyuhyun berusaha menenggelamkan semua perasaannya, tidak mengingat-ingat lagi. Tapi, tetap saja.. sesak terus menghantui tidurnya. Rasa sakit yang belum terobati itu menguar ketika ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana tatapan orang yang dicintainya. Makin sakit. Makin pedih. Semua ini karena kesalahannya. Kini dia tak mampu lagi menahan-nahan apa yang berusaha ia bunuh, benar-benar tak sanggup. Satu hal yang paling diinginkannya, berlari dan memeluk kekasihnya. Ah, mantan kekasih.

“Oppa!!”

Hampir Kyuhyun terjatuh dari kursinya ketika teriakan itu menggema di telinganya. Segera di tolehkannya kepalanya melihat seorang yeoja bertampang cemberut di sebelahnya. “E-eh? Ye? Wae?” tanyanya memperbaiki posisi duduknya.

“Ash, dari tadi kau tidak mendengarku?! Nappeun!” serunya tidak terima. Lebih dari lima belas menit ia berbicara, tapi Kyuhyun sama sekali tidak mendengarnya? Menyebalkan sekali. Dimajukannya mulutnya dan melipat kedua tangannya di dada.

“Mianhae Hyunhee-ya..” rayu Kyuhyun mencoba menenangkan yeoja di sampingnya. “Kita pulang saja ne? Aku lelah, hari ini terlalu banyak pekerjaan.”

Yeoja itu berdiri dari kursinya dengan muka cemberutnya yang membuat Kyuhyun malas sekali meladeninya. Ketika Hyunhee hendak beranjak pergi, tangannya menyenggol seseorang yang mungkin berjalan di dekatnya sehingga orang itu terhuyung mundur sambil memegangi perutnya. Mata Hyunhee membesar mengetahui orang yang terkena sikutannya adalah seorang ibu hamil dengan perut yang sangat besar. Cepat-cepat ia menghampirinya.

“Aigoo.. jweisongeyo.. agashi, jweisonghamnida.” Paniknya sambil membungkukkan badan berkali-kali meminta maaf. Diraihnya tangan yeoja itu membantunya berdiri tegak.

Kyuhyun yang melihatnya juga buru-buru mendekati, takut terjadi apa-apa pada ibu hamil tersebut karena ulah Hyunhee.

“Gwenchanayo..”

Deg! Suara ini.. diperhatikannya wajah ibu hamil yang sekarang memegangi perutnya yang besar. Jantung Kyuhyun serasa meledak kemudian tercecer di lantai bersamaan dengan darah-darahnya. Tubuhnya mendadak menegang, sulit bergerak. Matanya tak mau beralih ke arah lain. Sosok yang paling di rinduinya sekarang berdiri di hadapannya. Jarak mereka tidak jauh, hanya lima langkah. Namun.. rasanya susah untuk meraihnya mengingat apa yang telah terjadi. Seolah sedang dikelilingi beribu-ribu irisan bawang, mata Kyuhyun terasa perih. Panas. Ada sesuatu yang mendesak keluar dari kantung matanya.

“Omo..!! Eunsun-ie!” seru seorang namja berlari tergopoh-gopoh mendekati yeoja yang tengah memegangi perutnya sambil satu tangannya yang bebas menumpu pada kursi. Diletakkannya dua kantung berwarna putih yang di bawanya ke atas meja kosong kemudian memegang kedua pundak Eunsun. “Gwenchana?” tanyanya.

“Jweisonghamnida. Aku tak sengaja menyenggolnya tadi. Mianhae..” ujar Hyunhee penuh penyesalan dan membungkukkan badannya lagi.

“Gwenchana..” balas Eunsun menunjukkan senyumnya setelah berhasil berdiri dengan benar dibantu namja di belakangnya. Dia sempat melihat Kyuhyun yang mematung di belakang yeoja yang meminta maaf padanya. Eunsun tersenyum miris dalam hatinya. Dia sudah tak perduli.

Hangeng–namja yang berdiri di belakang Eunsun–mengambil belanjaannya dan membawa Eunsun pergi dari hadapan dua orang yang hampir mencelakakannya. Hyunhee memperhatikannya masih dengan raut kekhawatirannya, pasalnya yeoja itu tengah hamil. Dia takut sesuatu yang buruk terjadi.

Kyuhyun tetap tidak bergerak. Air matanya sudah terkumpul memenuhi kantung matanya, siap tumpah kapan saja. Apalagi dia melihat lagi raut dingin itu terpampang jelas di wajah Eunsun. Dadanya sungguh sesak, napasnya mulai terputus-putus. Bagai ada yang melemparkan bambu runcing tepat ke ulu hatinya. Ingin sekali ia mengejarnya, tapi tak mungkin. Dari raut wajah itu saja.. dia paham bahwa yeoja itu tak mau berlama-lama berada di dekatnya.

Didongakkannya kepalanya, menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan kasar. Setelah memastikan air matanya tak akan turun, Kyuhyun menarik tangan Hyunhee. “Kajja.”

**

Dibantingnya pintu rumahnya yang baru dibukanya setelah masuk ke dalam membuat terkejut orang-orang yang berada di dalamnya. Seorang yeoja paruh baya yang duduk di ruang tamu bersama dengan temannya, pembantu yang sedang melakukan tugasnya juga Ahra yang kebetulan berada di rumah hari ini. Tak memperdulikan yang namanya tata krama, Kyuhyun melangkahkan kakinya yang sengaja dihentak-hentakkan menaiki tangga menuju kamarnya. Tidak ingin menyapa ibunya yang memperlihatkan wajah bingungnya.

Lagi, Kyuhyun membanting pintu kamarnya. Dia benar-benar tak bisa menguasai dirinya. Dibukanya pintu kamar mandi yang berada dalam kamarnya, masuk ke dalam dan menutup pintunya lagi–kali ini dengan pelan. Dihidupkannya shower sehingga air mengucur deras dari lubang-lubang kecil benda itu. Kyuhyun menempatkan dirinya berdiri di bawah shower membiarkan dirinya tersiram air hingga basah kuyup. Kepalanya tertunduk, napasnya tersengal dan wajahnya memerah.

Dia sudah menahannya dari tadi dan kini tak bisa lagi. Air mata yang susah payah ditahannya akhirnya keluar dari sudut-sudut matanya mengalir ke wajahnya bersama dengan air yang keluar dari shower yang membasahi Kyuhyun. Rasanya masih perih. Luka-lukanya kembali menganga lebar ditambah tubuhnya yang tersiram air, makin pedih. Isakan Kyuhyun terdengar disela-sela guyuran air shower. Yah, dia menangis karena sudah tak sanggup lagi.

Tubuhnya lemas, kakinya serasa tak bertulang. Kyuhyun pun terduduk di lantai kamar mandi yang basah. Menambah dingin yang menerjangnya. Ditekuknya kedua lututnya dan menangis sekeras-kerasnya. Kenapa? Kenapa harus begini? Kenapa harus bertemu lagi? Kenapa sakitnya melebihi apa yang pernah dirasakannya? Kenapa sakit ini seolah-olah menggerogoti tubuhnya membuat sakit seluruh badannya? Kenapa perasaan itu selalu menekannya? Rasanya Kyuhyun ingin bunuh diri sekarang juga.

Apalagi tadi melihat keadaan yeoja itu.. perutnya membuncit dan seorang namja yang terlihat begitu perhatian. Apa mereka sudah menjadi pasangan? Apa mereka akan segera memiliki anak? Dan.. rumor lainnya yang kudengar, presdir belum menikah. Perkataan Jaeyoon beberapa waktu lalu terngiang di telinga Kyuhyun. Kalau benar belum menikah, kenapa mereka kelihatan seperti sepasang kekasih? Siapa namja itu sebenarnya? Posisi itu.. adalah posisinya, berdiri di belakang Eunsun. Menopangnya agar tidak terjatuh.

Tangis Kyuhyun makin parah seraya terbayang masa lalunya. Kenangan-kenangan yang ingin ia kubur, tapi tak pernah berhasil. Diremasnya jas dan kemeja bagian dadanya, “AAAAKH!!” teriaknya.

Hatinya sudah terlalu sakit. Sudah banyak tertoreh luka. Tak berbeda dengan isi dadanya, ia yakin jantungnya sudah menjadi serpihan-serpihan kecil di dalam sana. Bibirnya bergetar akibat dingin yang merasuk ke kulitnya, tapi Kyuhyun enggan beranjak. Dia masih betah di siram air. Ini belum seberapa dari apa yang dirasakannya. Luka batinnya tak terobati lagi, tak ada yang bisa menyembuhkannya. Dia sekarat.

***

[Intro] Saranghae..

Ebby’s Stories Line :

            –  Saranghae.. –

 

Eunsun memeluk erat tubuhnya menghalangi hawa dingin memucatkan kulitnya. Walau usahanya sebenarnya sangat sia-sia karena tetap saja dia menggigil kedinginan dalam pelukannya sendiri. Bibir mungilnya bergetar disertai keluarnya kepulan uap di sekitar mulutnya yang menandakan cuaca benar-benar dingin. Dia berjongkok di depan sebuah pagar kayu yang cukup tinggi. Meski sudah kedinginan begitu, ia enggan beranjak dari tempatnya. Dihelanya napasnya mencoba menghangkatkan tangannya dengan napasnya. Berhasil, tapi hanya sebentar saja.

Di cuaca yang begini dinginnya, tentu orang-orang memilih untuk tidur di rumah. Sekalipun keluar akan mengenakan pakaian esktra tebal. Biar orang-orang melihat yeoja itu dengan tatapan kasihan, tapi ia tidak memperdulikannya. Bukan ia tak mengenali hawa dingin, namun dia tak punya pakaian tebal yang mampu menghangatkannya. Yah.. dia tidak punya karena ia hanyalah seorang gadis miskin yang tak memiliki apa-apa.

Sekali lagi dihembuskannya napasnya menyebabkan uap berterbangan di sekitar wajahnya. Dingin sekali. Digerakkannya kepalanya melihat keadaan sekitarnya. Angin yang berhembus menggerakkan daun-daun dan ranting pohon serta helai-helai rambutnya yang tak ikut terikat juga langit yang gelap. Mungkin akan hujan lebat nanti. Diusap-usapnya bahunya kembali berusaha menghangatkan diri. Semoga hujan turunnya lama.

“Berapa kali harus ku katakan, jangan menungguku.”

Sebuah suara yang nadanya menyamai dinginnya cuaca hari ini terdengar dari sebelah kiri Eunsun. Dia menolehkan kepalanya dan melihat seorang namja berpostur tubuh tinggi dengan muka datarnya berdiri di dekatnya–menatapnya tanpa ekspresi. Eunsun berdiri sambil menunjukkan senyumnya, tidak mengharap namja itu membalasnya. Tangannya masih setia melingkari badannya.

“Aku bosan..” katanya dengan kepala tertunduk sedikit seraya melirik ke arah namja di depannya. Alasan yang sama setiap kali ia ditegur seperti tadi. Yah, memang benar bosan, dia jujur.

Kyuhyun menghela napasnya. Percuma ia mengatakannya–berjuta-juta kalipun–tak ada gunanya. Dia akan terus menemukannya berjongkok di depan pagar kayu yang melingkupi tempatnya bekerja. Tak perduli cuaca dingin maupun panas, yeoja itu tetap di tempatnya. Karena kasihan dan tak ingin terjadi sesuatu yang buruk, makanya ia menyuruh supaya tidak menunggunya. Tapi apa daya bila gadis itu tak mau menurutinya?

Dilepaskannya sweater tipis yang melekat di badannya lalu menyampirkannya ke punggu yeoja di sebelahnya. “Kajja..”

Eunsun melebarkan senyumnya. Walaupun sikapnya dingin, tetap saja namja itu memperhatikannya. Dianggukkannya kepalanya dan mereka berjalan bersama menyusuri jalanan kecil yang cukup panjang meninggalkan area pembangunan gedung bertingkat di belakang. Kyuhyun menyampirkan lengannya di bahu Eunsun, mendekapnya supaya mereka sama-sama hangat.

**

Sesampainya di tempat yang mereka jadikan rumah–setelah membuka pintu, Kyuhyun langsung mendudukkan tubuhnya di salah satu kursi kayu yang berada di dekat meja kecil. Sedangkan Eunsun menggantung sweater yang melekat di tubuhnya di belakang pintu sambil menutupnya. Dia berjalan mendekati sebuah lemari yang terpasang di dinding, mengambil sebuah bungkusan kemudian menghampiri kompor yang letaknya tak jauh dari lemari.

Sudah kebiasaan keduanya, sampai di rumah, Kyuhyun akan duduk di kursi meja makan dan Eunsun memasakkan makanan. Mereka tak akan bicara sampai makanan terhidang di atas kayu yang sudah hampir lapuk itu. Yah, hampir semua barang-barang dalam ruang kecil itu telah memasuki masa rapuhnya. Tak ada benda bagus jika melihat keseluruhan isinya, juga minim properti. Tapi ini adalah rumah bagi kedua orang itu.

Selesai dengan masakannya, Eunsun menyajikannya dalam sebuah mangkuk kecil dan meletakkan sendok di dalamnya lalu berjalan ke arah Kyuhyun dan meletakkannya di atas meja. Dia pun duduk di kursi, melipat kedua tangannya layaknya anak TK yang sebentar lagi akan memulai pelajaran. Memandangi Kyuhyun yang menarik mangkuk tersebut ke hadapannya dan memegang sendoknya. Bibirnya tak pernah bosan mengukir senyuman.

Menyadari sesuatu–belum sempat memasukkan makanan ke dalam mulutnya–Kyuhyun menengadahkan kepalanya, menatap Eunsun. “Meogeo aniya?”

“Eh?” Eunsun terkejut. “Oh.. tadi aku sudah makan.” Katanya mengumbar senyuman menutupi kebohongannya. Kyuhyun mengangguk dan mulai memakan ramyun yang dimasak Eunsun. Tidak apa-apa. Hari Kyuhyun pasti lelah dan lapar karena bekerja keras. Lagipula sudah sering ia menahan lapar ketika mereka benar-benar tak mempunyai makanan.

Eunsun kembali pada kegiatannya, memandangi namja yang berstatuskan kekasihnya itu. Dia kelihatan lahap sekali, walau cuma ramyun. Wajah yang tampan itu.. meski jarang memperlihatkan ekspresinya, dia menyukainya. Biar banyak orang mengatakan mereka tidak cocok, apalagi dengan tubuhnya yang bisa dikatakan mini, dia tak perduli selama namja itu tetap berada di sampingnya. Keberadaan Kyuhyun dan perhatiannya sudah lebih dari cukup untuknya, dia tak membutuhkan apa-apa lagi.

Bibirnya terus melengkung. Eunsun merebahkan kepalanya di atas meja beralaskan kedua tangannya yang berlipat. Di matanya hanya ada Kyuhyun, namja yang sudah mencuri hati juga pikirannya. Semakin diamati semakin dia jatuh cinta pada namja itu. Segala tentang Kyuhyun, dia menyukainya. Melihat Kyuhyun yang makan dengan lahapnya, Eunsun terkikik pelan seraya mengingat bagaimana mereka bisa menjadi sepasang kekasih–melupakan kesukaran kehidupan yang ia jalani selama ini.

