Ebby’s Stories Line :
– Saranghae.. –
Hangeng menyerahkan beberapa kantung yang dipegangnya kepada yeoja yang berdiri di depannya. “Ini sudah semua..” katanya tersenyum lembut.
“Gomawo.” Balas Eunsun juga tersenyum.
Dianggukkan kepalanya. “Kalau begitu, aku pulang. Annyeong..” Hangeng membungkukkan badannya sedikit yang dibalas anggukan kepala Eunsun.
Setelah menyempatkan mengusap puncak kepala yeoja itu sembari memamerkan senyum manisnya, Hangeng melangkahkan kakinya meninggalkan Eunsun. Yeoja ini menghela napasnya pelan, matanya memandang punggung Hangeng yang makin lama makin jauh. Sungguh baik. Dia membalikkan badannya, memegang handle pintu dan mendorongnya yang kebetulan tak terkunci kemudian masuk ke dalamnya.
Eunsun meletakkan barang-barang belanjaannya di atas meja yang berada di ruang tamu. Didudukkan dirinya di atas sofa, memandangi semua kantung itu. Semua yang berada di dalam kantung dibeli tidak menggunakan uangnya, melainkan uang Hangeng. Padahal Eunsun sudah melarang, tapi namja itu tetap memaksa sampai ia tidak bisa menolak. Eunsun tahu kalau Hangeng menaruh hati padanya, tapi sayangnya dia tidak bisa memberikan hatinya pada orang lain. Pintu hatinya sudah ia tutup rapat-rapat tak akan membiarkan siapapun untuk memasukinya lagi.
Dia tak mau kejadian menyakitkan itu terulang menyebabkan luka yang lebih perih. Perhatian Hangeng hampir sama dengan orang itu, cuma caranya berbeda. Hangeng menunjukkan sisi lembutnya dan memberikan perhatian yang mampu membuat yeoja manapun langsung jatuh hati tanpa pikir panjang. Namun tidak untuk Eunsun. Ia masih mengingat dengan jelas perlakuan seseorang yang dulu dia cintai mencampakkannya begitu saja, meninggalkannya sebelum ia sempat memberitahukan hal yang sangat penting.
Perlahan tangan kanannya mengusap perutnya yang sudah sangat besar. Hampir memasuki bulan ke delepan, berarti sebentar lagi akan lahir. Eunsun pernah berpikir untuk menggugurkan kandungannya–bahkan sudah di dukung oleh Ibunya–tapi diurungkan niatnya. Biar bagaimana pun janin di dalam perutnya adalah anaknya, meski yang membuatnya ada tidak akan tahu. Dia sudah memutuskan untuk melahirkan bayinya dan membesarkannya seorang diri. Itu jauh lebih baik.
“Eonni sudah pulang?”
Sontak Eunsun menolehkan kepalanya karena mendengar pertanyaan barusan. Matanya menangkap seorang yeoja yang umurnya masih belasan tahun berdiri di dekat sofa yang didudukinya. “Ah, ye..” jawabnya sambil tersenyum.
“Apa eonni sudah makan?” tanyanya lagi.
Eunsun mengangguk. “Tadi bersama rekan kerjaku. Kau sendiri?”
Dareum tidak menjawab, malah menundukkan kepalanya. Melihat sikap yeoja yang sudah beberapa bulan ini tinggal bersamanya, Eunsun tahu jawabannya. Memang kebiasaan mereka makan bersama, tapi bukan berarti ketika ia pulang terlambat, Dareum juga tidak makan malam. Eunsun menghembuskan napasnya. “Aku membawamu bukan untuk dijadikan budak. Hajimara.. arraseo?”
“Ne..” jawab Dareum pelan.
“Ya sudah, aku ingin mandi. Kau makanlah lalu istrirahat, ne?” Eunsun bangkit dari duduknya sedikit susah karena beban pada perutnya. Disentuhnya pundak Dareum dan melangkahkan kakinya menuju kamarnya.
Kim Dareum. Eunsun menemukannya ketika ia kembali ke tempat yang pernah ia tinggali di pinggiran kota Seoul bermaksud mengambil semua barang-barangnya. Waktu itu Dareum menangis di dekat sebuah rumah yang sudah tak berpenghuni. Karena kasihan Eunsun menghampirinya dan bertanya apa yang terjadi, mengapa sendirian, dimana orang tuanya serta pertanyaan-pertanyaan lain. Jawaban Dareum sungguh membuatnya terkejut.
Anak itu dijual oleh keluarganya kepada orang yang akan menjadikannya pemain dalam blue film. Dia berhasil kabur, tapi tak tahu harus kemana. Tak mungkin kembali pada orang tuanya yang sudah menjualnya, bisa-bisa ia dikembalikan pada mereka yang telah membelinya. Karena kasihan, akhirnya Eunsun membawa Dareum bersamanya. Setelah mendapat persetujuan dari Ibu dan Ayahnya, Eunsun mengajak Dareum tinggal di sebuah apartmen. Selama Eunsun bekerja, yeoja itu akan melakukan pekerjaan rumah sebagai balas budinya.
Sebenarnya Eunsun berniat menyekolahkan Dareum, tapi anak itu menolaknya. Katanya kalau dia bersekolah maka akan sangat mudah menemukannya dari orang-orang yang pasti mencarinya. Oleh sebab itu, Eunsun pun sesekali memanggil guru privat untuk mengajari Dareum. Bagaimana pun Dareum masihlah anak di bawah umur yang memerlukan pendidikan. Hubungan mereka makin dekat dan Dareum sendiri menganggap Eunsun sebagai kakaknya.
Setelah mengambil pakaiannya dari lemari dan hendak berjalan ke arah kamar mandi yang berada di dalam kamarnya, mata Eunsun tak sengaja melihat sesuatu yang berada di atas lemari kecil di samping tempat tidurnya. Dia duduk di pinggir ranjang sambil memperhatikan kertas itu. Kertas yang dikirim oleh seseorang yang sangat ia sayangi dan sudah dianggapnya keluarga. Tangannya meraih kertas tersebut, melihatnya saksama, membaca setiap tulisan yang tertera di sana.
Lee Hyukjae dan Choi Heejin. Kedua orang itu akan melangsungkan acara pertunangan. Rupanya hubungan mereka makin serius. Seulas senyum terpatri di bibir Eunsun. Dia ikut senang mengetahui berita bahagia ini dan mendoakan semoga pasangan itu langgeng sampai ke jenjang pernikahan. Dihelanya napasnya sebentar lalu meletakkan undangan tersebut ke tempat semula dan beranjak dari duduknya. Acaranya beberapa minggu lagi.
**
Eunsun memijit kepalanya yang terasa berat akibat tumpukan kertas yang berada di atas mejanya. Hampir semua kertas itu adalah surat yang meminta persetujuan melakukan kerja sama dengan perusahaan yang ia pimpin. Bukan cuma surat persetujuan, tetapi mengenai perencanaan iklan dan biaya dari iklan yang akan di buat. Hah.. seharusnya ia tak melakukan ini. Bekerja itu memang melelahkan, apalagi dengan kondisinya yang tengah hamil tua. Disandarkan punggungnya pada sandaran kursi untuk beristirahat sebentar.
Tok. Tok. Tok. Pintu ruang kerjanya di ketuk. Dibuka matanya dan melihat seseorang masuk ke dalam ruang ini. Eunsun segera memperbaiki posisi duduknya. “Ada apa?” tanyanya pada salah satu asistennya itu.
Namja berpakaian rapi ini menundukkan kepalanya. “Aku hanya ingin memberitahu ada pertemuan dengan perwakilan perusahaan Cho Coorp. Presdir diminta datang ke perusahaan mereka.”
Eunsun menatap namja di depannya. Pertemuan dengan perwakilan perusahaan Cho Coorp? Dia sudah tahu siapa yang akan ditemuinya. Apa ini ulah orang itu? Entahlah. Dianggukkan kepalanya. “Baiklah..” katanya.
Setelah mendengar konfirmasi dari atasannya, dia membungkukkan badannya kemudian keluar dari ruangan ini. Sepeninggal asistennya, Eunsun kembali menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Harus bertatap muka lagi. Apa yang direncanakan orang itu? Apakah ingin mengecek keadaannya sekarang? Bukannya sudah melihatnya yang membawa perut besar di meeting sebelumnya. Atau pertemuan kali ini hanya supaya orang itu bisa menemuinya? Cara klasik yang tidak elit.
Tapi tak bisa dielaknya perasaan gelisah yang perlahan merasukinya. Sungguh, Eunsun tidak mau melihat wajah perwakilan dari perusahaan Cho Coorp yang hanya akan menambah goresan luka di dinding hatinya. Di pertemuan waktu itu saja, dia berusaha mati-matian tidak memperdulikan keberadaan orang itu yang dengan jelas-jelas menunjukkan muka kagetnya juga terus menatapinya dengan tatapan tak percaya. Sakit ketika pikirannya kembali membayangkan masa lalu yang harusnya sudah ia tutup rapat.
Dendam? Mungkin. Tapi bukan itu. Bukannya orang itu sendiri yang mengatakan supaya mereka menganggap tidak pernah saling mengenal. Eunsun cuma ingin melakukannya, walau dadanya serasa ditusuk beribu-ribu belati. Dihela napasnya berusaha menenangkan dirinya. Tidak! Lupakan semuanya yang pernah terjadi. Tidak boleh mengingatnya lagi. Dirinya yang sekarang bukan Kim Eunsun yang lemah dan kekanakan. Dia sudah cukup banyak belajar dari pengalaman menyakitkan dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
Eunsun memantabkan hatinya. Dibereskan kertas-kertas yang menumpuk itu, nanti saja ia mempelajarinya. Disambarnya tasnya yang ia letakkan di bawah meja dan beranjak dari duduknya. Berjalan menuju pintu kemudian membukanya. Sewaktu keluar dari ruang kerjanya, Eunsun dikagetkan dengan kemunculan Hangeng yang ternyata baru akan mengetuk pintu. Namja keturunan China itu langsung menyapanya dengan seulas senyum.
“Kau mau pergi?” tanya Hangeng melihat tas yang ada di tangan Eunsun. Yah, dia sudah paham kebiasaan si presdir ini. Kalau tidak keluar dari perusahaan ia tak akan menenteng tasnya.
Eunsun mengangguk. “Cho Cooperation.”
“Mau ku temani? Kebetulan aku juga ingin mencari makan di luar. Eottae?” tawarnya.
Lengkungan tercipta di bibir Eunsun. Dia tidak bisa menolak sebab Hangeng sudah berada di hadapannya. Kalau ajakannya melalui telepon, dia dapat menolaknya. Senyum Hangeng makin lebar, mereka pun berjalan beriringan keluar dari perusahaan Blue Shappire yang didirikan oleh ayah si presdir. Secara tidak langsung menjadi kepunyaan Eunsun juga.
**
Hangeng memaksa untuk mengikuti Eunsun memasuki sebuah gedung mewah berlabelkan Cho Cooperation. Dia tak membiarkan yeoja itu berjalan sendirian, takut kejadian ‘penyenggolan’ mengenai Eunsun lagi. Apalagi banyak orang yang berlalu lalang di dalam sini. Sambil berjalan, keduanya sibuk memperhatikan sekeliling mereka. Para staff di perusahaan ini tampaknya memiliki selera yang tinggi terbukti dari pakaian mereka dan Eunsun bisa tahu merk pakaian yang mereka kenakan, merk terkenal.
Tak cuma para staffnya, gedung ini pun sepertinya di rancang oleh seorang aksitektur yang ahli. Interiornya yang menggunakan bahan-bahan terbaik lalu di dekor sedemikian rupa. Yah, orang yang membuatnya memang kaya dan terkenal di seluruh Seoul. Bibirnya membentuk senyuman sinis yang tipis. Selamat datang di tempat yang selama satu tahun tak boleh kau injak, Kim Eunsun.
Saat sedang asik memandang ke sana dan kemari, pandangan matanya bertemu dengan pandangan seseorang yang rupanya berjalan berlawanan arah dengannya. Orang itu menghentikan langkahnya, begitu pula dengan Eunsun. Mereka saling bertatapan. Hangeng yang sadar Eunsun berhenti ikut-ikutan, sama halnya dengan si asisten setia–Jaeyoon–berdiri di sebelah Kyuhyun. Hangeng dan Jaeyoon saling melempar senyum menyapa, berbeda dengan dua orang di sebelah mereka.
Bukan direncanakan, memang wajah Eunsun langsung berubah datar ketika menemukan Kyuhyun di depannya. Sedangkan namja yang menjabat sebagai direktur Cho Coorp itu memperlihatkan raut terkejutnya. Dia tak menyangka kalau Eunsun akan datang ke perusahaannya, Jaeyoon tak memberitahu apa-apa padanya. Dipandangi sosok yeoja yang menjadi mimpi buruknya belakangan ini. Ekspresi datar itu sangat melukai perasaannya, juga tatapannya yang terkesan melemparkan es batu ke arahnya.
Seolah membuka bekas luka yang hampir mengering, sakit dan perih. Itu yang keduanya rasakan, namun mereka tak memancarkannya. Eunsun mempertahankan tatapan dinginnya, tidak mau terlarut oleh sorotan tajam yang dulu sempat menjatuhkannya ke dalam pelukan lelaki itu. Kilasan-kilasan kebersamaan ia dan Kyuhyun terbayang bagaikan film hitam-putih di depan matanya merasakan hatinya sengaja ditaburi bunga lalu dihempaskan ke lumpur. Tawa, senyum dan rasa bahagia yang kini terasa seperti bumbu pahit dikehidupannya membuat Eunsun harus bersusah payah menahan cairan bening yang mulai menumpuk di kantung matanya.