**

Di luar hujan sangat deras, angin pun berhembus cukup kencang masuk ke ruangan ini melalui celah-celah kecil yang  terdapat diantara kayu maupun kayu yang berlubang membuat dua orang di dalamnya merasa kedinginan. Tapi hawa dingin itu segera enyah ketika suatu kehangatan menyelimuti di tubuh mereka. Kedua lengan itu melingkar di badan Eunsun dan hembusan napasnya menghangatkan seluruh tubuhnya. Diselipkannya jemarinya diantara jari-jari besar itu dan menggenggamnya, membalas pelukan sang kekasih di belakangnya.

Eunsun tersenyum, walau tak bisa di lihat oleh orang yang memeluknya, tapi genggaman tangan keduanya dapat memberitahu kalau pelukan ini sangat nyaman. Yeoja itu merapatkan punggungnya ke dada namja di belakangnya sehingga pelukan mereka makin erat. Kain tipis yang menutupi hampir seluruh badan mereka seakan terasa seperti selimut tebal layaknya kasur-kasur mewah.

“Kau belum tidur?” tanya Kyuhyun mendekatkan kepalanya ke kepala Eunsun. Menghirup aroma rambut hitam itu, wangi yang lembut dan ia sukai. Lalu menyenderkan kepalanya diantara leher dan bahu yeojanya.

Eunsun sedikit kegelian merasa ujung hidung Kyuhyun menyentuh kulit lehernya, membuatnya menggeliat pelan. “Ajik..” jawabnya.

Lagi, Kyuhyun menghirup aroma lembut yang menguar dari rambut Eunsun. Yeoja itu pandai memilih aroma shampoo yang nyaman untuk ia hirup. “Wae?”

“Hum?” Eunsun menggerakkan kepalanya sedikit mengganggu aktivitas Kyuhyun. “Kau juga belum tidur oppa.”

Kyuhyun mengeratkan dekapannya pada tubuh kecil dalam pelukannya. “Aku ingin seperti ini lebih lama..” dipejamkannya matanya meresapi kehangatan yang dirasakannya. Kehangatan yang ia butuhkan. Kehangatan yang mendamaikan hatinya karena dia tahu orang yang dicintainya berada di dekatnya.

Wajah Eunsun memanas mendengarnya. Senyumnya pun belum memudar. Rasanya ingin menghentikan waktu agar kehangatan ini terus berlangsung. Tidak mau melepas genggaman tangan mereka. Biar seperti ini selamanya. Begini saja sudah cukup. Bukan materi yang dicari–walau untuk melanjutkan hidup memang memerlukannya–tapi cinta yang tulus dan Eunsun sudah mendapatkannya. Tidak ingin ini berakhir. Ditutupnya matanya, mencoba tidur.

**

Sarapan sudah siap. Terhidang rapi di atas meja. Dua mangkuk berisi ramyun. Walau cuma itu yang bisa di santap, Eunsun tetap menyajikannya dengan senyum sumringah. Satu hal yang tak akan terlewat setiap paginya, sarapan bersama sebelum Kyuhyun berangkat bekerja. Hmm.. waktunya membangunkan si tukang tidur. Saat Eunsun hendak memutar tubuhnya, tiba-tiba saja sesuatu melingkar di pinggangnya membuat gerakannya terhenti.

Eunsun tahu itu lengan Kyuhyun yang memeluknya dari belakang. Setelah itu, sesuatu yang lain bertumpu pada bahu kecilnya. Dapat Eunsun rasakan helai-helai rambut itu menggelitik lehernya juga mengenai wajahnya. Dia tidak berniat berontak, malah membalas morning hug kekasihnya tersebut. Ah, dipeluk seperti ini memang menyenangkan, apalagi dilakukan oleh orang yang kau sayangi.

“Kau sudah bangun, oppa?”

“Hmm..” balas Kyuhyun bergumam. Sedikit dimiringkannya kepalanya sehingga bibirnya tepat mengenai kulit leher Eunsun menyebabkan yeoja itu bergerak risih. Kyuhyun tidak perduli, toh sudah sering dilakukannya. Dihirupnya aroma tubuh yag ia peluk, mengingatnya agar tidak lupa.

Mata Eunsun mengerjap beberapa kali. Geli. “Kau tidak mandi?”

Kelopak mata Kyuhyun yang tadinya tertutup perlahan terbuka memperlihatkan sepasang bola mata yang sangat hitam di tambah sorotannya yang tajam. Dia tidak menghirup aroma Eunsun lagi. Wajahnya tidak berekspresi. “Mandikan aku.” Katanya singkat, menyuruh.

Ne?!”

Belum sempat Eunsun mengeluarkan kata-kata penolakannya, tubuhnya dibalikkan oleh Kyuhyun sehingga mereka berhadapan. Kedua bola coklat bening itu menemukan sepasang intan hitam yang menatapnya intens. Eunsun menunjukkan ekspresi terkejutnya, sedangkan Kyuhyun tanpa eskpresinya. Mereka saling berpandangan. Entah apa yang Kyuhyun coba katakan lewat tatapannya, Eunsun tak tahu. Yeoja itu malah terperangkap dalam fokusnya. Mata itu begitu indah, warna hitamnya yang mengkilap.

Kyuhyun menurunkan kepalanya, menghadapkan wajahnya tepat di depan wajah Eunsun. Sementara pandangannya masih mengunci Eunsun, digerakkannya kepalanya mengeliminasi jarak mereka. Saat deruan napas yeoja itu sangat terasa di kulitnya, barulah dialihkannya penglihatannya ke bibir tipis berwarna merah yang sedikit terbuka. Tanpa membuang waktu, Kyuhyun mengecupnya. Lama. Dibiarkannya bibirnya tertempel di permukaan bibir Eunsun.

Lagi, Eunsun mengerjapkan matanya. Bukan ciuman pertamanya dengan Kyuhyun, tapi kenapa ia selalu terkejut jika namja itu menciumnya? Kemudian dirasakannya bibir Kyuhyun bergerak memberikan lumatan-lumatan kecil yang lembut. Eunsun menutup matanya da membalas lumatan yang diberikan Kyuhyun. Kedua tangannya merambat naik dan mengalng di leher Kyuhyun. Mendapat sinyal positif, Kyuhyun memperdalam ciumannya. Menekan-nekan bibir Eunsun. Tidak, ini bukan morning kiss biasa. Ciuman namja itu menuntut. Lebih lagi.

Eunsun membuka mulutnya ketika Kyuhyun menggigit bibir bawahnya menghasilkan satu erangan tertahan hampir lolos dari mulutnya. Kyuhyun mengekslor  semua yang berada dalam goa(?) hangat itu, memanjakan lidahnya di sana. Mengabsen gigi Eunsun satu-per-satu, menyentuh dinding dan langit-langitnya, terakhir menggulung lidah Eunsun untuk bergelut. Dia cukup mahir melakukan ciuman. Puas dan hampir kehabisan napas, dijauhkannya wajahnya.

Mereka masih masih terhubung karena benang saliva itu terlihat menggantung di jarak yang diberi Kyuhyun. Tak lama menetralkan napasnya, kembali di bekapnya bibir tipis yang telah menjadi candunya, selalu memabukkan sewaktu menyentuhnya. Hanya sebentar, Kyuhyun mengalihkan ciumannya pada leher Eunsun. Menciumnya kecil-kecil dan menjilatinya. Dapat dilihatnya ada warna kemerahan di sana yang hampir pudar. Bekas kissmark yang di buatnya beberapa minggu lalu. Bibirnya melengkung dan dengan tak sabar membuat kembali tanda-tanda merah tersebut sebanyak mungkin sebagai pernyataan bahwa yeoja itu adalah miliknya.

“Hh–n..” helaan napas Eunsun terdengar seperti desahan. Dimiringkannya kepalanya mempermudah Kyuhyun menjelajahi lehernya. Ini akan berakhir lama.

**

Eunsun memasukkan sebuah kunci ke dalam saku celananya setelah mengunci pintu bangunan yang berada di depannya. Bangunan yang kalau dilihat dari jauh tampak seperti bekas gudang penyimpanan yang Eunsun anggap sebagai rumahnya. Yah, begini saja yeoja itu sudah sangat bersyukur. Ia tidak ingin yang muluk-muluk. Mencari tempat tinggal di pinggiran kota–kota kumuh–memang tidak mudah. Bahkan ia banyak menemukan orang yang tak mendapatkan tempat tinggal. Kyuhyun pun tak banyak komentar mengenai tempat ini.

Hari ini dia akan melakukan kebiasaannya, pergi ke tempat Kyuhyun bekerja dan menunggu namja itu keluar. Biar sudah dilarang berkali-kali, tetap dia datang ke sana. Daripada menunggu di rumah, sangat membosankan. Walaupun yang ia lakukan di depan pagar cuma duduk, diam, memperhatikan sekitar atau orang-orang yang lewat, tapi kadang ia juga bisa mengintip Kyuhyun yang bekerja. Makanya suka sekali menyusul Kyuhyun.

“Ya! Kim Eunsun!”

Mendengar namanya disebut segera Eunsun membalikkan badannya. Seorang yeoja berpakaian sama dengannya–tampak lusuh–berdiri di depannya. “Ye?”

“Kyuhyun. Dia memukul mandor Yoon!” beritahunya.

M-mwo?” Kyuhyun memukul mandor Yoon? Kenapa? Baru ia berencana ke area pembangunan gedung bertingkat itu. Tak memperdulikan yeoja yang masih berdiri itu, Eunsun langsung berlari tanpa mengucapkan kata terima kasih. Bukan Eunsun tak mau, tapi pikirannya terlanjur di isi dengan pertanyaan-pertanyaan yang menuntunnya untuk pergi.

Kenapa Kyuhyun melakukannya? Apa dia punya masalah di tempat kerjanya? Kyuhyun tak pernah mengatakan apapun mengenai pekerjaannya. Padahal ia selalu ke sana, mengamati namja itu, tapi kenapa malah tak tahu apa-apa? Eunsun merasa sangat bodoh. Ini yang mengganggu pikirannya, terlebih lagi rasa khawatir dan cemas menelusup masuk ke dalam hatinya. Dia tak mau terjadi sesuatu yang buruk pada Kyuhyun. Tidak. Cuma Kyuhyun yang ia punya sekarang. Eunsun mempercepat gerakan kakinya berlari.

Sementara yeoja yang ditinggal Eunsun di depan rumahnya mendecak kesal. Sudah diberitahu, tapi malah tak mengatakan apapun, paling tidak mengucapkan sesuatu daripada dia meminta imbalan. Cih, menyebalkan, umpatnya dalam hati. Dia pun beranjak dari tempatnya.

**

Kyuhyun terus melayangkan kepalan tangannya meninju wajah namja di bawahnya yang telah mengeluarkan banyak darah. Orang-orang yang berdiri mengelilinginya tak berani mendekat sejengkal pun, apalagi untuk menghentikan namja itu. Semuanya takut melihat Kyuhyun yang marah besar dan langsung berkelahi dengan mandor mereka. Entah apa masalahnya, mereka tidak tahu. Hanya mendengar pertengkaran keduanya sebelum adu pukul terjadi.

Namja yang menyandang marga Yoon itu tergeletak tak berdaya di bawah Kyuhyun yang terus memberikannya pukulan. Wajahnya nyaris hancur. Darah segar mengalir dari sudut bibirnya, hidung, pelipis bahkan dahinya. Juga belakang kepalanya yang sempat menghantam besi yang akan digunakan sebagai pondasi saat Kyuhyun menghempaskan tubuhnya. Dia sekarat. Darah itu.. menggenang di dekat kepalanya yang bocor. Tapi, Kyuhyun tidak perduli dengan kondisinya yang seburuk apapun.

Kyuhyun melampiaskan semua amarahnya yang terkumpul di kepalanya. Namja Yoon ini telah menginjak-injak harga dirinya, menghinanya dan merendahkannya. Dia tak tahan mendengar semua ocehan itu sampai titik batas kesabarannya tersentuh yang dia lakukan adalah memukulnya. Tak hanya mandorya itu yang terluka, tangan Kyuhyun juga mengeluarkan darah. Napasnya memburu dan putus-putus. Dipandanginya wajah yang remuk akibat pukulannya. Orang ini sudah merasakan sakit yang ia rasakan.

Sudut bibir Kyuhyun tertarik ke atas. Menyeringai. Perlahan dia bangkit dari tubuh yang ia duduki. Bukan kasihan yang ia tunjukkan, tapi wajah puas. Kyuhyun menepuk kedua tangannya seolah membersihkan debu yang mungkin tertempel. Dilangkahinya mandor Yoon hendak beranjak dari sana dan pergi. Namun  gerakannya terhenti begitu pandangannya menemukan seseorang di pintu masuk tengah menatapnya tak percaya. Wajah yang setiap hari tersenyum padanya, memandangnya dengan raut wajah yang menunjukkan ketidak percayaan.

Seriangan Kyuhyun menghilang, menampilkan kembali muka datarnya. Tidak, dia tak akan terpengaruh. Dihembuskannya napasnya dengan kasar lantas berjalan ke arah Eunsun yang berdiri di pintu masuk, yeoja itu tajam. Tatapan mengintimidasi yang membuat Eunsun sedikit ngeri ditambah dengan apa yang dilihatnya tadi. Kyuhyun terus berjalan, tapi dia tidak menghampiri Eunsun, malah melewatinya begitu saja.

Oppa..” Eunsun menangkap lengan Kyuhyun ketika melewatinya. Tak tahu apa yang terjadi, perasaannya makin tak enak mendapati sikap Kyuhyun yang begini.

Kyuhyun mengangkat tangannya sehingga pegangan Eunsun terlepas dan melanjutkan langkahnya tanpa menoleh maupun bicara.

Oppa!!” teriak Eunsun.

Langkah Kyuhyun terhenti. Dia membalilkkan tubuhnya. Sorotannya kosong. “Uri geumanhaja..” ujarnya. Tatapan kosong itu semakin tak berperasaan mengucapkan dua kata barusan.

Eunsun tidak salah dengar ‘kan? Kyuhyun ingin hubungan mereka berakhir? Kenapa? Ada apa sebenarnya? Rasa khawatir tadi berubah menajdi sakit yang mengikat jantungnya. Kata yang paling ia takutkan meluncur dari mulut Kyuhyun. Lebih menyakitkan ketika orang tuanya menyatakan ketidaksetujuannya atas hubungannya dengan namja itu. Kenapa? Bukankah sudah berjanji akan selalu bersama? Menjalani hidup bersama-sama sampai tua dan kematian yang memisahkan. Lalu apa ini?

Waeyo?” tanya Eunsun sangat pelan. Genangan air sudah terlihat di kantung matanya siap terjun kapan saja. Ujung hidungnya dan pipinya juga memerah berusaha menahan isakan yang hampir keluar dari mulutnya. Rasanya seperti di tampar saat kau disalahkan karena perbuatan yang tidak dilakukan. Lebih sakit ini.

“Aku tidak tahan lagi hidup seperti ini. Aku akan kembali pada keluargaku.” Katanya. “Neo.. anggap saja kita tidak pernah saling mengenal.” Lanjutnya.