Tidak boleh! Hapus semua kenangan buruk itu, pekiknya dalam hati. Perutnya terasa sedikit sakit karena pergerakan bayi yang dikandungnya sehingga refleks tangannya menyentuh permukaan perutnya. Mengapa disaat seperti ini, bayinya malah bereaksi? Tidak mungkin bayinya mencoba memberitahunya kalau ia ingin berdekatan dengan orang yang membuatnya ada. Huh? Eunsun menepis pikiran anehnya itu.
Kyuhyun sendiri berusaha menormalkan raut wajahnya. Tak ingin menunjukkan betapa sakit hatinya kini. Kenapa jadinya begini? Kenapa mereka harus terpisah jauh sementara jarak sebenarnya hanya beberapa meter saja? Seperti ada dinding kuat yang menyatakan mereka tak boleh saling mendekat. Padahal keinginan terbesarnya adalah berlari lalu memeluk yeoja itu dan mengatakan semua penyesalannya. Tapi tidak.. tak akan ada yang mengijinkannya melakukan itu.
Mereka terdiam cukup lama mengabaikan keberadaan Hangeng dan Jaeyoon yang sejak tadi menatap aneh. Meski tidak mengerti, tapi kedua namja itu tetap tenang. Sampai akhirnya terdengar helaan napas Eunsun yang mengakhiri tatap menatap yang dilakukannya dengan Kyuhyun. Ditolehkannya kepala melihat Hangeng yang juga melihatnya. Eunsun tersenyum tipis.
“Gwenchana..” bisiknya pelan.
“Um.. presdir Kim. Kau datang untuk menghadiri pertemuan membicarakan mengenai iklan itu?” tanya Jaeyoon langsung setelah merasa suasana diantara mereka sedikit mencair.
Kyuhyun yang mendengarnya menatap Jaeyoon bingung, sementara si asisten cuma membalasnya dengan senyum. Kenapa Jaeyoon tak memberitahunya? Bukankah proyek iklan itu Kyuhyun yang menanganinya? Pertemuan yang dimaksudkan Jaeyoon tadi apa? Berbagai pertanyaan mulai berterbangan dalam kepala Kyuhyun. Eunsun menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan si asisten.
“Geureom, kita langsung ke ruangan saja.” Ajak namja manis ini sembari memutar sedikit tubuhnya. Eunsun mengangguk lagi dan berjalan bersama Hangeng menghampiri Jaeyoon.
Kyuhyun mengerutkan keningnya tidak mengerti. “Jamsiman.” Serunya. Ditatapnya Jaeyoon tajam yang di balas dengan pandangan yang seolah bertanya apa-kau-lupa? Walau belum paham, Kyuhyun mendeham pelan. “Aku ingin ke kamar kecil dulu.”
Jaeyoon menganggukkan kepalanya. “Ne. Aku akan mengajak presdir Kim ke ruanganmu.”
**
Kyuhyun menutup pintu toilet dengan kasar lalu berlari ke arah wastafel dan melihat wajahnya dari cermin yang berada di atas wastafel. Napasnya sedikit tersendat. Buru-buru dinyalakannya keran air kemudian membasuh mukanya sehingga cipratan air mengenai permukaan cermin. Diangkat lagi kepalanya melihat pantulan dirinya. Mukanya yang kelihatan tidak baik, matanya yang merah dan rambutnya sedikit berantakan–Kyuhyun sempat menjambak rambutnya sendiri sebelum masuk ke dalam toilet.
Tangannya bergerak menyentuh dadanya yang naik-turun karena napasnya yang belum stabil. Dapat dirasakannya detakan jantungnya tidak normal, berdetak lebih keras dan cepat. Sakit. Dadanya nyeri. Kenapa rasa sakit ini tidak hilang? Kenapa harus kembali dirasakannya? Wajah itu.. tatapannya.. ingin sekali Kyuhyun menyentuhnya dan membuat lengkungan di bibir tipis itu. Tapi tentu saja ia tak bisa.
Dipejamkannya matanya sambil mengatur napasnya, membiarkan suara aliran air mendengung di telinganya berupaya mengalihkan pikirannya. Tidak Cho Kyuhyun! Dia seperti itu karena salahmu! Kau sendiri yang membuatnya begitu! Wajar hatimu sakit, wajar kau sekarat. Ini karena perbuatanmu sendiri. Sudah.. tenanglah.. tenangkan dirimu, batinnya. Menunjukkan penyeselasan sepertinya percuma. Kyuhyun menghembuskan napasnya.
Perlahan dibukanya matanya, menatap dirinya sendiri di cermin. Orang ini pelakunya. Anggap saja kita tidak pernah saling mengenal. Kalimat itu terngiang-ngiang di telinganya. Menari-nari dalam pikirannya kembali mengingatkannya akan sesuatu yang telah dilakukannya beberapa bulan lalu. Dirinya sendirilah yang mengatakannya. Setelah kalimat tersebut terlontar, tak mungkin ia langsung menunjukkan wajah penuh penyesalannya dan meminta yeoja itu kembali padanya. Walau memang itu yang diinginkannya.
Kyuhyun menghembuskan napasnya perlahan. Untuk sekarang yang harus dilakukannya adalah bersikap seperti biasa. Bukan cuma ia yang terluka, tetapi orang yang dikasihinya juga merasakan hal yang sama. Ditenangkannya dirinya. Ini bukan waktu yang tepat untuk menyesali semuanya.. yah, dia harus mengendalikan dirinya. Kyuhyun memantabkan dirinya kemudian berdiri tegap. Dia harus kembali bekerja. Dimatikannya keran air lalu mengeringkan tangan serta wajahnya menggunakan tisu yang tersedia di atas wastafel.
Tak perlu waktu lama untuknya kembali karena ada fasilitas lift. Sekarang Kyuhyun berjalan menuju sebuah ruangan yang menjadi miliknya, dikhususkan untuknya. Yah, mengingat jabatannya yang adalah seorang direktur, tentu ia mempunyai ruangan sendiri. Sesampainya di depan pintu, diputarnya handle pintu lalu mendorongnya. Masuk ke dalam ruangan dan menutupnya lagi.
Matanya melihat si presdir dan Jaeyoon sudah menempati sofa yang ada di dalam ruangan. Kedua orang itu cuma menoleh sekilas kemudian kembali pada kegiatannya membaca tulisan yang tertera di kertas yang mereka pegang. Kemana namja yang bersama presdir? Kenapa tak ikut pertemuan ini? Bersamaan munculnya pertanyaan itu, Kyuhyun mendudukkan dirinya di sebelah Jaeyoon yang berhadapan dengan presdir Kim.
Diperhatikannya presdir Kim tengah asik memperhatikan kertas yang dipegangnya, Kyuhyun mencondongkan tubuhnya ke arah Jaeyoon. “Geu namja eodiesseoyo?” tanyanya berbisik.
Walau bisikan tapi Eunsun dapat mendengarnya dengan jelas. Dihentikannya kegiatannya membaca ulasan mengenai perencanaan pembuatan iklan dalam genggamannya kemudian mengarahkan pandangannya pada dua namja di hadapannya. “Dia pergi ke kantin untuk membeli makanan sambil menunggu.”
Mendengar kata-kata yang menjawab pertanyaannya dari Eunsun, Kyuhyun membenarkan duduknya. Dilihatnya Jaeyoon menganggukkan kepalanya membenarkan jawaban tadi. Kyuhyun memandang Eunsun sambil tersenyum kaku. Setelahnya Eunsun kembali sibuk dengan benda di tangannya. Kyuhyun mencelos dalam hati. Dia harus menebalkan wajahnya ketika bertemu dengan yeoja yang duduk di hadapannya, harus bisa menahan dirinya agar tidak mengatakan sesuatu yang dapat merusak hubungannya dengan Eunsun. Meski kini hubungan mereka hanya rekan kerja, tapi setidaknya itu lebih baik.
**
Setelah menutup pintu kamarnya, Kyuhyun melepaskan jas yang dikenakannya, melemparkan ke atas ranjang kemudian duduk di tepi tempat tidur miliknya. Kepalanya menunduk, kedua tangannya saling bertautan. Dia menghela napas sebentar. Hari ini sungguh sangat melelahkan. Bukan cuma karena pekerjaaannya yang sebagai direktur harus mengurus hampir semua proyek perusahaan yang dilimpahkan padanya tetapi karena pertemuan dadakan tadi siang. Ternyata pertemuan itu sudah direncanakan.. dia saja yang tak mendengar Jaeyoon memberitahukannya.
Kejadian itu terbayang lagi dalam benaknya. Saat pertama kali bertemu dengan Eunsun setelah berbulan-bulan berpisah dan pertemuannya tadi. Hebat sekali yeoja itu menyembunyikan semuanya sehingga tak terlihat di wajahnya. Tidak menunjukkan muka terkejutnya juga mampu bersikap biasa saja seolah tak pernah terjadi apapun diantara mereka, memperlihatkan muka datarnya bahkan bicara hanya seperlunya. Kyuhyun tertawa lirih mengingatnya. Luka sayatan di hatinya bertambah banyak.
Sekali lagi dihela napasnya sembari memandang kosong langit-langit kamarnya. Penyesalan yang dirasakannya makin meningkat menekan dadanya. Tidak ingin keadaannya seperti ini. Kyuhyun ingin semuanya kembali. Hari-hari dimana ia bisa bercanda tawa, bermain, berbagi kasih dan melakukan apa yang menyenangkan bersama dengan orang yang dicintainya, bukannya tersiksa batin begini. Apa yang harus dilakukannya agar semuanya kembali? Mendatangi Eunsun kemudian menjelaskan semuanya? Seakan masalah ini cuma masalah kecil, tidak mungkin. Pasti yeoja itu makin terluka karena tindakan bodohnya itu.
Kyuhyun sadar bahwa cintanya belum berakhir, belum habis, belum termakan waktu, belum mengendap di dasar hatinya. Cintanya masih utuh yang hanya dikhususkan untuk satu orang. Satu orang yang kini memandangnya dengan tatapan dingin yang tak menyiratkan apapun. Yah, dia tidak membunuh hatinya sendiri.. hanya waktu yang berlalu. Dia masih Kyuhyun yang dulu, mencintai seorang Kim Eunsun.
Kriet..
“Kyuhyun-ie..”
Kyuhyun menengadahkan kepalanya. “Ah, nuna..”
Ahra tersenyum sejenak lalu masuk ke dalam kamar sambil menutup pintu. Didekatinya adik kesayangannya itu lalu duduk di sebelah Kyuhyun. Ahra memperhatikan wajah Kyuhyun yang sekarang kelihatan tak bersemangat, tampak lelah, tidak seperti biasanya. Walau lelah adiknya ini tetap akan tersenyum padanya. “Waeyo? Kuperhatikan beberapa hari ini kau sedikit aneh. Pulang bekerja langsung masuk ke kamar dan lagi.. aku sempat mendengar kau membanting pintu. Ada apa?” tanyanya perhatian.
Kyuhyun menatap mata Ahra lekat-lekat lalu mengalihkan pandangannya. Ditariknya napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya kuat. “Aku mencintainya. Jeongmalya.”
“Huh? Nuguya? Hyunhee-ssi?”
“Anira.. Hyunhee aniya.” Kyuhyun menggeleng. “Geunyeneun Eunsun-ieyo. Kim Eunsun.”
Ahra tidak menyahut. Dia sedang memikirkan nama yang disebut Kyuhyun. Rasanya cukup familiar di telinganya. Sepertinya dia tahu yeoja bernama Kim Eunsun itu, tapi siapa? Apa pernah bertemu dengannya? Entahlah. Dia tak ingat sama sekali. Dilihatnya Kyuhyun yang wajahnya semakin muram. Ada apa dengan adiknya itu? Adakah hubungannya dengan yeoja bernama Kim Eunsun? Mungkin. Ahra menebak-nebak dalam hatinya.
“Sudah.. kau istirahatlah dulu. Sepertinya kau sangat lelah.” Katanya sambil menyentuh pundak Kyuhyun.
“Ye nuna. Gomawo sudah mau mendengarku.” Balasnya lalu membaringkan tubuhnya.
Ahra mengangguk sebentar dan bangkit dari duduknya. Dia keluar dari kamar Kyuhyun, tapi belum beranjak dari depan pintu yang baru saja dia tutup. Masih memikirkan mengenai perkataan Kyuhyun tadi. Adiknya itu mencintai yeoja bernama Kim Eunsun, sangat mencintainya. Pasti. Walau Kyuhyun gampang sekali tertarik dengan yeoja yang dilihatnya, tapi tak akan mengaku cinta kalau tidak benar-benar mencintai yeoja itu. Apa ada masalah sebelumnya?
“Kim Eunsun..” gumamnya. Segera dilangkahkan kakinya meninggalkan pintu kamar Kyuhyun. Dia terus bertanya-tanya siapa Kim Eunsun itu dalam pikirannya. Sampai Ahra di ruang keluarga dan melihat Ibunya sedang duduk sambil membaca sebuah majalah. Tanpa pikir panjang langsung saja Ahra duduk di sebelah Nyonya Cho. “Eomma..”