Sebulir cairan bening berhasil turun mengalir di pipi Eunsun. Tak percaya dengan kalimat-kalimat yang didengarnya. Apa Kyuhyun sungguh-sungguh? Tidak, pasti ini semua bohong. Tapi.. kenapa tatapan namja itu begitu? Tak seperti biasanya, walau datar, tatapannya tetap menunjukkan rasa cintanya. Tatapan sekarang benar-benar kosong, tak menyiratkan apapun. Eunsun merasa dunia runtuh di atas kepalanya. Tidak. Ini tidak benar. Mereka saling mencintai.

Kyuhyun beranjak dari tempatnya berdiri. Membalikkan badannya dan melangkahkan kakinya menyusuri jalanan. Yah, dia sudah mengambil keputusan. Kyuhyun baru sadar betapa bodohnya dia yang menyerahkan semua yang ia miliki hanya karena seorang yeoja. Kehidupan mewah, fasilitas, kekuasaan dan pesuruh. Ia ingin miliknya kembali.

Oppa..!!” jeritnya, tapi Kyuhyun tak berhenti. Punggung namja itu makin jauh. Ingin rasanya Eunsun mengejarnya, menariknya pulang ke rumah mereka tak membiarkannya pergi. Tapi.. kakinya memaksa untuk berdiam. Dia susah menggerakkan tubuhnya. Air matanya pun mengalir deras membasahi wajahnya. Shock, kata yang tepat untuk menjelaskan keadaannya.

**

Eunsun membanting pintu lalu menguncinya dari dalam. Matanya melihat sweater biru tergantung di belakang pintu. Sweater yang dipakaikan Kyuhyun padanya beberapa hari lalu. Milik namja itu. Tangan Eunsun menyentuhnya pelan-pelan kemudian mengambilnya dan memegangnya. Sweater ini.. mengingatkannya pada kejadian tadi juga Kyuhyun. Tangannya gemetaran, air matanya menetes–jatuh tepat mengenai sweater. Sakit. Tega sekali meninggalkannya setelah apa yang mereka lalui.

Diremasnya sweater dengan kuat ingin melampiaskan rasa sakitnya. Belum cukup, ditarik-tariknya sweater itu dan mengacak-acaknya diiringi isakan yang keluar dari bibirnya yang bergetar. Cairan bening yang telah membentuk sungai kecil di kedua belah pipinya makin mengalir deras. Masih tidak puas, dihempaskannya ke lantai. Lututnya lemas, tak sanggup menopang tubuhnya. Eunsun jatuh terduduk di dekat sweater. Matanya yang digenangi air menatap marah ke sweater.

Diambilnya sweater itu lagi lalu mencampakkannya jauh-jauh. Kenapa jadi begini? Janji-janji itu.. yang dulu sering terucap tak lagi berguna. Kenapa Kyuhyun menyerah? Namja itu selalu menguatkannya, tapi kini kenapa terbalik? Disandarkannya punggungnya pada pintu. Tidak hanya dadanya yang sakit, seluruh tubuhnya juga sakit. Tangannya bergerak menyentuh kaos yang dikenakannya dan meremasnya di bagian dada.

Nappeun..” ujarnya di sela isakannya. “AAAKKHH!!” teriaknya kemudian memukul-mukul dadanya sendiri. Dia tak bisa merasakan sakit pukulannya karena luka di hatinya jauh lebih perih. Pukulannya turun ke bawah di permukaan perutnya–memukulnya lebih keras–tidak perduli akan menyakiti ‘sesuatu’ yang hidup di dalamnya.

Teriakan Eunsun di sahuti suara gemuruh yang menggelegar. Langit menjadi sangat gelap dengan awan hitam yang berkumpul-kumpul. Seolah mengerti perasaan yeoja itu. Dalam hitungan detik hujan lebat pun turun. Sakit itu makin terasa sewaktu air hujan yang terbawa angin masuk ke dalam ruangan ini melalui jendela yang sedikit terbuka ikut membasahi tubuh Eunsun.

***

[Kyuhyun!Birthday] Special Gift

Gambar

Ebby’s Stories Line :

 

            – Special Gift –

 

 

Saengil cukhahamnida Kyuhyun-ssi..”

Saengil Cukhae~”

“Kyunie, saengil cukha..”

Saengil cukhahamnida..”

Semua ucapan itu ditujukan untuk satu orang yang sedang berulang tahun hari ini. Tak hanya ucapan, hadiah pun berdatangan kepadanya. Namun.. berbeda dengan orang yang berulang tahun pada umumnya, Cho Kyuhyun–namanya–tidak terlalu merasa senang. Malah, rasanya ia bosan. Mendengar ucapan selamat ulang tahun di setiap ulang tahunnya, juga hadiah-hadiah yang ia terima yang adalah benda-benda mahal. Benda mahal? Yah, tak mungkin seorang Cho Kyuhyun, pewaris perusahaan besar Cho Corp mendapat hadiah murahan. Mau ditaruh dimana wajahnya? Tapi itulah salah satu faktor yang membuat Kyuhyun bosan. Semua orang terlalu menganggapnya istimewa sehingga hari yang seharusnya special baginya terasa biasa saja.

Kyuhyun tidak mengikuti pesta ulang tahun yang diadakan oleh keluarganya di kediaman Cho. Malas. Apalagi yang datang kebanyakan adalah relasi bisnis ayahnya, tentunya dijadikan ajang pembicaraan masalah perusahaan. Teman-teman yang hadir juga tak mampu mengurangi rasa bosan Kyuhyun, sebab mereka memainkan permainan elit orang kaya dan hanya berbicara dengan bahasa formal. Menyebalkan. Seharusnya hari ini dia bersenang-senang, bukannya terkurung diantara orang-orang gila bisnis. Daripada ia pingsan mengikuti acaranya, lebih baik pergi.

Di sinilah Kyuhyun berada, sebuah taman kecil dekat pusat kota. Duduk di salah satu bangku yang ada sembari memperhatikan sekumpulan anak-anak kecil yang sedang bermain bola. Aneh memang, masih ada anak-anak kecil bermain di luar malam-malam begini. Apa orang tua mereka tidak khawatir? Ah, bukan urusannya. Kyuhyun tidak mempedulikannya. Disandarkannya punggungnya pada sandaran bangku lalu mendongakkan kepalanya memandangi langit malam yang dihiasi cahaya-cahaya kecil yang cantik. Begini lebih baik daripada terus berada di acara ulang tahunnya, pikirnya.

Duk’. Sesuatu menyentuh kaki kanan Kyuhyun pelan. Dia dapat merasakannya yang sontak membuatnya mengalihkan pandangannya. Seorang anak kecil berlari ke arahnya lalu membungkuk mengambil benda yang tergeletak di sebelah kaki Kyuhyun yang adalah bola. Anak kecil ini mengukir senyum manis di bibirnya dan membungkukkan badanya lagi tanda memberi hormat kemudian berbalik menghampiri teman-temannya. Melanjutkan permainannya mereka kembali. Kyuhyun memperhatikan mereka yang tampak asik menendang bola. Dihelanya napasnya. Menyenangkan menjadi anak kecil.

“Ya! Sung Sangki! Kim Eunbin! Han Hyojoon! Kang Yonghee!” teriakan ini sukses mengalihkan perhatian empat bocah yang tengah bermain bola itu. Mereka berhenti dan menoleh–melihat seorang yeoja berdiri di ujung taman sedang melambaikan tangan ke arah mereka. Kyuhyun yang tadinya juga asik memandangi ke-empat anak tersebut mengalihkan pandangannya.

Nuna!.” Sorak ke-empatnya senang kemudian berlari menghampiri yeoja yang mereka panggil ‘nuna’. Sebelumnya Hyojoon menyempatkan diri mengambil bola yang ia mainkan bersama ketiga temannya.

Eunsun tersenyum. “Apa kalian lama menunggu?”

Aniya.” Jawab Eunbin langsung sambil menggelengkan kepalanya.

Hyojoon, Sangki dan Yonghee mengangguk–mengiyakan jawaban si magnae diantara mereka. “Kami tadi bermain bola.” Kata Hyojoon.

“Eum.. baiklah. Jja, dorawa.” Ajaknya pada ke-empat anak kecil yang menglilinginya sambil mengangkat lima buah kantung besar yang tadi diletakkannya di tanah. Kelima kantung itu berisi bahan kebutuhan sehari-hari. Sengaja membeli banyak agar cukup untuk waktu yang lama.

Saat Eunsun hendak membawa kelima kantung itu berjalan duluan, ke-empat namja kecil di belakangnya tanpa permisi merebut masing-masing satu kantung dari tangannya yang membuatnya terkejut. Ketika dibalikannya badannya yang ia dapati adalah senyum ceria di wajah ke-empat anak yang menemaninya berbelanja ini. Ia tahu maksudnya. Mau tak mau, Eunsun pun ikut tersenyum melihat Hyoojon, Sangki, Yonghee dan Eunbin membantunya.

“Ugh, ini berat juga.” Kata si magnae yang berusaha memeluk kantung yang ukurannya sama besar dengan tubuhnya sehingga badannya yang kecil tertutupi. Dia tidak bisa melihat jalanan di depannya.

“Kalau berat, biar nuna yang bawa.” Eunsun mencoba mengambil lagi kantung yang dipegang Eunbin.

Andwae!.” Seru Eunbin makin mempererat pelukannya pada kantung. “Aku bisa.”

Eunsun mengangguk pasrah. Si magnae bertubuh mungil ini memang keras kepala. Mereka pun berjalan perlahan meninggalkan taman diikuti oleh pandangan Kyuhyun yang sejak tadi memperhatikan dari tempatnya. Tak tahu kenapa, Kyuhyun sedikit merasa iri melihat kebersamaan mereka, terlihat seperti keluarga bahagia. Dia sendiri tidak ingat kapan pernah beranggapan keluarganya menyenangkan karena terlanjur memilih menghabiskan waktunya di luar rumah. Entah di sekolah, di kampusnya dan di tempat kerjanya. Tak ada niat berlama-lama di rumah.

Matanya masih setia memandangi kelima orang yang hampir keluar dari area taman. Cuma ingin melihat bagaimana keluarga bahagia itu. Sebelum benar-benar keluar dari area taman, salah satu dari kelima orang tadi jatuh tersungkur membuat yang lainnya terkejut termasuk Kyuhyun yang refleks terduduk tegang di bangku. Setelah terjatuh, bocah lelaki–si magnae–menangis memegangi lututnya yang mengeluarkan cairan kental berwarna merah.

“Huwee.. nuna, appo.. appo.. hiks..” rintihnya sambil menangis. Apalagi melihat darah yang keluar dari kulit lututnya membuat bocah ini makin meraung-raung. Eunsun segera berjongkok di depan Eunbin dan memeriksa lukanya yang sebenarnya tidak parah.

Gwenchana, cuma luka kecil.” Kata Eunsun yang kemudian mengeluarkan sapu tangan dari saku jacketnya dan membersihkan luka Eunbin.

“Tapi pedih sekali nuna.. hiks.. juga berdarah. Huwee.. Eunbin tak mau jalan lagi.” Rengeknya.

“Ash, ya! Kim Eunbin! Jangan cengeng.” Sungut Hyojoon yang paling tua diantara ke-empat bocah ini. Eunbin menatap Hyojoon kesal dengan matanya yang masih mengeluarkan air mata.

“Sudah.” Tegas Eunsun tak mau mendengar pertengkaran yang mungkin terjadi. Digerakkannya kepalanya ke sekitarnya berharap ada sesuatu yang dapat menolongnya. Penglihatannya menemukan seorang pria berpakaian rapi duduk di salah satu bangku yang ada di taman sedang memandang ke arahnya. Eunsun bangkit berdiri. “Kalian tunggu di sini sebentar.”

Setelah berkata begitu, Eunsun langsung melangkahkan kakinya berjalan menghampiri Kyuhyun yang kini sibuk mengalihkan perhatiannya. Sadar dirinya tertangkap basah mengamati ke-empat bocah dan seorang yeoja di ujung taman. Malu rasanya. Namja ini pun berusaha rileks dan kelihatan biasa saja supaya yeoja yang berjalan ke arahnya tidak curiga. Ketika Eunsun sudah berdiri di hadapan Kyuhyun, dibungkukkannya badannya sebentar.

Jeogiyo.. apa kau membawa kendaraan?” tanya Eunsun sopan.

Kyuhyun memandangnya lalu menganggukkan kepalanya. Tidak menjawab dengan kata-kata.

Dowa juseumnikka?[bisakah membantuku].” Tanya Eunsun lagi terdengar pelan, tapi Kyuhyun dapat mendengarnya. “Adikku terluka dan kami harus membawa barang yang banyak.” Tambahnya.

Sebenarnya, tanpa diberitahukan pun, Kyuhyun sudah tahu. Dia melihat sendiri kantung-kantung besar itu di bawa oleh mereka. Hm.. bagaimana? Dia masih ingin bersantai, menghabiskan malam ini di taman sambil memandang bintang di langit. Tapi, anak yang terjatuh tadi sepertinya tak bisa berjalan lagi. Biar bagaimanapun, Kyuhyun tetap manusia yang punya rasa kasihan. Apalagi, nuna ari ke-empat anak itu meminta bantuannya. Baiklah.

Kyuhyun menegakkan dirinya, berhadapan dengan Eunsun. “Geurae.”

Jinca?” Eunsun tersentak–terkejut, matanya sedikit membesar memancarkan sorotan senang sehingga Kyuhyun dapat melihat warna bola matanya yang bening. Coklat bening. “Gomapseumnida.” Ujar Eunsun sambil membungkukkan bandanna beberapa kali. Ia sangat senang.

**

Hening. Begitulah keadaan di dalam mobil Kyuhyun. Tak ada satupun yang bicara, kecuali isakan Eunbin yang sesekali terdengar. Bocah berumur enam tahun itu masih terisak walau lukanya sudah ditutupi oleh sapu tangan Eunsun. Tiga bocah namja lainnya duduk di bangku penumpang di belakang dengan tenang, tak ribut sepertinya dan si empunya mobil fokus pada jalanan di depannya. Tak tahu mau bicara apa, jadi semuanya memilih diam.

“Hiks.. nuna.. appoyo.” Lagi-lagi Eunbin yang duduk di pangkuan Eunsun terisak sembari melihat luka di lututnya. Maklum saja, anak berumur enam tahun– masih termasuk balita–belum bisa menahan rasa sakit yang dirasakannya.

Eunsun mengusap puncak kepala Eunbin agar bocah itu tenang. “Sshh.. tahan sebentar. Kita akan pulang.” Ucapnya lalu menarik tubuh kecil Eunbin ke dalam dekapannya.

Kyuhyun sempat melirik ke sebelahnya. Entah kenapa dia merasa senang melihat Eunsun yang berhasil menenangkan Eunbin, layaknya perlakuan seorang Ibu kepada anaknya. Apa sewaktu kecil ia juga begitu? Gampang menangis lalu mengadu pada Ibunya? Mungkin saja, namanya anak-anak. Rasanya ingin mengulang masa kecilnya lagi, mau merasakan kehangatan pelukan Ibu dan cinta kasih yang melimpahi dirinya. Pasti sangat menyenangkan. Ah, dia jadi membayangkan hal yang aneh-aneh.

Suasana kembali hening. Eunbin malah sudah tertidur dengan kepalanya bersadar pada bahu depan Eunsun. Nyenyak sekali tidurnya. Kyuhyun yang sibuk menyetir tersadar akan sesuatu seraya melihat jalanan di depannya. Ia lupa menanyakan kemana tujuan Eunsun. Bodoh! Kalau begitu, kapan mereka sampai? Kenapa ia bisa lupa? Juga kenapa yeoja itu tak memberitahunya? Ash, jinca!.

“Hem..” Kyuhyun berdeham. “Eodieseoyo?” tanyanya.

Mendengar pertanyaan Kyuhyun, Eunsun baru menyadari kesalahannya yang lupa memberitahu arah pada namja yang telah menolongnya ini. “Ah.. jweisongeyo. Panti asuhan Yeoido.”

“Panti asuhan?” ulang Kyuhyun minta di jelaskan. Apa maksudnya panti asuhan?

Ne. Panti asuhan. Kami tinggal di sana.” Jawab Eunsun tenang disertai seulas senyum terbentuk di bibirnya.

Kyuhyun nyaris menginjak rem saat mendengar jawaban Eunsun. Untungnya ia cepat menguasai dirinya sebelum bertindak gila dan mencelakai dirinya sendiri serta kelima orang yang bersamanya sekarang. Diliriknya Eunsun yang tengah memperbaiki posisi tidur Eunbin supaya nyaman lalu tiga bocah di belakangnya melalui kaca spion. Mereka tinggal di panti asuhan? Berarti tidak memiliki keluarga maupun orang tua? Astaga! Padahal tadi dia sempat berpikir mengenai orang tua mereka.

Tak disangkanya, anak-anak kecil itu ternyata tinggal di panti asuhan. Dikiranya mereka dilimpahi kasih sayang orang tua. Tapi sebenarnya tidak. Anak-anak ini bahkan terlihat lebih ceria dibanding anak-anak yang memiliki orang tua, termasuk dirinya. Ada setitik rasa bersalah di hatinya. Dia salah paham. Tak mau pikirannya melayang lebih jauh, Kyuhyun mempercepat laju mobilnya menyusuri jalan raya.

**

Eunsun menidurkan Eunbin di atas ranjang kemudian menarik selimut menutupi tubuh kecil bocah itu hingga dadanya. Setelahnya, ia keluar dari kamar dan melihat Kyuhyun berjalan membawa satu kantung besar ke arahnya diikuti tiga namja kecil membawa benda-benda ringan. Saat berpas-pasan, Eunsun membantu Kyuhyun menurunkan kantung yang di bawanya dan bersama-sama meletakkannya di lantai dekat dinding di susul Hyojoon, Sangki dan Yonghee.

“Di sini saja..” ujar Eunsun.

“Masih ada lagi.” Seru Yonghee bersemangat dan mendapat anggukan kepala dari dua namja di sebelahnya. “Jja..” ajaknya kemudian mereka bertiga berlari meninggalkan Kyuhyun dan Eunsun.

“Mereka bersemangat sekali.” Gumam Kyuhyun tanpa sadar yang dapat didengar jelas oleh Eunsun. “Masih ada tiga setengah kantung lagi.” Katanya seraya melihat yeoja di sampingnya.

Eunsun tertawa pelan mendengarnya. Setengah lagi sudah diangkuti oleh bocah-bocah cilik tadi. Dianggukkannya kepalanya sembari tersenyum. Kyuhyun yang melihat senyum itu merasakan suatu ketulusan yang membuatnya jadi gugup sendiri. Tanpa membalasnya, segera ia bergerak menjauh–menyusul tiga anak kecil yang sudah mendahuluinya mengambil barang-barang.

Sepeninggal Kyuhyun, Eunsun merapikan letak kantung dan benda-benda kecil di dekat dinding. Supaya tiga mengganggu jalan orang lain nanti. Tak lama kemudian Hyojoon, Sangki dan Yonghee kembali membawa barang-barang yang tak terlalu berat yang bisa mereka bawa lalu memberikannya pada Eunsun untuk di tata di dekat dinding. Setelah ketiga namja kecil tadi, barulah Kyuhyun datang membawa satu kantung berukuran besar yang langsung ia letakkan di lantai.

“Berat sekali?” tanya Eunsun tak enak melihat raut wajah Kyuhyun yang menunjukkan kecapekan membawa dua kantung berukur cukup besar.

Kyuhyun menggelengkan kepalanya cepat. Memang tidak terlalu berat, tapi membawanya dari tempat mobilnya di parkir di halaman gedung panti asuhan ke dalam gedung cukup menguras tenaganya juga. Setelah menghembuskan napasnya dengan keras, dibalikkannya badannya dan berjalan meninggalkan Eunsun yang kemudian menyeret kantung tadi ke dekat dinding.

Ketika Eunsun asik menyusun letak barang-barang yang berserakan di lantai, dia melihat sesuatu yang aneh. Rasanya tadi dia tidak membeli benda itu. Diambilnya dan memperhatikannya. Berbentuk persegi berwarna hitam. Dompet. Punya siapa? Pikirnya. Dibukanya dompet yang dipegangnya dan mencari sesuatu yang dapat memberitahunya siapa pemilik dari dompet ini. Ada sebuah kartu identitas. Eunsun langsung membacanya.

“Cho Kyuhyun..” katanya membaca nama yang tertera di kartu identitas. Melihat sebuah foto yang tertempel di kartu itu, Eunsun bisa menyimpulkan pemilik dompet yang dipegangnya adalah namja yang telah membantunya. Dilihatnya lagi kartu identitas milik Kyuhyun. “Tiga February..”

Kepala Eunsun memiring sedikit. Dia terlihat berpikir. “Oneul?”

**

Kyuhyun memberikan benda-benda terakhir yang berada di bagasi mobilnya pada ketiga namja kecil di dekatnya yang disambut semangat oleh mereka lalu langsung berlari masuk ke dalam gedung. Dia tersenyum tipis melihat ketiga anak itu, benar-benar ciri khas anak-anak yang selalu bersemangat melakukan apa saja. Setelah menutup bagasinya, dilihatnya Eunsun berjalan menghampirinya.

Eunsun memamerkan senyumnya sambil mengulurkan tangannya menyodorkan suatu benda kepada Kyuhyun. Ketika matanya melihat benda itu, sontak saja Kyuhyun langsung meraba saku celana celananya yang ternyata tidak berisi apa-apa. Ah, berarti tadi dompetnya terjatuh sewaktu mengangkuti kantung-kantung ke dalam gedung panti asuhan. Dipanjangkannya tangannya mengambil dompetnya dari tangan Eunsun lalu membungkukkan sedikit badannya–berterima kasih.

Gamsahamnida..terima kasih sudah membantuku.” Kata Eunsun membungkukkan badannya.

“Ah, ani-eyo. Aku juga berterima kasih kau menemukan dompetku.” Balasnya sedikit canggung. Yah, mereka sama-sama sudah saling membantu. Impas.

Eunsun mengangguk. “Eum.. saengsin cukhadeurimnida.”

“Eh?” darimana yeoja di depannya ini tahu kalau hari ini adalah hari ulang tahunnya? Kyuhyun terkejut mendengarnya mengucapkan kata selamat ulang tahun dengan bahasa formal.

Jweisongeyo.. tadi aku tidak sengaja melihat kartu identitasmu. Aku cuma ingin tahu siapa pemilik dompet yang kutemukan dan aku melihat tanggal lahirmu. Mianhae..” jelasnya–mengerti raut wajah kebingungan yang tampak di wajah Kyuhyun.

“Oh.. ne, gwenchana. Gomawo.” Sahut Kyuhyun.

Sunyi. Mungkin ini yang namanya suasana kikuk. Yah, apalagi yang harus mereka katakan? Semuanya telah selesai ‘kan? Keduanya kelihatan tak nyaman dengan suasana yang tercipta diantara mereka. Kyuhyun sibuk menggaruk tengkuknya yang tak gatal, sedangkan Eunsun melirikkan matanya ke kiri dan ke kanan seakan mencoba mencari bahan pembicaraan baru. Hal ini sudah biasa terjadi, bila kita baru kenal seseorang.

“Ah~!” seru Eunsun mengagetkan Kyuhyun. “Sebagai ucapan terima kasih, apa kau mau makan malam di sini, bersama anak-anak yang lainnya?” tanyanya menunjukkan wajah penuh harap.

Kyuhyun kelihatan berpikir. Terima atau tidak? Dia pun tak punya acara lain malam ini dan kebetulan sangat tidak ingin pulang ke rumah secepatnya. Dia juga sudah mematikan ponselnya sejak pergi tadi. Jadi.. yah, tidak ada salahnya menerimanya. Dia pun lumayan lapar. Kyuhyun menganggukkan kepalanya yang kemudian memperoleh senyum ceria dari yeoja di hadapannya.

**

Saengil cukhahamnida.. saengil cukhahamnida.. saengil cukhae uri oppa-ya.. saengil cukhahamnida..”

Saengil cukhahamnida.. saengil cukhahamnida.. saengil cukhae uri hyungie.. saengil cukhahamnida..”

Lagu nyanyian selamat ulang tahun langsung terdengar begitu Kyuhyun masuk ke dalam sebuah ruangan yang Eunsun bilang adalah ruang makan. Mata Kyuhyun membesar sempurna, mulutnya pun terbuka–sangat terkejut–melihat apa yang ada di depannya sekarang. Puluhan anak kecil bernyanyi lagu selamat ulang tahun dengan riangnya sambil bertepuk tangan. Saking terkejutnya, Kyuhyun tidak bergerak sama sekali dari posisinya yang berdiri di ambang pintu. Mereka semua bernyanyi untuknya? Benarkah? Untuk apa?

Melihat wajah cerah anak-anak itu bernyanyi, mau tak mau membuat Kyuhyun terenyuh. Mereka yang tidak mengenal dirinya, bernyanyi dengan gembira–menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuknya. Entahlah.. ada sesuatu yang menyesakkan dada Kyuhyun melihat sekumpulan anak-anak panti asuhan ini bernyanyi mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya. Terharu? Sudah pasti. Biarpun sering mendengar orang lain menyanyikan lagu tersebut untuknya sewaktu ia berulang tahun, namun rasanya sangat berbeda dengan nyanyian anak-anak ini.

Kyuhyun merasakan ketulusan bocah-bocah kecil itu bernyanyi baginya. Apalagi dengan senyum ceria mereka dan semangat mereka bernyanyi. Belum hilang keterkejutannya, ketika lagu tersebut selesai dinyanyikan, semua anak-anak itu berlari mendekati Kyuhyun lalu memeluknya erat. Kyuhyun sampai terbengong-bengong di buatnya karena kadar kagetnya bertambah. Karena tubuh para bocah kecil ini tidak terlalu tinggi, jadinya yang mereka peluk adalah kaki Kyuhyun.

Tak jauh dari Kyuhyun, Eunsun mengukir senyum lebar di wajahnya. Rencananya berhasil. Yah, memang ini idenya. Hanya ingin memberikan hadiah kecil untuk orang yang telah membantunya malam ini, sebab kalau tak ada Kyuhyun.. pasti anak-anak panti asuhan akan kesusahan memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Kebetulan sekali, namja tampan itu berulang tahun, jadi sekalian saja. Mengucapkan terima kasihnya lewat kejutan kecil.

Setelah memeluk Kyuhyun cukup lama, anak-anak itu pun menjauh tubuh mereka. Memandangi Kyuhyun sambil tersenyum senang. Kyuhyun sendiri masih terkejut, tapi dia membalas senyuman anak-anak yang berhasil membuatnya terharu. Senyuman ini.. senyuman yang jarang sekali Kyuhyun tunjukkan pada orang-orang, senyuman yang ia simpan selama berbelas tahun. Kyuhyun berjongkok–mensejajarkan tingginya dengan bocah-bocah cilik yang mengelilinginya dan memandangi mereka secara bergantian.

Gomapseumnida..” katanya tulus. Dialihkannya pandangannya pada seseorang yang sejak tadi cuma memandanginya dari jarak yang tak terlalu jauh. Kyuhyun melihat senyum Eunsun masih lebar. Hah.. ini benar-benar mengejutkan dan sanggup membuatnya merasa terharu. Seorang Cho Kyuhyun yang terkenal dingin seperti es batu luluh pada bocah-bocah kecil di sekitarnya.

Oppa..” tegur yeoja kecil yang berdiri di sebelah kanan Kyuhyun. Yang dipanggil pun menoleh ke arahnya.. dan ‘CHUP’. Sebuah kecupan mendarat di pipi kanan Kyuhyun yang kembali membuat namja itu terkejut. “Saengil cukhae..” katanya.

“Ya, Minjae-ah..” seru anak-anak yang lainnya.

Kyuhyun yang sudah sadar dari kagetnya tertawa pelan. Ini.. lebih dari cukup. Anak-anak ini berhasil mengusir rasa bosannya, berhasil menghangatkan dadanya, berhasil mengukirkan senyum di bibirnya yang sudah lama tidak membentuk senyuman. Yah, para malaikat kecil yang walaupun tidak dikenal Kyuhyun berhasil mengubahnya dalam waktu yang terlampau singkat. Malaikat yang sebetulnya tidak mengenal kasih sayang, tidak tahu apa itu bahagia, namun memberi kebahagiaan pada Kyuhyun.

**

Selesai acara makan yang sebenarnya–sehabis nyanyian ulang tahun untuk Kyuhyun, mereka semua makan bersama–Eunsun mengantarkan Kyuhyun ke tempat mobil namja itu terparkir, di halaman gedung panti asuhan.  Sesampainya di dekat mobil Kyuhyun, keduanya kembali mendapatkan kekikukan. Padahal tadi sudah bisa akrab sewaktu makan bersama. Entah kenapa, Kyuhyun merasa aneh untuk mengucapkan kata selamat tinggal yang seolah bermakna mereka tidak akan bertemu lagi.

Ah, sebelumnya dia harus mengucapkan terima kasih terlebih dahulu. Di sini, di panti asuhan ini, dia mendapatkan kejutan indah untuk ulang tahunnya. “Eung.. gomawoyo. Na jeongmal haengbokeyo. Gamsahamnida, Eunsun-ssi.” Ujarnya lalu membungkukkan sebentar badannya.

Mwo? Aniya. Aku tidak melakukan apa-apa. Eum.. ulurkan tanganmu.” Balas Eunsun.

“Eh?” lagi-lagi muka bingungnya ia perlihatkan.

“Ulurkan tanganmu sebentar.” Pinta Eunsun lagi.

Walau tidak mengerti maksudnya, Kyuhyun tetap mengulurkan tangan kanannya. Eunsun mengambil sesuatu dari saku celananya yang kemudian ia lingkarkan di pergelangan tangan Kyuhyun dan mengikatnya. Dahi Kyuhyun tampak mengerut memperhatikan benda yang baru saja Eunsun pasangkan di tangannya. Sebuah gelang?

Saengil seonmul[hadiah ulang tahun].” Kata Eunsun. “Yah.. memang tidak mewah dan aku pun baru selesai membuatnya, semoga kau mau menerimanya.”