“Hmm..” sahut Nyonya Cho karena asik dengan majalah yang dibacanya tak terlalu memperdulikan anaknya yang duduk di sampingnya.
“Aku ingin bertanya sesuatu.” Ucap Ahra langsung. Ibunya diam saja. “Kim Eunsun.. nuguseo?”
Pertanyaan Ahra membuat Nyonya Cho tersentak. Diturunkannya majalah yang di bacanya dan meletakkannya di atas meja di hadapan mereka. Dipandanginya anaknya yang menatapnya meminta penjelasan. Kenapa nama itu harus disebutkan lagi? Dirinya sudah berusaha melupakan kejadian dulu yang sangat membuatnya marah sampai mengusir anak lelakinya, kenapa kini Ahra menanyakannya? Mau tak mau Nyonya Cho ingat bagaimana ia bertengkar hebat dengan Kyuhyun yang membela seorang yeoja.
“Waeyo eomma?” tanya Ahra bingung melihat reaksi Ibunya yang aneh. Diam sambil menatapnya.
“Wae? Darimana kau tahu nama itu?” balas Nyonya Cho menahan amarahnya.
Ahra mengerucutkan mulutnya. “Aku cuma ingin tahu siapa Kim Eunsun itu. Kenapa reaksi eomma sangat berlebihan? Hah.. akan kucari tahu sendiri.” Katanya sembari berdiri dari duduknya dan berlalu meninggalkan sang eomma. Meski terkesan tidak sopan, tapi Ahra tidak ingin memperpanjang pertanyaan Ibunya. Kalau reaksi Ibunya begitu, berarti memang terjadi sesuatu yang tidak diketahuinya.
Sementara itu Nyonya Cho masih duduk terdiam di sofa. Beliau cukup terkejut mendengar Ahra menanyakan nama seseorang yang membuat hubungannya dengan Kyuhyun sangat renggang. Hanya karena yeoja bernama Kim Eunsun itu, Kyuhyun rela meninggalkan keluarganya dan pergi entah kemana. Yeoja bermarga Kim tersebut adalah musuh besarnya dan ia sangat membencinya. Mungkinkah Kyuhyun yang menyebutkan nama itu kepada Ahra? Pikirnya.
**
“Nuna.. aku pergi!” seru Eunsun sambil menutup pintu rumah.
“Ya! Sekali lagi kau panggil aku ‘nuna’, tak akan kubiarkan kau masuk!” jerit Heejin dari dalam rumah kedengaran sangat kesal. Eunsun tertawa geli seraya berjalan meninggalkan rumah yang ia tempati bersama Heejin. Dia suka menggoda Heejin dengan memanggilnya ‘nuna’, yah panggilan itu hanya untuk bercanda. Heejin pun tak pernah benar-benar marah.
Heejin dan Eunsun memang tinggal di sebuah rumah di daerah Samsan. Bukan karena tak memiliki orang tua, tapi keduanya ingin hidup mandiri. Heejin yang kini adalah seorang mahasiswi di Seoul National University sementara Eunsun berstatuskan murid SMA. Mereka adalah sunbae dan hoobae sewaktu Heejin masih menjadi murid di sekolah tempat Eunsun menuntut ilmu sekarang, makanya memutuskan tinggal bersama. Sewa rumah mereka tanggung bersama menggunakan uang yang dikirimkan oleh orang tua masing-masing.
Setelah melewati pagar menuju jalan raya, Eunsun dikejutkan dengan seseorang yang rupanya tengah berdiri menyandarkan punggungnya di tembok–membuatnya terpaksa berhenti dan memandangi orang itu. “Oppa.. kau membuatku terkejut.” Kata Eunsun. “Wae geurae?”
“Ah.. kau sudah keluar.” Kata Kyuhyun–orang yang bersandar pada tembok–sambil menegapkan tubuhnya. “Aniya. Tadi tak sengaja aku lewat jalan ini dan ingat kau tinggal di dekat sini. Jadi aku menunggumu. Kau mau berangkat bersama?” tanyanya disertai seulas senyum tipis yang sangat manis. Membuatnya terlihat semakin tampan.
Yeoja berseragam ini termangu sebentar setelah mendengar perkataan Kyuhyun dan melihat senyum manis itu terlukis indah di wajah tampannya. Tanpa memikirkan apapun lagi, Eunsun langsung menganggukkan kepalanya sembari tersenyum lebar. Tak ada salahnya menerima ajakan Kyuhyun ‘kan? Dia sering berangkat ke sekolah sendirian. Kyuhyun pun bersorak dalam hati karena bisa bersama Eunsun pagi ini walau dengan judul ‘berangkat bersama’.
Mereka mulai menyusuri jalanan yang dikhususkan untuk pejalan. Berjalan berdampingan, bersebelahan. Senyum belum pudar di wajah keduanya, malah semakin mengembang lebar. Sesekali Kyuhyun menyempatkan dirinya melirik Eunsun yang berjalan di sampingnya, wajah itu dipenuhi senyuman membuat hatinya bagai ditumbuhi bunga mawar yang harum. Melihat senyum orang yang disukai di pagi hari memang membangkitkan semangat, itu yang dirasakannya.
Keduanya tak banyak bicara, hanya terkadang Kyuhyun menanyakan perihal sekolah Eunsun, begitu pula sebaliknya. Hanya topik formal saja yang mereka bicarakan. Kyuhyun masih belum berani menanyakan hal-hal pribadi, sebab biar bagaimanapun mereka baru berteman. Baru beberapa kali bertemu, itu pun karena ulah Eunhyuk dan Heejin yang seakan ingin mereka bersama. Dalam hati Kyuhyun juga berharap demikian, tapi apa boleh buat, keadaan belum mendukung.
Hingga perjalanan berdampingan selama setengah jam ini berakhir di depan gerbang sekolah Eunsun. Kyuhyun harus merelakan yeoja itu masuk sekolah, tak mungkin mengajaknya membolos. Dia bukan orang yang seperti itu. Mereka berdiri di berhadapan di gerbang sekolah dengan Eunsun yang kelihatannya agak malu-malu. Beberapa murid sekolah yang lewat ingin masuk ke area sekolah yang melihat mereka berbisik-bisik, mungkin mempertanyakan Kyuhyun–namja setampan itu–mengapa berada di depan sekolah bersama dengan Eunsun.
“Gamsahamnida..” Eunsun membungkukkan badannya sedikit. Dilihatnya Kyuhyun yang sedang menatapnya saksama membuat degupan jantungnya yang sejak perjalanan menuju sekolah sangat cepat makin tak karuan.
Kyuhyun mengangguk. “Ye.. um.. jam berapa kau pulang?”