“Kau membuatkanku gelang? Membuatnya sendiri?” tanya Kyuhyun tidak percaya.

“Eung.” Eunsun mengangguk. “Aku membuatnya sendiri. Yah.. walaupun memang murahan. Mianhae~”

Kyuhyun tidak suka mendengar yeoja di depannya ini mengatakan kalau hadiah yang ia berikan murahan dan tidak mewah. Meski pada kenyataannya memang begitu, tapi bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda, justru hadiahnya sangat berharga. Gelang yang dibuat tangan sendiri, tentu saja punya arti tersendiri. Kyuhyun pun belum pernah menerima hadiah yang di buat sendiri oleh si pemberi. Gelang itu, hadiah pertama yang merupakan hasil karya dari si pemberinya.

Gwenchana. Neo arra? Ige seonmul neomu areumdaweyo. The best gift that I ever could.” Kata Kyuhyun sambil mengangkat tangannya menunjukkan gelang berwarna coklat tua dan coklat muda–berbentuk jalinan–terpasang di pergelangan tangannya. “Gomaptago..” imbuhnya.

Senyum Eunsun mengembang. “Cheonmaneyo..”

Kyuhyun menganggukkan kepalanya. “Geureom kkayo.” Pamitnya.

Ne. Josimhaeseumnida..”

Sekali lagi, Kyuhyun mengangguk. Dia pun masuk ke dalam mobilnya. Menyalakan mesin mobil lalu mulai melajukannya ke jalanan meninggalkan halaman gedung panti asuhan dimana Eunsun masih berdiri sambil melambaikan tangannya. Di perjalanan, Kyuhyun tak mampu menyembunyikan senyumannya–walau tak ada yang melihatnya. Gelang yang terbuat dari tali kur dua warna tersebut membuatnya mengumbar senyum. Entah apa yang ada dalam pikirannya, tapi yang jelas gelang itu melingkar manis di pergelangan tangannya.

Malam ini adalah malam yang terbaik. Ulang tahunnya yang sangat istimewa. Walaupun bukan istimewa karena keluarga atau teman-teman dekatnya, tapi istimewa karena kejutan kecil dari penghuni panti asuhan yang tak sengaja ia singgahi. Juga hadiah berharga yang ia dapat dari yeoja di sana. Sesuatu yang tak pernah di dapatnya ketika berulang tahun. Kehangatan keluarga dan senyum yang mengembang di bibirnya. Dia sangat senang hari ini, benar-benar senang.

**

Annyeong yeorobeun..~” seru Kyuhyun begitu masuk ke dalam ruangan dimana terdapat banyak anak-anak kecil tengah bermain di dalamnya sambil membawa banyak kantung berukuran sedang di kedua tangannya. Semua anak-anak yang mendengar suara Kyuhyun langsung menoleh ke arahnya dengan wajah senang.

Oppa!”

Hyung!.”

Sorak mereka bersamaan sambil berlari mendekati namja itu kemudian memberikannya pelukan di kakinya–karena tubuh mereka kecil. Kyuhyun memamerkan senyumnya melihat tingkah para bocah-bocah kecil ini. Setelah melepaskan pelukan mereka, Kyuhyun langsung membagikan barang-barang yang ia bawa pada seluruh anak tanpa terkecuali. Mainan, makanan kecil, pakaian dan lainnya. Ia sengaja membelinya untuk mereka.

Ya, setelah hari ulang tahunnya itu, Kyuhyun rajin mengunjungi panti asuhan dan memberikan banyak hadiah pada anak-anak. Kadang bermain dengan mereka. Juga Kyuhyun menjadi donatur tetap untuk panti asuhan ini agar segala kebutuhan para malaikatnya terpenuhi. Apa yang dilakukannya tidak berlebihan karena ia pun dengan senang hati melakukannya. Kyuhyun mendapat keluarga baru. Adik-adik yang ia sayangi.

Tak sengaja pandangan Kyuhyun menemukan seseorang yang berdiri di seberang sana membawa nampan berisi makanan yang sedang tersenyum ke arahnya. Kyuhyun membalas senyumannya. Diangkatnya tangan kanannya lalu melambaikannya memberitahu yeoja di sana bahwa hari ini dia datang lagi. Eunsun cuma makin melebarkan senyumnya saja. Karena Kyuhyun sudah sering datang, jadi ia tidak terlalu terkejut lagi.

Gelang itu.. hadiah dari Eunsun, masih melingkar manis di pergelangan tangan Kyuhyun menggantikan jam tangan yang selalu dikenakannya. Yah, Kyuhyun tak lagi mengenakan jam tangannya. Gelang sederhana itulah yang menghiasi tangannya. Sangat cocok dengan kulitnya yang sangat putih–putih pucat. Gelang yang menjadi hadiah terindah untuknya.

“Ya! Jangan rebutan!” teriak Kyuhyun melihat dua bocah namja saling tarik menarik sebuah kantung yang tadi ia bagikan.

***

Angel Today

<img style=”visibility:hidden;width:0px;height:0px;” border=0 width=0 height=0 src=”http://c.gigcount.com/wildfire/IMP/CXNID=2000002.0NXC/bT*xJmx*PTEzNTg3NDU5MzM1OTkmcHQ9MTM1ODc*NTkzNzQ1NSZwPTIyMzA1MiZkPSZnPTEmbz*wNmI2M2U5YTc2Zjg*OGExOGFm/NjdjYWMwNGNhNGI1ZCZvZj*w.gif&#8221; /><br /><a href=”http://widgia.com/category/clockcountdown-widgets/&#8221; target=”_blank”>More clock widgets at Widgia.com</a>
More clock widgets at Widgia.com

THE TRASH

Judul   : THE TRASH

jr

Casht :

Kim Hyun Jong  as JR

 Choi min ki as Ren

Aron kwak as Aron

             Kang Dong Ho as Baekho

             Hwang Min Hyun : Min hyun

             You as Jung Hanny

ps :

            Berhubung ni Ep-Ep pertama gw, dan gak pernah di publish di manapun juga. Gw kasih tau kalau ceritanya panjang. Jadi yang kurang berminat ga usah dibaca gpp gw iklas lahir batin.Buat yang kasihan ma gw yang udah nulis capek2 sampe stres boleh kok mencaci dan menghina dina gw. Gw sadar klo gw cuman manusia biasa dgn otak ½ TT.TT jd komen kalian adalah semangat gw.

klo ada salah typo ato bagasa gw trlalu susah dimengerti maap maap aj, authornya otaknya cuman ½ jadi bahasa kita mungkin beda. Ni cerita trispirasi gara2 suami saya #tujuk JR# males bgt buang sampah ^^

sudahlah, selamat membaca aj…pai pai

 

~.~.~.~.~.~

Cerita ini hanya fiksi belaka, kesamaan nama, karakter, tempat dan dialog hanya bagian dari imajinasi semata. Yah… setidaknya itulah yg kuharapkan saat pertama ku buka mata dan membuka pintu kelasku. Selalu saja sama, setiap kali kutinggalkan mejaku tumpukan sampah itu selalu memenuhi mejaku. Aku tidak perlu menebak lagi siapa pelakunya karena cuma ada satu manusia. Tidak  dia bukan manusia, dia batu. Yah, benar dia itu batu dan dialah biang keladinya.

Kim Jong Hyun, atau lebih sering di panggil JR. Dialah biang dari segala biang perusak ketenangan hidupku di bumi, bersama empat temanya yg lain mereka adalah Pandawa di sekolah ini. Benar, mereka-merakalah orang-orang jahil yang kurasa tidak punya pekerjaan atau mungkin mereka akan mati kalau tidak mengusili orang lain.

Okey, kembali soal sampah, mungkin kalian fikir ini hanya samapah,hanya tumpukan lembaran kertas kumal yang di remas-remas empunya kertas hinga membentuk bola kertas. Dan aku sedikit berlebihan itu hanya lima hingga tujuh gumpalan kertas, tapi bayangkan kalau itu terjadi padamu hampir setiap hari selama satu tahun lebih dalam hidupmu. ITU BENAR BENAR SANGAT MENYEBALKAN!!!!!!  Parahnya lagi sang kreator bener benar kreatif, dulu aku berfikir kalau dia mungkin bosan saat kujumpai mejaku bersih dari sampah, tapi nyatanya kertas-kertas itu pindah kedalam laciku, atau dalam tasku, dan binggo memenuhi kantong jas seragamku. Hebat bukan? Adakah dari kalian yang berfikir kalau nasipku seperti Gum Jandi dan Gu Jun Pyo? Tidak nasipku tidak seburuk itu, sampai detik ini aku belum pernah menjadi korban Bulling teman temanku dan perkara sampah sampah itu aku sekarang cuma bisa pasrah dan marah marah pada orang yang bersangkutan langsung. Kenapa begitu? Aku pernah melaporkanya ke guru BP bahkan ke kepala sekolah, tapi karena JR dkk adalah anak anak dari donatur terbesar di sekolah ini mereka cuma bisa bilang Anggap saja mereka hanya bergurau, toh dalam masalah ini tidak ada yang terluka. Jadi, selama belum ada yang berdarah darah pihak sekolah masih mentolerir kelakuan mereka. Itu artinya uanglah yang menang. Aiissshhh rasanya aku ingin melaporkan hal ini ke komas perlindungan anak, tidak ada yang disakiti secara fisik memang tapi bagai mana dengan kejiawaanku???

BRRRAAKKKK!!!

Ku gebrak meja ku keras keras menumpahkan semua kesal dalam diriku, berpasang pasang mata yang ada di dalam kelas melihatku sekilas lalu kmbali sibuk dengan urusan masing masing karena merasa hal seperti ini adalah hal yang sangat teramat sangat biasa mereka jumpai setiap harinya. Kulangkahkan kaki ku ke belakang kelas untuk mengambil tong sampah, tepat saat lewat di hadapan JR dan empat sahabatnya yang lain, ku hadiahi tatapan sedingin es ku pada mereka, terutama JR

“mwo??” kalimat itu melunjur dari bibir tipis merah jambunya, seolah dia adalah mahluk yang terlahir tanpa dosa.

“apa kau buta?? kapan kau bisa bersikap lebih dewasa huh!!”

“YA …Jung hanny kalau aku buta bagaimana bisa aku melihat muka kepiting mu itu?”

“emmpppttt…”Ren dan Min hyun yg ada di belakang JR sontak menahan tawa mereka, aku yakin tawa itu akan meledak kalau saja aku tidak memelototi mereka.

BUGGHHH!!!  ku tendang meja JR hinga bergeser beberapa centi, dan tawa duo yeppeo namja  di belakang JR menjadi back sound yang sangat menyebalkan. Segera aku bergegas mengambil tong sampah dan ku beresi sampah di mejaku. Saat ku lihat kebelekang selalu sepasang mata hitam pekat itu seolah ingin menelanku masuk kedalam alam yang sangat gelap…hhhiiihhh aku bergidik ngeri dan segera ku palingkan wajahku.

~.~.~.~.~.~

Jujur saja sebenarnya aku iri pada Pandawa, seolah mereka hidup tanpa ada aturan yang mengekang meraka. Mereka bisa bebas bertindak semau mereka. Menyenangkan bukan bisa melakukan apapun sesuai kemauan kita tanpa perlu mengingat aturan. Terlebih seolah tidak ada masalah sepanjang hidup mereka.

Ren, seorang yeppeo namja , yah dia cantik lebih dari itu dia sangat cantik, kurasa cerminpun akan iri saat melihat sosok Ren di hadapannya, dan menjadi cantik sepertinya tidak membuatnya merasa malu atau risih, dia seolah benar benar bersyukur atas apa yang di berikan padanya, dia bahkan tidak perduli saat namja lain melihat kearah kuku berwarnanya dan yang paling kusuka dari Ren adalah bibirnya, siapapun pasti setuju Ren punya bibir yang,,,eeerr menggoda hahahaha….

Min hyun, sosok yg terlihat begitu tenang dan pendiam, senyumnya benar benar mengambarkan kalau dia adalah sosok yang ramah, sosok yang baik hati dan tidak sombong mungkin juga pandai menabung dan tidak pernah telat bayar pajak, eh? Luapakan yg terakhir itu hanya kekonyolanku. Dia adalah sosok seorang pangeran.

Aron, melihatnya mengingatkanku pada sosok seorang kakak, kakak yang baik dan jahil, ahh aku ingin punya kakak, Aku rasa Aron adalah sosok yang punya tangung jawab tinggi, dan aku yakin yeoja yang menjadi pendampingnya kelak tidak akan menyesal. Trust me. Selain itu kemampuanya dalam berbahasa membuatku benar benar iri. Coba fikir yeoja sehebat mana yang berani menolak Aron?  Tampan, ia. Pintar, ia. Kaya. Jangan di tanya. Apa lagi yang kurang? Ramah, tentu kalau tidak namja namja di sekolah ini tidak akan segampang itu bicara dengan Aron…ayo fikirkan kurang apa lagi coba…ah, bola matanya yang cantik hihihihi…

“aku baru tahu ternyata kau seorang stalkers ucap seseorang tepat di belakang ku, MATI AKU. Itulah satu satunya kalimat yang bisa keluar dari benakku. Aku tak perlu melihat siapa pemilik suara yang menegurku, karena aku hafal dengan betul siapa pemilik suara itu. Dengan sisa sisa nyawa yang masih kumiliki, aku menoleh kearahnya, menoleh seperti memastikan suara di belakangku bukan milik sesosok hantu dengan takut takut.

Baekho, namja itu tersenyum, dan aku hanya menatapnya kosong. Bagai mana dengan rasa takutku tadi? Hilang ke laut bersama nyawaku mungkin. Dia juga salah satu dari Pandawa. Sekarang nyawaku benar benar hilang, OMO….kenapa pria di depanku punya mata yang seolah olah dapat tersnyum seperti ini, garis mukanya tegas, dan wajahnya sedikit bengal tapi eyes smilenya mampu membuat…serius aku habis kata sepertinya aku akan mati.

“kau tidak apa apakan?” Eyes smilenya tarlihat sedikit khawatir, ku balikan tubuhku seperti boneka sadako, menatap lurus entah kemana.”kau tahu, kau sudah 20menit disini, dan memandang JR terus menerus” lanjutnya

“20menit?” aku mengeritkan keningku, ucapanku mungkin tak terdengar oleh Baekho karena aku hanya mengumamkannya.” Jadi selama itu kau memperhatikanku?” entah dari mana aku punya otak untuk membalik kata kata Baekho, padahal pandanganku saja masih kosong.

“eh??” Baekho jelas salah tingkah sekarang tapi aku tetap pada posisiku “ahahahahaha” sekarang dia tertawa, apa yang lucu, aku juga tidak tau dan tidak mau melihatnya karena kupastikan aku masti pingsan. Ku rasa para Pandawa itu memeng gila. “Skak mat!”serunya “Awalnya aku tidak tertaik mencari tahu apa yang di lakukan gadis aneh sepertimu, tapi saat ku lihat kau senyum senyum sendiri aku jadi takut kau kerasukan setan, makanya aku ingin tahu, dan trnyata,,,”jelas baekho tapi mengantung

“ternyata?