“Hari ini ada ekskul, mungkin aku pulang terlambat.” Jawab Eunsun berusaha menyembunyikan raut terpesonanya dengan menatap Kyuhyun seperti biasa ia menatap orang lain, selayaknya melihat teman atau sahabat.
Lagi, Kyuhyun menganggukkan kepalanya. “Belajarlah dengan giat. Geureom kalkke..” katanya.
Eunsun mengangguk–mengijinkan–sambil mengembangkan senyumnya. Kyuhyun juga tersenyum lalu membalikkan badannya berjalan meninggalkan Eunsun yang masih berdiri di depan gerbang sekolahnya. Punggung Kyuhyun makin jauh. Yeoja ini menghembuskan napasnya yang sejak tadi tertahan karena bersama Kyuhyun. Entahlah, dia tidak mengerti kenapa seluruh tubuhnya bereaksi aneh ketika berdekatan dengan Kyuhyun.
**
Matanya terpejam dan mulutnya melengkungkan senyuman tipis. Kyuhyun sedang menikmati lantunan lagu yang diputar oleh MP3 player miliknya melalui headseat. Lagu yang pelan namun manis yang bercerita mengenai perasaan suka terhadap seseorang seperti yang dialaminya sekarang. Suasana di sekitarnya pun sangat mendukung–taman kampus–menambah feel dari lagu yang didengarnya. Lagu itu benar-benar mencerminkan bagaimana isi hatinya.
Seorang namja yang berjalan di koridor tak sengaja melihat Kyuhyun yang duduk di salah satu bangku di taman, keningnya mengerut. Disipitkan matanya supaya bisa melihat dengan jelas. Benar Kyuhyun. Segera saja dilangkahkan kakinya untuk menghampiri sahabatnya itu. Eunhyuk duduk di sebelah Kyuhyun lalu melingkarkan lengannya di bahu namja itu membuatnya tersentak kaget dan membuka matanya.
“Ya.. Kyunie, kenapa kau ada di sini?” tanya Eunhyuk masih merangkul bahu Kyuhyun. “Bukankah kau tidak ada jadwal kuliah hari ini?” tanyanya lagi.
Kyuhyun melepaskan headseat dari telinganya. Tanpa memandang Eunhyuk dia menjawab, “Hanya ingin datang saja. Apa tak boleh?”
“Isanghae.. biasanya kau paling malas kalau memang tidak ada kelas.”
Kyuhyun tidak menyahut, malah mengangkat tangan kirinya dan melihat jam yang melingkari pergelangan tangannya. Sudah hampir jam tiga. Dimasukkan MP3 player miliknya ke dalam tas beserta headseat kemudian bangkit dari duduknya. “Aku pergi dulu.” Katanya dan berlalu dari hadapan Eunhyuk.
Apa-apaan itu? Benar-benar aneh. Mata Eunhyuk mengikuti Kyuhyun yang berjalan meninggalkannya. Ada apa dengan sahabat baiknya itu? Demam? Tidak biasanya Kyuhyun bersikap begitu. Apalagi datang ke kampus di saat tak memiliki jadwal kelas. Sepertinya terjadi sesuatu. Hah.. entahlah, dia malas berpikir karena otaknya sudah disuruh bekerja keras selama kelas statistik yang baru saja di lewatinya.
**
Dimainkan kakinya–menggerak-gerakkan di atas aspal–sambil menyandarkan punggungnya pada tembok pagar sebuah gedung. Walau benci yang namanya menunggu, tapi Kyuhyun tetap melakukannya. Karena yang ditunggunya bukan teman, melainkan orang yang ia sukai, jadi tak masalah asal nanti bisa melihatnya. Dimasukkan kedua tangannya ke dalam saku hoodie biru yang melekat pada tubuhnya. Hampir jam empat, kenapa belum terlihat tanda-tanda para murid akan keluar?
Kyuhyun menghembuskan napasnya. Memperhatikan keadaan sekitarnya–jalan raya dilalui banyak kendaraan dan orang-orang yang berjalan di jalanan khusus pejalan kaki. Tangan kanannya merogoh saku celananya mengambil sebuah benda kecil berbentuk persegi panjang yang tersambung dengan kabel lumayan panjang. MP3 Player. Dipasangnya headseat yang sudah tersambung pada MP3 di telinganya kemudian memutar sebuah lagu. Lagu manis yang ia dengarkan sewaktu di kampus tadi.
Tanpa sadar bibirnya melengkung mendengarkan lagu itu. Kalau saja ia punya keberanian lebih.. akan dinyanyikannya lagu tersebut di depan yeoja yang ia sukai. Tapi rasanya tak mungkin mengingat jumlah pertemuan mereka baru beberapa kali dalam sebulan ini. Kyuhyun sibuk dengan jadwal kuliahnya, sementara si yeoja bersama jadwal sekolah. Sekali lagi Kyuhyun menghela napasnya dan memperbaiki posisi berdirinya yang menyandar–lama-lama punggungnya sakit. Karena telinganya tersumbat headseat, jadinya tak menyadari bel tanda jam sekolah berakhir berbunyi lima menit lalu.
Para murid sekolah berbondong-bondong keluar dari gerbang dan menyebar di sekitar gedung sekolah. Ada yang menyetop taksi, berjalan kaki dan bercengkrama di depan gerbang. Kyuhyun sendiri dibuat kaget karena sebuah tepukan cukup keras mendarat di pundak kanannya, sebab sejak mendengar lagu ia menutup matanya. Melihat seorang yeoja berseragam berdiri di sebelahnya dengan seulas senyum buru-buru dimatikan MP3 Player miliknya dan melepaskan headseat dari kedua telinganya.
“Oppa menungguku?” tanya Eunsun menunjukkan muka menyelidik membuat namja di depannya ini sedikit salah tingkah dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal lalu menunjukkan senyum kikuk.
Kyuhyun yang berusaha menghindari tatapan Eunsun tak sengaja melihat pakaian yang dikenakan yeoja itu. Memakai celana training lalu rok sekolah? Apa yang dilakukannya? Pikir Kyuhyun. “Kau habis melakukan apa? Kenapa memakai celana?” tanyanya mengabaikan pertanyaan Eunsun barusan.
Eunsun menundukkan kepalanya melihat bagian kakinya. “Ah.. ne~ tadi aku bermain volley bersama teman-teman.”
“Kau bisa bermain volley?”
Yeoja ini menunjukkan cengirannya kemudian menggeleng. “Aninde.”
Hampir saja Kyuhyun jatuh terjungkal karena mendengar jawaban jujur Eunsun. Ikut memainkan volley tapi tak bisa bermain. Ya ampun.. ingin sekali Kyuhyun tertawa terbahak-bahak sambil memukul perutnya yang mulai terasa sakit. Ah, tapi tidak, itu sama saja mempermalukan Eunsun. Sekuat mungkin ia menahan tawanya, apalagi melihat eskpresi muka Eunsun. Bibirnya sedikit dimajukan, cemberut.
Daripada memikirkan tawanya yang bisa meledak kapan saja, Kyuhyun memiliki ide lain. Diraihnya tangan Eunsun lalu mengajak yeoja itu berjalan bersama di jalan khusus pejalan kaki. Mereka bergandengan tangan. Mata Eunsun mengerjap beberapa kali melihat tangannya yang kini digenggam oleh Kyuhyun. Jantungnya mulai berpacu dengan cepat, berdetak-detak tak karuan. Malu, Eunsun menundukkan kepalanya dan mengikuti langkah Kyuhyun di depannya. Ini pertama kali ia bergandengan tangan dengan seorang namja yang membuat dadanya bergemuruh.
**
Kyuhyun meletakkan tasnya di atas sebuah bangku bersamaan dengan tas milik Eunsun. Ditangannya terdapat sebuah bola berwarna putih yang ia beli di toko olahraga sebelum sampai di taman. Yah, sekarang Kyuhyun dan Eunsun berada di taman. Niat Kyuhyun ingin mengajari yeoja berseragam itu bermain volley, paling tidak teknik dasarnya terlebih dahulu. Dia berjalan menghampiri Eunsun yang berdiri tak jauh dari bangku kemudian melempar bola yang dipegangnya ke arah Eunsun yang refleks langsung menangkapnya.
“Johta.” Kata Kyuhyun. “Kau punya refleksi yang bagus. Pertama-tama pashing atas. Ini cukup mudah.” Kyuhyun mendekati Eunsun. “Angkat tanganmu ke atas, lemparkan bola lalu tangkap. Lakukan tanpa jeda. Arra?”
Eunsun mengangguk mengikuti instruksi Kyuhyun. Ia melempar bola ke atas–tidak terlalu kuat–dan menangkapnya. Memang tidak terlalu sulit, tapi harus menahan sakit di leher karena harus terus mendonggakkan kepala. Beberapa kali Eunsun tidak dapat menangkap bola karena arah lemparannya tidak lurus ke atas, malah melambung dan jatuh dekat bangku dimana tas mereka diletakkan. Sekitar setengah jam melakukan pashing atas, Eunsun mulai bisa melakukannya dengan baik. Bola tidak melambung lagi dan tangannya cukup terbiasa menekuk sembilan puluh derajat untuk melempar bola.
“Charanande[bagus], kau sudah bisa.” Kata Kyuhyun seraya menangkap bola yang Eunsun lempar ke atas.
Yeoja berseragam ini melompat-lompat kegirangan. “Yay! Aku bisa!”
Terlihat seperti anak kecil, tapi Kyuhyun suka melihatnya. Ia menggulum senyum. Ini seperti kencan, walau sebenarnya tidak. Banyak yeoja cantik yang Kyuhyun kenal, tapi yeoja di depannya itu sedikit berbeda. Polos, manis dan bersikap apa adanya. Lihat saja, kini Eunsun sedang berjoget-joget layaknya menari hula-hula disertai raut senangnya. Mau tak mau Kyuhyun tertawa melihat tingkah yeoja itu. Benar-benar manis.
“Aku bisa! Aku bisa! Hah.. tak boleh ada yang meremehkan Kim Eunsun!” sorak Eunsun yang tidak sadar mendapat perhatian dari Kyuhyun juga orang-orang di sekitar mereka. Bahkan Kyuhyun sampai menutup mulutnya supaya suara tawanya tidak keluar, tapi ia puas sekali bisa mendapatkan tontonan menyenangkan begini.
Lagi-lagi namja tampan berkulit putih pucat itu menahan tawanya. Ia tak boleh menertawai yeoja yang ia sukai. Kyuhyun mendeham keras untuk menetralisir keadaannya lalu menghampiri Eunsun yang berputar-putar di dekat bangku. Seketika Eunsun menghentikan kegiatan memalukannya, baru sadar kalau dari tadi ia bertingkah yang tidak-tidak dan menarik perhatian orang di sekelilingnya. Ditundukkan kepalanya, tak berani menatap Kyuhyun langsung.
“Mianhae..” ujar Eunsun nyaris tak terdengar.
“Gwenchanayo.” Tadi kau terlihat manis sekali, sambung Kyuhyun dalam hati. “Sekarang pashing bawah. Kau tahu cara melakukannya?”
Eunsun menengadahkan kepalanya. Bibirnya mengerucut lucu dengan muka tak enak. Bukan hanya mempermalukan diri sendiri, tetapi juga Kyuhyun yang bersamanya. Kim Eunsun, kau bodoh sekali. Dianggukkan kepalanya beberapa kali. Eunsun menggenggam kedua tangannya sendiri sehingga pergelangan tangannya berdempet. Walaupun tak tahu cara memainkan bola volley, tapi ia sedikit tahu mengenai tehnik-tehnik bermain volley. Kyuhyun dengan cepat melemparkan bola.
‘Duk’
‘Buagh!’
“AAAA~~!”
“Huwaaaa..!!” buru-buru Eunsun berlari menghampiri Kyuhyun yang terduduk di rerumputan sembari memegangi kepalanya yang terkena bola akibat pukulan Eunsun yang terlalu kencang. Bola dengan kekuatan penuh menghantam kepala Kyuhyun. “O-oppa.. gwenchanayo? Neomu appha?” tanyanya sembari memeriksa kepala Kyuhyun.
“Ssshh..” Kyuhyun meringis. Itu sakit sekali. Bola yang sangat keras memukul kepalamu, apa tidak sakit? Kyuhyun tidak menjawab pertanyaan Eunsun, hanya rintihan yang keluar dari mulutnya membuat Eunsun semakin merasa bersalah. Untungnya Kyuhyun bukan namja yang lemah, sakit ini bisa ia tahan. Setelah rasa sakitnya mulai berkurang, dijauhkan tangannya dan mendongakkan kepalanya.
Mata bulat hitamnya bertemu dengan sepasang intan bening cantik yang memancarkan kekhawatiran. Rasa sakit tadi seolah menghilang dan Kyuhyun tak merasakan apa-apa. Cuma sesuatu dalam dadanya bergemuruh. Ia terpesona dengan mata berwarna coklat bening itu. Indah, satu kata yang dipikirkan oleh otaknya. Biarpun banyak pasang mata yang pernah ia lihat, mata coklat bening yang bagaikan batu intan itulah yang paling sempurna menurutnya. Seakan tersihir untuk terus menatapnya.
“Gwenchana, oppa? Apa masih sakit? Apa kita perlu ke rumah sakit untuk memeriksakan kepalamu?” runtun Eunsun karena tak mendapatkan respon dari Kyuhyun. “Oppa?” tangannya melambai di depan wajah Kyuhyun.