“kau sedang melihat kami, benarkan?” kini dia di sampingku, tubuhnya sedikit miring dan wajahnya lekat mentapku, seketika itu juga aku menjadi arca prasejarah.

“kau tau mukamu merah, kau sakit?” godanya

“siapapun akan menjadi kepiting kalo mukamu sedekat itu!!” jawabku menahan nafas, huummmfff… ku isi paru paruku setelah Baehko sedikit menjauhkan jaraknya.

“jadi kami sekeren itu ya..simpulnya cengengesan”

“ya” jawabku seponta yang membuat bola mata Baekho membulah seolah tak percaya dengan apa yang keluar dari mulutku.

“aku tidak menyangka musuhku mengaku dengan,,,”

“kalau kalian tidak menyebalkan dan menjauh dariku radius 100 m.”

“hahahahahahaha

Sebal, ku tinggalkan eyes smile itu, bodoh, bodoh, bodoh,,,BODOHH!!! rutuk ku kesal setengah mati, mana ada maling yang dengan jelas ketahuan seperti ini…aduuhh,,,!!!

Aku berjalan tergesa dan BUGGH!! tubuh mungilku mundur beberapa langkah saat membentur seseorang, untung tidak jatuh, dan tarra…i got a jackpot!!

“kalau jalan pake mata!! mata itu menatapku tajam, seperti iblis yang ingin menjerat manusia ke lubang kegelapan.

“kalau jalan pakai kaki!!dari jaman pitekantropus sudah begitu aturanya!!”

“maksudku kalau jalan hati hati” ralatnya, wajahnya merah, apa dia marah? Pasti! Nada biacarnya saja sudah meninggi satu octaf, tapi saat kulihat wajahnya aku jadi ingat apa yang kulihat beberapa menit tadi. JR saat sedang latihan bersama teman-temannya  tadi benar benar berbeda dari JR sekarang, wajah malaikatnya saat tersenyum sangat kontras dengan tatapan matanya yg tajam saat marah sekarang.

“muka dua!” dengusku

“mwo??” mukanya sekarang benar benar merah sperti ingin membunuhku “ Atas dasar apa kau mengataiku begitu  huh??”

“mengataimu? Percaya diri sekali, kau fikir kau itu siapa?”

“KAU!!” serunya sembari mengangkat kepalan tangannya keudara.”Bersyukrulah kau itu lahir sebagai perempuan” matanya tajam menatapku, tak memberiku sedikitpun ruang untuk berkelit dari mata itu, mau tidak mau, hidup atau mati, kubalas tatapan mata itu dengan segala kebencian yang sekarang menjadi kekuatanku.

“kau tahu, aku menyesal lahir di dunia ini”

Dia terkejut mendengar perkataanku, tapi aku cukup lelah untuk berdebat dengannya, energiku telah habis. Aku kesal, sangat kesal, kenapa dia begitu padaku. Samapi kapan dia akan seperti ini terus?? tanpa sadar aku menangis, rasanya aku ingin meledak. Ku buang sampah sampah di dalam tasku, sebelum akirnya terduduk di kursiku dan membenamkan kepalaku di antara kedua tanganku yang terlipat hanya untuk menangis sepuasnya.

~.~.~.~.~.~

“HANNYY,,,,” aku menoleh, Ji hyun teman sekelasku tengah berlari ke arahku “hari ini tolong gantikan aku piket ya?”

“eh?”

“aku ada urusan penting…kumohon..” pintanya memelas

“baiklah” jawabku masih setengah sadar, satu lagi kelemahanku, aku gampang sekali di bodoh bodohi makanya semua orang dengan gampangnya meminta batuanku, aku baik? Tidak aku terlalu naif itu lebih tepat, aku takut untuk melukai seseorang hingga apapun yang mereka minta padaku pasti aku iyakan meski kadang aku bosan. Yaah.. sudah lah, aku juga tidak ada kerjaan setelah pulang, hiburku pada diriku sendiri.

Dan kali ini aku menyesal, benar benar menyesal mengiyakan permintaan Ji Hyun. Saat ku buka pintu kelas, tiga Pandawa ada di hadapan ku bersama dua teman sekelas ku yang lain.

“ada barang yang tertinggal ya Hanny?” tanya Min hyun ramah

“tidak” ku letakan tasku di meja dan saat kulirik laciku sekilas tampak ada sampah kertas di sana. Aku heran padaha baru 15mnt aku meninggalkan mejaku dlm keadaan bersih, tapi sekarang sampah itu muncul lagi.”sudahlah” batinku. Tanpa ba bi bu, kuambil sapu dan mulai membersihkan ruang kelas.

“hai tong sampah!!” seru JR “apa yang kau lakukan!! hari ini bukan jadwal piketmukan!”

Aku diam, sama sekali tidak bernapsu untuk berdebat dengannya. Yang aku inginkan hanya menyelesaikan pekerjaan ini sesegera mungkin.

PRAKKSS….sapuku menghantam meja sebelum akirnya tergeletak di lantai.

“apa mau mu?” tanyaku kesal pada JR yang seenaknya membuang sapu di tangganku.

“kenpa tidak menjawab pertanyanku?” tanyanya dengan nada tinggi

aku trsenyum melecehkan, sengaja membuatnya makin marah, “kau bicara padaku?”

“KAU FIKIR DENGAN SIAPA LAGI!!! “ kali ini aku berani bertaruh suaranya pasti terdengar samapai lantai dasar.

“apa aku mirip tong sampah?” tanyaku pelan namun tegas, kali ini aku sedikitpun tidak takut. Rasa ingin membunuhnya bener benar sudah menguasaiku. Aku ada pada batas terakhirku.

“……”

“kenapa diam? Aku mau kemana itu urusanku, aku mau melakukan apa itu urusanku…”

“apa kau tidak tau kalau selama ini mereka memanfaatkan mu!!”

“kau fikir kau memperlakukanku lebih baik dari mereka?” Coba beri aku satu alasan kenapa kau terus mengganguku??”

“……”

“karena itu lucu, cks..” jawabku karen pria di depanku hanya menatapku dengan marah, matanya masih seperti ingin membunuhku, Tuhan, dadaku sakit. Kumohon seseorang hentikan kami.” Karena bagimu aku hanya mainan bukan? SAMPAI KAPAN KAU AKAN BEGINI!!!! TIDAK BISAKAH KAU GANGGU ORANG LAIN, KAU MEMBUATKU GILA!! BENAR BENAR GILA!!!” aku  histeris, manusia lain di dalam kelas hanya mampu melihat adegan ini layaknya menonton film. Aku mulai menangis, tangis pertamaku di hadapan JR.” Apa kau puas sekarang?”

Sepertinya aku memang di lahirkan bodoh, bukanya pergi dari kelas untuk mnghidari mereka, aku malah mengambil sapu dan melanjutkan pekerjaanku. JR masih saja mematung, apa kata kataku barusan sangat sulit untuk dia cerna? Sebodoh itukah dia? Dan sebelum pertanyaan dalam benaku berakir..

“YYYYYAAAAAAAAKKKK!!!!” JR brteriak sekencang kencangnya dan membanting sebuah Kursi kemuka kelas. Kursi itu tidak hancur tapi aku pastikan itu pasti sudah rusak.

Semua membeku, mungkin itu yang terbaik yg bisa kami lakukan. Bahakan Ren dan Min hyun cuma bisa saling lempar pandangan seolah bilang “sohip kita kenpa?” dan sejurus dengan itu mata cantik Ren menatapku, bibir pinknya sedikit mengerucut diberengi kerutan kening, yang bisa kuartikan “kau sihhh!!!”

~.~.~.~.~.~

JR tidak ada di mejanya, sejak tadi pagi semua orang sibuk membicarakan kejadian kemarin, anehnya semua cerita itu jauh dari kenyataan yang ada. Bayangkan mereka bilang JR ribut dengan segrombolan preman dan berkelahi di kelas. Ren dan Min hyun juga tidak banayk komentar soal ini. Min hyun dan Ren malah tampak sibuk dengan kuku Ren, kalau mereka diam lebih baik aku juga diam.

“Hanny, tolong ambilkan buku cetakku yang tertinggal di meja” printah Shin seonsaengnim di tengah pelajaran.

“ne, seonsaengnim” aku bangkit dari kurisku, keluar dari kelas menuju ruang guru.

Langkahku terhenti di sebuah lorong panjang tak jauh dari ruang kelas, tepat didepan laboratorium bahasa. Ku lihat sosok JR keluar dari ruang kepala sekolah, ruang paling ujung dari lorong ini. Meski agak jauh aku dapat melihat wajah kesalnya, wajah iblis itu terlihat lagi. “MATI AKU!!” seruku dalam hati. JR menatap kearahku, padangannya tak berubah sedikitpun, mata itu menatap tepat ke arah mataku. Aku yakin apa yang kurasakan sekarang adalah aura pembunuh, “seseorang selamatkan aku” mulutku kelu, tubuhku kaku, jantungku bergemuruh seperti mau mati, kakiku lemas…entah energi apa yang menopangku tetep bisa berdiri. Seluruh tubuhku gemetar, sementara JR semakin mendekat.

Ku tutup mataku rapat rapat, sosok JR berdiri tepat dihadapanku, aku dapat merasakan sosoknya. Dadaku sesak, nafasku seperti orang mau mati. Aku makin memejamkan mataku rapat rapat saat kurasakan hembusan nafas pelan meyapu wajahku. Apa JR mendekatkan wajahnya? Apa maunya? Untuk melihat wajah ketakutanku lebih dekatkah?  Deg! Bibirku lembab, sesuatu yang halus menyapu bibirku, jemari JRkah?

Hana, dul, set.. ku beranikan diri membuka mataku, tapi sosok JR telah hilang, saat aku berbalik kuliat punggungnya semakin menjauh, entah bagaimana aku rasa aku menyesal. Untuk apa? Aku juga tidak tau, ada sedikit perasaan berharap dia berbalik meski sekali. “setidaknya lihat aku” gumamku pada diriku sendiri.

~.~.~.~.~.~

JR di skorsing, itu adalah kabar yang kudengar saat pertama kali menginjakan kakiku di kelas.

“kau puaskan??” Ren, lagi lagi memanyunkan bibirnya, dari nada bicaranya jelas dia menyalahkanku.

“sudahlah, JR juga yang salah, pake acara merusak properti sekolah” Min hyun membelaku, setidaknya terdengar begitu.

Aku serba salah sekarang, sepertinya apapun yang ku perbuat tidak akan merubah keadaan. Sedari tadi aku hanya sibuk dengen diriku sendiri, bahkan aku tidak sadar kalau bell pulang sudah berbunyi.Tunggu, aku tahu. Aku akan bilang ke kepala sekolah kalu ini bukan salah JR, kepala sekolah pasti mengerti. Aku tersenyum simpul, aku yakin JR pasti diijinkan masuk lagi. Ya pasti!

“berhenti bertindak bodoh, kau hanya akan membuat masalah semakin runyam” Min hyun seolah bisa menebak isi kepalaku, dia bangkit dari kursinya dan duduk di depanku, duduk menghadap kearahku “mukamu!! dari mukamu sudah terbaca” sebuah senyuman mengembang di bibirnya, pantas saja teman teman bilang dia adalah Minhyun prince, senyumnya benar benar seperti pangeran.”kalau kau ikut campur JR malah akan semakin susah. Aku menggeleng tidak mengerti, dan sekali lagi senyum di bibir minhyun mengembang.

“JR itu menolongmu, supaya kau juga tidak ikut dalam masalah ini, arra?”

“kenapa harus seperti itu?”

Min hyun hanya mangankat bahunya tanpa mengurangi senyum ramahnya.

“kalau penasaran tanyakan saja langsung” Aron menyambar dari depan pintu kelas, “jauh lebih melegakan mendengar jawabanya dari tersangkanya langsung” sambungnya duduk di samping Minhyun.

“tersangka?” aku heran bagainama bisa JR jadi tersangka? “maksudnya JR?” tanyaku memastikan.

“tentu saja noona,,,kau fikir siapa?” Ren menyahut ringan, matanya menatapku kesal, dia masih marah padaku rupanya. “ayo,,,aku sudah lapar, cacing cacing di perutku sudah protes.  Ayo pulang!!!” seperti anak kecil, Ren menarik tangan Minhyun dan Aron, tak lama kulihat Baekho masuk ke kelas, tapi segera keluar lagi bersama Pandawa yang lain.

~.~.~.~.~.~

Ku perhatikan sosok di depanku, seoeng Yeoja kurus, dengan mata colat muda sendu, dengan rambut pendek bob sebahu, kalau di pikir aku ini cukup cantik, meski tak secanti yeoja yeoja primadona sekolah sie, aku punya lesung pipi yang menghiasi senyumku, membuatku terlihat lebih manis tidak seperti si iblis JR. Mengingat nama itu rasanya seluruh rongga paru paruku seperti diisi jarum, sakit sekali. Ku nyalakan kran air berniat mbasuh mukaku, berharap aku bisa lebih tenang setelahnya.

“PABOYA!!!” seruku kesal, saat air kran menyembur membasahi tubuh bagian atasku. Aku makin kesal saat melihat note yang tertempel di kaca bawah dekat kran. WASTAFEL SEDANG DALAM PERBAIKAN.

“bagaimana aku bisa tidak melihat tulisan itu sihhh…” grutuku sembari masuk kamar mandi. Ku ambil beberapa lambar tisu toliet dan berusaha mengeringkan bajuku, tidak mungkin aku pulang dengan baju seperti inikan? Usahaku tak membuahakan hasil, air yang mengenai rambutku gagal ku keringkan dengan tisu, yang ada airnya trus menetes membuat bajuku semakin basah. Bodoh kenapa tadi aku memutar kran sekencang itu.

Heii…akukan punya baju olahraga di loker, kanapa tidak ganti baju dengan itu saja? Ada handuk juga dalam loker. Great!

CCLLKKKSSS,CCLLKKSS,,,,Clkss…!!!

“ada apa ini?? pintunya macet??” tanyaku heran, tanpa henti ku goyangkan gagang pintu.

“Yeoboseyo, amudo? “ tanyaku saat kudengar beberapa langkah kaki memasuki toilet, tapi tak ada jawaban, apa suaraku terlalu kecil. “ Yeobseyo, aku di dalam sini. Pintunya macet bisa tolong aku???” aku berteriak, tapi sama saja “juseyo!!!” teriaku lagi. Aku yakin tadi aku mendengar langkah kaki. “JUSEYO!!!” teriakku lebih kencang “JUSEYO!!” ku gedor gedor pintu kamar mandi. Sekarang aku panik. Aku mulai berterika dan mengedor gedor pintu tanpa perduli dengan rasa sakit yang mulai menjalar dari pergelangan tangganku. Bahkan sekarang rasanya tanganku sedikit mati rasa.

Apa ini? Sesuatu seperti mengelitik kakiku dan mulai naik perlahan.

“KYAAAA!!!! JUSEYOO!!!!! JUSEYO!!!! hikz…hikz,,,juseyo!!!” mahluk yang paling ku benci sedunia kini ada di bawah kakiku, perlahan tapi pasti merayapi tubuhku. Sekarang aku tahu, aku tidak sedang terkunci, pintunya tidak sedang macet ataupun rusak. Aku dikunci dan dikerjai habis habisan. Mahluk itu bukan hanya satu, tapi puluhan bakan nyata atau tidak mahluk mahluk itu mendadak menjadi ratusan bahkan ribuan. Aku histeris, berteriak, menangis, bahkan naik keatas tolitet berusaha menyingkirkan mahluk yg tengah ngrayapi tubukku. Ku hentakan kakiku saat mereka mendekati kakiku. Mahluk itu berterbangan, hinggap keseluruh penjuru ruanggan sesuka mereka seperti menari menertawai ketakutanku. Sekarang kecoak kecoa itu membuatku tersudut di pojok ruang sempit kamar mandi. “jjuuuu,,,ssseeeyyooo…..” Entah seperti apa kedaanku sekarang. Kepalaku sakit, seluruh tulangku rasanya melunak, aku tak sanggup lagi berdiri, suraku bahkan telah habis. “Tuhan tolong kirimkan seseorang, setan, iblis atau apaun untuk menyelamatkan ku” ucapku lirih tanpa tenaga.

“JR tolong….” aku juga tidak tau kenapa nama itu yang ku sebut, mungkin sebelum aku hilang kesadaran aku seperti mendengar suaranya. Ya, aku berhalusinasi mendengar suaranya.

~.~.~.~.~.~

“kau sudah siuman??”

suara itu terdengar khawatir, aku tidak dapat memastikan itu suara siapa, mataku belum terbuka sepenuhnya, bahakan rasanya seluruh ruangan berkabut dan berputar. Ku kerjapkan mataku beberapa kali, sekarang setidaknya aku bisa melihat sebuah ruangan, tepatnya kamar tidur dan yang pasti ini bukan kamarku. Apa ini rumah sakit? Entahlah, aku lebih penasaran dengan suara tadi.

“JR” ku gumamkan nama itu di benakku. Terkejut?? tentu . Aku menatapnya heran, tapi dia tak memberiku kesempatan untuk bertanya karena sebelum satu katapun keluar dari bibirku dia telah mandahuluinya dengan retetan pertanyaan seperti mana yang sakit? Apa perlu aku panggil dokter? Lihatlah kau seperti mayat, tubuhmu pucat…dan banyak lagi, seolah dia bicara tanpa jeda hanya sekedar untuk bernafas.

“JR” panggilku pelan, sebenarnya aku inggin membentaknya tapi aku tidak punya tenaga untuk itu “aku di mana?”

“ah?” mendengarku bertanya dia malah seperti orang bodoh “ah, ohhh kau di rumah sakit sekarang. Kau aman”

aku tidak mengerti maksud kata AMAN yang dia ucapkan, aku anggap aku aman dari para kecoak tadi. Aku kembali menerawang, apa salahku? Dan siapa mereka? Kenapa berbuat seperti itu padaku?

Deg, ku geser tubuhku saat JR meletakan tanggannya di keningku. Aku terkejut, aku berusaha duduk supaya dia tidak berfikir aku takut padanya, meski jujur aku memang takut. Tapi dia telah menolongku, manamungkin aku memblasnya dengan ketakutan.

“Aron dan Baekho memberi tahuku, mereka bilang senior kita menggangumu”

mwo? Senior? Seingatku aku tidak pernah punya masalah dengan para senior? Kenal saja tidak. JR kembali meletakan telapak tangannya di keningku, tangganya dingin, sangat nyaman, rasanya pening di kepalaku sedikit berkurang, dadaku berdesir suatu rasa yang aneh seolah muncul dari dalam sana. Ku pejamkan mataku mencoba mamahami apa yang kurasakan. Jujur aku tidak bisa mengungkapkan perasaan ini dengan kata kata. Ada rasa sedih, takut, bahagia, gelisah dan,,,entahlah, apa aku tadi salah di beri obat ya?

“ panas mu seperinya sedikit turun” JR manurunkan tangannya, terlihat seperti orang kikuk dia mengosok hidungnya dengan jari telunjuk. “ saat ku bawa tadi tubuhmu menggigil dan puacat, bajumu juga basah. Kau tahu bandanmu benar benar panas……”

JR terus berbicara, menceritakan kejadian saat dia menemukanku hingga bagaimana dia membawaku kerumah sakit. Tapi aku tak menghiraukannya, mataku tertuju pada tanggan kirinya. Ada lebam disana, warna ungu jelas kontras dengan kulit putihnya, sadar atau tidak tangan ku mendekat menyentuh bagian lebam di tangannya. Apa dia mendobrak pintu kamar mandi?

Dia diam, tak ada kalimat yang terucap diantara kami. Aku sibuk melihat tangan lebamnya, dan dia…entahlah dia menatapku,

“sudahlah” dia mengambil tanganku, dan menggengam jemariku “keren bukan, kurasa seorang pria harus punya tanda memar, yah meski ini akan hilang dalam beberapa waktu, geogjeonghaji maseyo…..”

“mianhae..” aku tertunduk, kupotong kalimatnya lagi. Aku benar benar menyusahkannya, sudah  membuatnya di skorsing, dan sekarang mambuatnya terluka.

“tidak perlu minta maaf, aiisshhh kau ini baru di tinggal sehari saja sudah begini bagaimana kalau aku pergi dalam waktu yang lama?? “

eh? apa maskud kata katanya tadi? Dia pikir aku ini apa? Hewan peliharaan yang kalau di tinggal majikanya lama akan mati? Atau dia pikir aku tidak bisa menjaga diriku sendiri?

“ apa maksudmu!!” seruku sedikit keras. Dia manatapku seprti biasanya, dia telah kembali kewujud aslinya,

“apa? Tentu saja….kau, kau tidak dengar aku tadi bicara apa?”

“aku mau pulang”

“apa? Kau pikir kau sudah sehat huh?”

“aku mau pulang”

“YA!!!”

“aku mau pulang”

“YYYYAAAA!!! kalau kau pulang aku tidak akan mengantarmu!”

“aku tidak butuh kau antar!! aku, bisa, pulang, sendiri!”

~.~.~.~.~.~

“kau bilang tidak mau mengantarku? Kenapa sekarang mengikutiku?” tanyaku pada JR yang sedari tadi mengekor,

Dugh, aku trsandung, tak sampai jatuh memang hanya oleng sedikit.

“inilah alasan kenapa aku mengikutimu” JR dengan cepat manghampiriku. Aku terliat seperti balita yang sedang belajar berjalan, dan JR tamapak seperti seorang ayah yang khawatir kalau kalau trjadi sesuatu hihihihi..

JR tahu tahu sudah berjongkok di depanku, aku menatapnya heran. Sadar kalau aku hanya diam dia menoleh kearahku “kkaja!”

“apa maksudmu? Aku mau pulang”

“naiklah, aku tidak yakin kau bisa jalan dengan benar”

“kau…” belum selesai aku mambantahnya, tanganku sudah di tarik hingga jatuh ke punggungnya, dan dengan cepat di bangkit.

Aku diam, kubenamkan wajahku di punggungnya. Aku jadi ingat ayahku, dulu saat aku kecil dia sering mengendongku.

“memang kau tahu rumahku?”

“kau bilang sesuatu?”

“kau. Memangnya kau tau aku mau kemana?”

“pulangkan?”

“emmhh”aku mengangguk “ kau tahu aku tinggal dimana?”

JR menyebutkan sebuah alamat jalan, alamat rumahku yang dulu. “kenapa diam?”

“hahahaha selain muka dua ternyata kau sok tahu” tawaku mungkin terdengar aneh. Aku berharap dia marah karena aku mengatanya muka dua, tapi JR diam.

“apa yang sebenarnya terjadi?” pertanyaan JR sukses membuatku ingin menangis. Ku benamkan kepalaku di punggungnya., sesak memenuhi rongga dadaku. Mataku basah, ya kau menangis. Memory yang tak pernah ingin ku ingat mau tak mau muncul seperti hantu.

“apa kau baik baik saja?”

“emmhh” aku mangangguk, JR pasti tahu kalau aku sedang menangis.

JR melanjutkan langkahnya, sementara aku masih saja diam dan menangis. Langkahnya berhenti di depan halte bus. Di turunkannya aku, tanpa di printah aku duduk di bangku tunggu. Masih tetap merunduk dan manangis, sepasang sepatu di hadapanku cukup menjelaskan JR berdirii tapat di depanku. Bukannya berhenti menangis, tangisku makin pecah. Aku heran apa yang kuharapkan sekarang? Kenapa aku seolah berharap dia mengiburku? Hanny, apa kau lupa dia ini musuhmu? Seharusnya kau kuat.

“menangislah” besaman dengan kalimat itu, di memelukku, air, mataku mengalir deras. Tubuhku bahkan berguncang. Aku inggin meluapakan semuanya. Rasa kesal, marah dan kecewa yang selama ini kupendam sendiri.

“kenapa orang dewasa itu egois?” kataku disela tangis “kenapa? Kalau memang tidak bisa bersama, kenapa memaksakan diri? Kenapa harus saling berteriak dan mencaci satu sama lain….” ku ambil nafas dalam dalam, rasanya menyelesaikan sebuah kalimat sama seperti berlari 100m. “tidak bisakah bicara baik baik? Kami juga punya hati, kami juga bisa berfikir? Kenapa mereka tidak memikirkan kami…”

Ku ceritakan pada JR apa yang terjadi padaku, pada keluaragaku lebih tepatnya. Aku bodohkan? Mengatakan semuanya pada musuhku sendiri. Aku sedang menggali kuburanku sendiri. Padahal selama ini aku hanya menyimpannya sendiri.

Orang tuaku akan segera bercerai. Yah, entah apa yang membuat perceraian itu menjadi sangat lama. Mungkin karena adikku sempat dirawat di rumah sakit beberapa waktu yang lalu, atau saat usiaku genap 17 tahun, aku memutuskan untuk meninggalkan rumah? Tidak salahkan kalau aku begitu? Daripada harus mendengar dua orang egois yang saling memaki dengan nada tinggi seolah hanya mereka saja pengguni rumah yang hidup. Nenek pernah membujuku untuk pulang, tapi ku tolak dengen halus. Aku beralasan kalau aku butuh tempat tengan untuk belajar dan lagi aku bukan anak kecil lagi. Nenek akhirnya setuju dengan satu sayarat aku harus sering menelfonya untuk sekedar tahu kalau aku baik baik saja. Setelah keluar dari rumah sakit, tak ku ijinkan adikku bertemu dengan appa ataupun eoma. Aku menyalahkan mereka atas kecelakaan yang menimpa Purin, dan aku tidak mau hal serupa terjadi lagi. Aku titipkan dia pada nenek, mungkin diam diam nenek masih memeper temukan adikku dengan orang tuaku. Andai, meraka tidak egois dan lebih perduli pada kami, Purin yang baru berusia 13 tahun tidak mungkin nekat bunuh diri.

“aku sudah jauh lebih baik sekarang” aku bangkit. Aku benar benar lega, rasanya seluruh beban yang selama ini aku pikul menghilang. Meski sebenarnya JR tak mengatakan sepatah katapun saat aku bercerita, mungkin itu lebih baik. Perduli besok JR akan memperlakukan ku seperti apa, mungkin dia iba, tapi aku tidak akan sudi dikasihani. Yang jelas aku tidak siap melihat reaksinya sekarang. Aku belum punya nyali.“aku bisa pulang sendiri”

“aku tidak yakin”

“kenapa kau yang tidak yakin?” aku kembali ketus, sepertinya setiap apa yang kuinginkan tidak di iyakan, moodku bisa tiba tiba memburuk.

“biarku yakinkan kalau kau sudah bisa pulang sendiri” ucapnya “biar ku priksa suhu badanmu”

selesai JR mengatakan itu, kutarik tangan kananya, kuarakan pada leherku, berharap dia bisa merasakan suhu tubuhku

“kau puas?” tanyaku setalah beberapa saat kugengam pergelanganya. Saat genggamanku terlapas aku hendak melangkah pergi tapi JR justru menarikku mendekat padanya. Didekatkannya dahiku pada dahinya. Deg!  Mata hitam pekatnya menatap mataku sekilas sebelum akirnya dipejamkan. Sekarang aku benar benar takut, bahkan hanya untuk sekedar bernafas. Nafasnya yang teratur begitu terasa, dan entah bagaiman ceritanya, aku bisa mendengar degup jantungku sendiri. Apa aku akan segera mati?? tubuhku seperti terhipnotis, aku ikut memejamkan mataku, entah apa yang JR rasakan, tapi sekarang aku tengah menikmati persaan nyaman yg seolah keluar dr seluruh tubuhku, rasa ringan seperti tak ada grafitasi bumi disekitarku, aku melayang.

“tubuhmu masih panas” ucapnya tanpa melepas kontak diantara kami. Ucapannya jelas menyadarkanku kalau aku masih di bumi dan seketika rasa yang beberapa saat lalu kurasakan lenyap. Ku dorong tubuhnya menjauh, dan dia tampak bingung.

“mulutmu bau! Kau tidak menggosok gigimu ya?” dalihku malu.

“hah?” dia binggun, sedetik kemenudian diposisikannya tangan kanannya tepat di depan mukannya sendiri lalu membuang nafas pelan, mencoba membuktikan apa yang ku tudukhan padanya. “hei, mulutku tidak bau! Hidungmu saja yang terganggu!”

Aku tidak perduli, ketendang tulang keringnya lalu berlari meningalkannya sendiri.

~.~.~.~.~.~

Ku putuskan hari ini aku tidak masuk, aku mau libur 2 atau 3 hari hehehehe. Aku mau ke rumah nenek, bertemu adik dan nenek ku. Pasti menyenangkan, lagipula badanku sudah membaik dan kalau ada apa apa nenek bisa merawatku. Dari pada aku terus berfikir yang aneh aneh. Aku ingin bertanya pada nenek tentang hal aneh yang terjadi pada diriku brlakangan ini saat JR di sekitarku. Jantung dan perutku bermasalah, rasanya jantungku berdetak lebih cepat dan perutku mendadak tidak enak, dan sekarang lebih parah lagi. Mendengar namanya saja membuatku panik setengah mati. Aku juga sering memimpikannya. Apa aku terkena fobia terhadap JR?

Aku tidak sedang berhalusinasikan? Atau sakitku makin parah?

Saat aku menuruni tangga turun aku melihat JR naik keatas. Apa aku berhalusinasi? Masa iya aku samapai berhalusinasi melihatnya ada di apartemenku? Tidak mungkin orang seperti dia mau tinggal di apartemen kelas menengah seperti ini.

Dari pada mati penasaran kuputuskan untuk memastikannya. Aku mendongak keatas kearah tangga diseberangku. Tidak, kali ini aku tidak berhalusinasi. Kalau cuma satu orang mungkin mirip, tapi sangat aneh kalau ada 5 orang namja dengan gaya over seperti mereka ada di satu tempat yang samakan?

“MINHYUN….!!” orang yang ku panggil sempat clingukan mencari sumber suara yang memanggilnya, dia tersenyum, menunjukan prince smilenya ke arahku.

“HANNYAA….!!! TUNGGU KAMI!!” seru Baekho.

Tunggu katanya? Mereka kemari untuk aku? Masa? Ahhh, aku mulai GR sekarang hihihi.