“A-ah.. ye? Kau bilang apa?”
Eunsun duduk di samping Kyuhyun sembari menghela napasnya. “Gwenchana? Mianhae.. aku terlalu kuat memukul bolanya tadi.”
“Gwe-gwenchana.. sudah tidak apa-apa. Aku baik-baik saja.” Jawab Kyuhyun kikuk karena baru sadar dari lamunannya. Melihat raut kecemasan di wajah Eunsun, bibirnya sedikit melengkung. Membuktikan kalau yeoja itu perduli padanya. Kyuhyun menghela napas sebentar lalu membaringkan tubuhnya menatap langit yang mulai kemerahan. Berarti hampir senja. Hari yang cukup melelahkan.
**
Dengan terpaksa Eunsun membiarkan Kyuhyun mengantarkannya pulang, padahal ia bisa pulang sendiri menggunakan bus atau taksi atau berjalan kaki walau jarak taman dan rumahnya tidak terbilang dekat. Lagipula ini sudah malam, Kyuhyun pasti dicari oleh keluarganya. Sedangkan Eunsun? Satu-satunya orang yang menunggunya adalah kakak yang tinggal bersamanya. Memang Heejin menunggu, tapi tidak akan terlalu karena sibuk dengan kegiatannya. Tugas kuliah, pekerjaan rumah dan bermesraan dengan namjachingunya. Eunsun pun sudah terbiasa. Mandiri.
Eunsun merasakan genggaman di tangannya mengerat. Otomatis ia menunduk, melihat tangannya yang bertautan dengan tangan Kyuhyun. Pipinya menggembung lalu tersenyum. Seperti sepasang kekasih. Jujur, ia menyukai Kyuhyun. Memang pertemuan mereka sangat singkat, tapi tak ada salahnya menyukai namja itu ‘kan? Toh Eunsun sendiri belum yakin apakah perasaannya akan berkembang atau tidak. Ia hanya menyukai Kyuhyun. Siapa yang tidak menyukai namja berwajah tampan seperti Kyuhyun?
“Hari yang sangat menyenangkan.”
Sontak Eunsun mengangkat kepalanya dan menatap Kyuhyun yang sedang tersenyum. Tidak hanya tampan tetapi juga manis. Beruntung sekali bila ada yang berhasil memikat hati Kyuhyun dan menjadikan namja itu miliknya. Eunsun sendiri tidak berani berpikir ia dapat memiliki Kyuhyun untuk dirinya sendiri. Ia cuma gadis biasa yang tak mempunyai kelebihan istimewa. Tapi dengan begini saja.. rasanya sudah cukup. Tangan yang saling berpegangan, lebih dari cukup. Eunsun mengalihkan perhatiannya dan menatap ke depan. Yah, tidak mendapat yang lebih lagi pun tak masalah. Ia sudah sangat senang sekarang.
“Johaneunde..”
Yeoja berseragam ini tersentak. Pegangan tangannya pada Kyuhyun terlepas dan ia berhenti melangkah. Apa yang barusan didengarnya benar? Telinganya belum rusak, jadi ia benar-benar mendengarnya. Satu kalimat yang langsung membuat jantungnya beroperasi lebih cepat dari semestinya. Kepalanya menunduk, memikirkan kata yang baru ia dengar.
Sedangkan Kyuhyun yang tahu Eunsun melepaskan tautan tangan mereka cuma berdiri di depan yeoja itu. Dia sadar baru mengucapkan satu kalimat yang menciptakan kecanggungan luar biasa diantara mereka. Kyuhyun sendiri sebenarnya tidak sengaja mengucapkannya. Karena terlalu senang maka kata itu keluar begitu saja dari mulutnya. Bagaimana ini? Bagaimana reaksi Eunsun? Kenapa yeoja itu melepaskan tangannya? Terkejut? Atau tidak bisa menerima? Kyuhyun sudah gelisah duluan.
Lama mereka berdiri diam di tengah jalan yang dilalui orang-orang. Tak perduli waktu yang terus berjalan dan orang yang lewat memandang aneh. Keduanya sibuk dengan pikiran dan hati masing-masing. Eunsun yang tidak percaya dengan pendengarannya, Kyuhyun yang merutuki kebodohannya mengucapkan satu kalimat yang tak seharusnya ia ucapkan sekarang.
“Na-nado johayo..” ujar Eunsun terbata-bata dengan suara amat kecil.
Kyuhyun memutar tubuhnya menatap Eunsun yang kepalanya tertunduk. “Ye? Kau bilang apa?”
“A-ah.. aniyo. Lupakan saja. Aku tidak bilang apa-apa.” Sangkalnya sambil menggerakkan kedua tangannya menyatakan tidak. Ia berharap Kyuhyun tidak mendengar apa yang dikatakannya tadi. Memalukan. Mungkin kata ‘joha’ yang diucapkan Kyuhyun bermaksud tentang hari ini, sebab sebelumnya Kyuhyun mengatakan ‘Hari yang sangat menyenangkan’.
Kyuhyun memiringkan kepalanya bingung. Eunsun berlalu dari hadapan Kyuhyun menyembunyikan wajahnya–tidak mau melihat Kyuhyun dan berjalan duluan. Melihat yeoja yang ia sukai pergi–tak rela–refleks tangan Kyuhyun menarik kuat tangan Eunsun sehingga tubuh yeoja itu berputar ke arahnya dan jatuh ke dalam pelukannya. Tak hanya itu, ia juga sukses mendaratkan bibirnya di permukaan bibir Eunsun. Kedua tangan Kyuhyun melingkari tubuh kecil Eunsun, mendekapnya erat seolah tak akan membiarkan lepas.
Shock, kaget, Eunsun tidak tahu mesti berbuat apa. Sesuatu yang berada di atas bibirnya membuatnya tak mampu bergerak. Perlahan tangannya merayap di punggung Kyuhyun, balas memeluk namja itu. Apa perasaan sukanya terbalas? Apa pernyataan suka yang Kyuhyun lontarkan memaksudkan perasaan namja itu juga? Entahlah.. Eunsun tidak mau memikirkannya. Ditutup kedua kelopak matanya, meresapi sentuhan lembut di bibirnya.
Memang diluar dugaan, tapi tidak apa-apa ‘kan? Pelukan tangan Eunsun menjadi buktinya. Kyuhyun tersenyum dalam hati. Ketidaksengajaannya menghasilkan sesuatu yang membuatnya sangat bahagia. Dipereratnya pelukannya pada tubuh kecil dalam dekapannya. Miliknya dan tak akan ia biarkan lepas dari genggamannya. Kyuhyun mendengarnya dengan jelas perkataan Eunsun yang menyahuti kata ‘suka’nya.
***