Hai, mereka itu musuhku, kalau mereka kemari itu artinya….aku jadi patah semangat.

“kau mau kemana?” tanya JR begitu jarak diantara kami hanya beberapa anak tangga.

“kerumah nenekku”

“nenekmu menelfon ?”

“tidak, dia tidak tau kalu aku sakit”

“YA!!” JR menarik tanganku “kalau begitu cepat kembali ke kamarmu”

ku hempaskan tanggannya paksa, seperti biasa dia tidak terima.”aku tidak mau!! kalau aku ke rumah nenek setidaknya ada yang merawatku” ku beri penjelasan pada manusia batu di depanku

“itu masuk akal” Aron menengahi kami “jadi itu sebabnya kau berdandan secantik ini?”

blusss pipiku memerah, aku merunduk malu

“benar, kalau tiap hari kau berdandan  begini namja namja disekolah pasti akan berebutan” goda Baekho semakin membuatku tidak enak “emm..mungkin aku bisa mendaftar sebagai salah satu kandidat?”

“TIDAK BOLEH!!!” Ren berseru begitu cepat, membuatku terkejut. Bibirnya mengerucut, matanya menunjukan protes pada Baekho. Baekho tertawa kecil semabari menghampiri Ren dan membujuknya.

“mereka tidak seperti yang kau fikirkan” Minhyun sepertinya punya kemampuan untuk membaca fikiran, aku tak menjawab ucapannya aku hanya mambalasnya dengan senyuman kecil.

“kami ikut”

“ikut kemana?” tanyaku binggung pada JR

“tentu saja kerumah mertua..” sahur Ren

“heh??”

“kerumah nenek mu” Aron membenarkan.

Aku menggangguk meski sebenarnya masih binggung. Aku mau kerumah nenekku, tapi Ren bilang kerumah mertua. Apa Ren punya hubungan dengan salah satu anaknya nenek? Berati Ren omku? Ahh tidak tau…toh tidak penting jugakan.

Tanpa perlu mengetuk pintu adikku langung berhambur membuka pagar dan memelukku.

“kenapa baru sekarang menjengku, kau tahu aku bener benar sangat sangat merindukanmu” Purin memeluku erat. Aku senang dia sehat.

“sangat sangat??” tanyaku menggodanya. Rasanya aku belum lama meninggalkan rumah tapi adikku telah bertransformasi menjadi seorang gadis yang cantik, bahkan tinggi kamis sekarang hampir sama.

“sangat sangat sangat sangggaaatttt” jawabnya mantap “ayo ma….” ucapannya menggantung begitu menyadari aku tidak datang sendiri. “kenapa kau datang membawa pengawal?” tanyanya bingung. Tatapan mata adikku jelas kawatir sekarang.” dan kenapa shamchon itu berdandan seperti perempuan?” tunjuknya kearah Ren, Ren pasti kesal, tapi aku lebih khawatir pada adikku “tidak terjadi apapunkan? Kita tidak akan berpisahkan?”

aku tersenyum lembut kearahnya. “tentu, tidak akan ada yang boleh memisahkan kita. Mereka teman teman eonni, dan dia “ tunjuk ku ke arah Ren “bukan shamchon, namanya Ren Oppa.”

Purin masih ragu, di lihatnya satu persatu para pandawa dengan seksama.

“sudah ayo masuk” ajaku daraipada kami harus terus berdiri didepan rumah.”kalau mereka macam macam kita laporkan pada Lee ahjussi, arra?”

Aku tidak mengerti adikku, saat di luar tadi dia takut pada 5 orang namja yang mengikutiku tapi sekarang mereka berenam malah tampak asik bermain seperti teman sebaya.

“kalian tahu, saat SMP dulu eonni….”

“Purin, kalau kau bicara macam macam kau tahu hukumannyakan!” seruku dari dapur, aku sedang membantu nenek masak makan malam.

Purin malah tertawa, aku bersyukur JR dkk tidak menyingung soal bekas sayatan di pergelangan tangan Purin.

“AYO MAKAN!!!”

Rasanya seperti kembali kemasa 3 tahun lalu, semua berkumpul di meja makan dengan suka. Tidak ada lagi perdebatan, tidak ada dering telefon, dan tak ada bunyi prabotan pecah.

“itu foto siapa?” tunjuk JR pada sebuah foto keluargakami, foto yang diambil saat semua masih baik baik saja.

“yang pakai gaun pink tosca aku, dan yang memakai biru tosca eonni, kami cantikkan?”

“eonni?” JR sepertinya tidak percaya itu aku samapai sampai dia melotot kearahku.

“ummhhh” Purin menghabiskan sisa makanan di mulutnya sebelum melanjutkan bicara “kan sudah aku bilang eon sebenarnya sangat cantik tapi gara gara mereka…..”

“Purin…” cegah nenek supaya mulut bawel Purin berhenti mengoceh. JR melihatku, aku tau arti tatapannya kali ini, dia menyesal bertanya seperti itu.

“hei bawel, kalau kau menggoceh terus, tahun depan aku pastikan kau tidak dapat hadiah dariku.”

Purin langsung meletakan sendok dan garpunya, memasang tampang aegyo, lau memohan mohon.

Baekho tertawa pertama kali, di ikuti yang lainnya, membuat Purin sedikit kesal dan menggembungkan pipinya.

Rasanya aku tidak igin hari ini berakhir.

~.~.~.~.~.~

Kalau aku sempat berfikir sisi iblis JR telah hilang atau setidaknya kami telah berdamai, aku salah. Karena pada kenyataannya dia masih saja mengusiliku. Hummffff …sampah sampahnya masih dengan senang hati menemani hari hariku. Rugi besar aku sempat berfikir dia sudah berubah.

“kau akan melanjutkan sekolah dimana?”

Benar, satu semester lagi kami semua akan berpisah. Aku tidak perlu lagi berurusan dengan para pandawa terutama JR. Lagi lagi mengingat nama itu aku jadi sedih, sakitku sepertinya makin parah, harusnya aku senang tapi aku malah sedih. Mungkin karena aku akan kesepian nantinya. Seseorng yang membuatku kesal hingga lupa semua masalahku, hhmmmmfff setidaknya itu satu satunya sisi positif yang selama ini bisa ku ambil.

“hey Jung Hanny…” Jo min menyenggol bahuku karena aku tidak merespon pertanyaanya. “kau dengar akukan?”

“ne” jawabku melempar senyum kearahnya.

“kau mau kemana?”

“aku?” aku sok berfikir “mungkin…”

“di mana itu?”

“London – Inggris hehehe”

“kau inggin pergi dari negara ini?” tanyanya penasaran “bagaimana dengan mereka?”

“eh? Mereka? Siapa maksudmu?”

“JR, Minhyun, Ren dan yang lainnya”

aku tertawa “apa urusannya mereka dengan aku?”

“jadi mereka tetap akan melanjutkan kuliah di sinikan?” tanyanya antusias

“tidak tahu. Kenapa kau tidak tanyakan langsung pada mereka?”

Jo min diam, kulihat dia tengah berfikir “kau positif akan kesana? Kuliah di Camberwell?”

aku mengangkat bahuku, “kalau aku lolos, aku juga baru berencana hehehehe “

“jadi kau hanya berhayal?” Jo min tidak terima dan memukul bahuku pelan.

“berhayal tidak apa apakan? Lagipula aku sudah bosan di sini. Aku mau ganti suasana, siapa tahu ada orang Inggris yang tertarik padaku” aku bicara seenaknya tapi Jo min tampaknya tak percaya pada ucapanku “aku serius. Aku sudah mendaftar kemarin. Kalau kau tidak percaya aku punya nomor pendaftaranku dan kau bisa cek sendiri.”

“mana?” Jo min langung mengengadahkan tanggannya.

Ku rugoh saku jasku. Eh, ada yang aneh. Sepertinya teakir kali catatan itu aku taruh di saku, kenapa sekarang tidak ada. Aku mulai panik begitu aku tidak menemukannya di saku manapun.”ottoke….”

“mungkin tertinggal di kelas”

kelas? Tunggu. Aku ingat. Tong sampah, aku pasti membuangnya bersama sampah sampah yang di taruh JR di sakuku.

Aku segera berlari ke kelas, menabrak beberapa siswa yang tangah latihan di lorong untuk marayakan ulang tahun sekolah. Semoga sampahnya belum di buang. Kelas kosong, pasti semua orang tengah bersenang senang.

“Syukurlah,, sampahnya belum di buang” ucapku lega. Aku berjongkok di depa tong sampah. Untung ini sampah kering kalau bercampur sampah basah,,,iiihhh menjijikan. Tong sampah itu di dominasi bola bola kertas, kertas pertama yang ku buka adalah gambar tidak jelas, pasti punya hyunjai. Kertas kedua isinya hasil ulangan So hyun, dia pasti kesal karena dapat nilai terendah. Kertas ketiga hanya coretan tidak jelas,,,,tapi kertas keempat yang ku buka membuat nafasku tertahan. Ini syair cinta.

AkU akaN menJadI menTari… yang MeneManimu meNyaMbuT pagi…

aKu akan meNJadi buLaN… Yang Menjagamu dikala MaLam…

Namun cinTa lebih abaDi daRi SemuA ItU… Maka biarKan cinTaku menyelimuti haRI-HArimu… menemanimu… MenjAgamu… daN menDEkapmu… daLam keHamPaan…

 

aku mengenali siapa penulisnya dari tulisan tangan yang dia buat. Tapi aku tidak yakin. Kubuka lagi kertas kertas itu lagi, sekarang tidak penting soal tujuanku. Jantunggu berdegup kencang saat lagi dan lagi aku menemukan kertas serupa dengan kata kata yang berbeda.

Apa maksud dari semua ini?

Akupun tak tahu…

yang aku tahu kamu ada di ruang paling dalam di hatiku…

namun tidak ada dihidupku….

 

 

tanpa ku sadari, engkau hadir dalam hatiku…. Tak banyak yg ingin ku ungkapkn…. Hanya itu. Mugkin ini salah, krn trlalu cepat ku mencintaimu smntara aq tak mengenalmu…. Ku hanya ingin memberimu cinta namun tak ada wadah yg kau berikan…. Engkau diam, aq pun diam… Tak ada isyarat yg meyakinkn ku… Dan kini aku lemah dlm jebakan cintamu. Aku takut ketika ku sendiri. Namun ketakutn ku smkin menjadi2 ktka engkau hadir di hatiku…

 

“kau sedang apa?”

kami sama sama terkejut, untuk kali pertama mata itu menghindari tatapan mataku. Ya, aku tengah menatapnya tajam mencoba meminta pengertian atas apa yang ada ditanganku. “seperti yang kau lihat” dia memuali kalimatnya dengan cangung, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan mendesah pelan “aiisshhh….tidak dibaca aku marah, dibaca malah aku yang susah”

aku tertawa kecil

“apanya yang lucu”

“aku” masih pada posisiku, kuangkat kertas ditangganku, menujukan sebuah karya pada pemiliknya “sejak kapan kau suka padaku?”

dengan kasar dia merebut kertas itu, membuatnya jadi gumpalan dan di buang ke tong sampah lagi.

“harusnya surat cinta itu di tulis dengan rapi dan di bungkus dalam amplop yang manis” komentarku. Kuambil lagi kertas yang dia buang, membukanya dan mengembalikannya seperti semula.

“awalnya aku inggin membuat bangau kertas. 1000 bangau kertas bisa mengabulkan sebuah permintaan. Tapi itu susah makanya aku meremasnya menyerupai sampah.”

“jadi hanya karena kesal, kau membuatnya bernasip malang?” aku berdiri dihadapanya “aku rasa sampah sampah yang kau kirimkan padaku lebih dari 1000, meski yang baru ku baca hanya beberapa” ku tepuk tepuk rok ku, menyingkirkan debu dan kotoran yang tertinggal sisa mengorek sampah. “itu artinya sudah sejak lama kau menyukaiku. Benarkan?”

“tidak tau!” JR mengelak dan berusaha pergi menjauh dariku.

“hai, hai, benarkan?” godaku mengekor di belakangnya.

“apanya” sekarang dia dibangkunya, mencari sesuatu di dalam tasnya.

“aku sudah lama mencintaiku”

“tidak!!” elaknya. Ku keritkan keningku rasanya sangat senang bisa mengerjainya

mendadak JR bebalik dan Chu,,,!!!

“YA!!! kenapa kau menciumku!!” protesku, reflek ku tendang kakinya.

“HAII, kau sendiri yang berdiri tepat di belakangku”

“pokonya kembalikan ciuman pertamaku!!!”

“a…aaapa? Ciuman pertama?” tanyanya mengejek. Aku memelototinya kesal, dia fikir aku berbohong. Wajahku pasti seperti kepiting rebus. “ciuman pertamamu harusnya hilang satu tahun lalu saat kau tidur diperpustakaan”

“…..” aku membelalakan mataju tidak percaya, dia sendiri terkajut dengan pengakuannya. Aku menemukan sesuatu yang baru. Rupanya mukanya merah bukan karena marah, tapi karena malu. “jadi benar….kau itu sedah lama suka padaku?” dia diam, memalingkan mukanya.

“JR….!!! kau sudah menemukannya??” Aron berteriak dari luar kelas.

“NE…” JR kemudiam memakai sarung tanganya di depanku lalu mengusap rambutku pelan “apa yang harus kujawab” senyum itu mengembang. Membuat pipiku memerah.

“liahat kami ya” pesanya sebelum pergi meninggalaknku, aku hanya mengangguk, dadaku rasanya tidak karuan, seperti ada letupan letupan api. Hangat, sesak, tapi menyenangkan.

JR menghentikan langkahnya, padahal kurang beberapa langkah lagi dia sampai di depan pintu. Dia berbalik mendatangiku.

“ada apa?” tanyaku heran. Dia bukanya menjawab malah merjongkok di depanku. Tanggannya mengusap sepatuku tampak seperti membersihkannya dari kotoran.”eh?” aku merunduk antara terkejut dan ingin tahu apa yang sebenarnya dia perbuat.

Dadaku benar benar mau copot dan mataku terbelalak. JR tiba tiba mendongak dan menciumku, tepat di bibirku.

“begini baru benar benar mencuri” ucapnya selesai membuatku mati kaku. Aku tetap diam, nafasku semakin sesak dan jantungku seperti ingin melompat keluar.

Aku hanya bisa pasrah meliatnya tersenyum penuh kemanangan, dan tetap pasrah memandangi pungungnya yang menjauh lalu hilang di balik pintu.

Sebuah lagu berjudul SANDY, membuatku tersenyum diam diam, kugaruk tengkukku yang tidak gatal.

“hahahahahaha bodoh…” ucapku pada diriku sendiri. Masih saja begini, saat mendengar part JR di lagu SANDY jantunggu berdegup cencang, seperti anak anjing yang menggongong keras karena senang melihat majikannya.Padahal part JR hanya sedikit di bagian rapper.

Hari ini, berakir seperti ini. Entah besok seperti apa. Mungkin akan lebih menyenangkan. Aku tidak perduli lagi tentang Camberwell College of Arts, mungkin memang lebih baik aku di sini menemani nenek dan Purin, hahahaha, ini hanya alasan supaya aku bisa lebih lama bersama JR sekarang.